link: Mananging Consultant

Cari Blog Ini

Kamis, 31 Maret 2011

Visa kerja dengan majikan baru


Perjuangan Seorang BMI Hong Kong Demi Mendapatkan Haknya: Antara Peraturan & Hukum Dengan Kenyataan

REP | 26 July 2010 | 06:00215 48  6 dari 6 Kompasianer menilai Bermanfaat

Foto: Indonesian Migrant Workers Union
Prolog:
Peraturan Ketenagakerjaan dan Hukum yang berlaku di Hong Kong sesungguhnya sangat berpihak dan melindungi kaum BMI. Banyak juga BMI kita yang telah ditolong dan dilindungi oleh Pemerintah Hong Kong dari ketakadilan atau kekejaman yang diterima baik dari majikan maupun agen. Berikut adalah pengalaman Yana, seorang aktivis, volunteer dari Dompet Dhuafa Hong Kong. Dia sering membantu teman-teman BMI yang sedang tertimpa masalah.
Yana menuturkannya sbb;
Hukum di Hong Kong diatur demikian jelas, termasuk bagi nakerwan yang bekerja di sektor rumah tangga. Siapaun yang melanggar baik majikan maupun pekerjanya akan mendapat hukuman yang tidak ringan. Perlu diketahui oleh para BMI bahwa jika ketahuan dipekerjakan selain di sektor rumah tangga, ia akan di-black list dan tidak diizinkan bekerja lagi di Hong Kong.
Pada kenyataannya, di lapangan masih banyak terjadi pelanggaran. Sebagaimana dialami oleh Yati yang dipekerjakan pabrik pembuatan sambal di daerah Stuen Wan. Yati menerimanya begitu saja, karena tidak mengetahui urusan hokum dan peraturan yang berlaku di Hong Kong. Selain itu ada kendala dalam komunikasi alias belum paham berbahasa Kanton.
Hampir satu setengah tahun Yati bekerja di pabrik itu, menerima gaji sebesar $2200 dan mendapat libur satu kali dalam satu bulan. Belakangan Yati mendapat informasi bahwa pekerjannya ini sangat mengandung resiko. Teman-teman yang dijumpainya saat libur menganjurkannya untuk kabur, dan menyewa pengacara Indonesia yang berada di kawasan Causeway Bay.
Berita tentang rencana Yati terdengar di kalangan saudara-saudaranya yang bekerja di Hong Kong. Salah satu saudaranya mengenal saya dan menceritakan masalah yang sedang dihadapi Yati. Saya sarankan untuk merekam pembicaraan dengan majikan saat menerima gaji, dan menanyakan kenapa setiap ingin libur lebih dari satu kali gajinya selalu dipotong?
Rekaman itu bisa dijadikan bukti. Selama ini Yati selalu menandatangani kertas kosong setiap menerima gaji. Setelah dirasa cukup memiliki bukti kuat berupa rekaman, pertengahan Oktober 2009, Yati memutuskan untuk meninggalkan rumah majikan menuju Jordan untuk meminta bantuan.
Setelah melakukan laporan, pihak Cristian Action memberikan 3 lembar surat berbahasa Inggris yang ditujukan kepada polisi agar bersedia membantu Yati, terutama mengambil kembali dokumen dari majikan atau Agency.
Sore hari saya sendiri yang menemaninya ke rumah majikan di daerah Tsuen Wan kebetulan saya juga tinggal di shelter untuk menunggu Visa. Sesampai di rumah majikan ternyata pihak Agency telah menghubunginya lebih dahulu. Majikan memberitahukan bahwa dokumen Yati disimpan oleh istrinya yang sedang kerja lembur, disarankan untuk kembali lagi besok pagi.
Besok paginya kami berdua kembali mendatangi rumah majikan. Kali ini pun ternyata majikan tidak bisa menemui, hanya memberitahukan bahwa semua dokumen disimpan oleh Agency. Rasa kecewa menggelayuti hati kami, merasa telah dipermainkan oleh majikan. Perjalanan kami lanjutkan menuju kantor Agency di daerah Lai Chi Kok.
Sesampai di kantor Agency kami disambut dengan sangat tidak ramah, bahkan dimarahi dengan kata-kata yang sangat melukai hati. Kami masih berusaha bersikap sabar, menahan diri dan tetap dengan baik-baik meminta dokumen Yati. Eeeeh, malah semakin dipersulit!
Karena merasa sudah tidak nyaman dengan perlakuan Agency, saya memutuskan untuk melapor pada polisi. Akhirnya dengan bantuan polisi Hong Kong yang tak pernah kenal suap-suapan, tidak seperti di Tanah Air itu, kami pun mendapatkan dokumen yang dimaksud.
Yati disuruh menuliskan pernyataan bahwa setelah keluar dari Agency tersebut semua resiko ditanggung sendiri. Awalnya Yati ragu, tetapi saya yakinkan bahwa untuk bisa hidup sukses di negeri orang kita tidak boleh bergantung kepada siapapun termasuk Agency.
Memang sebuah Agency telah berjasa bagi kita para perantau tetapi imbal balik yang mereka peroleh juga tidak sedikit. Potongan gaji yang sangat tinggi selalu menjadi perhatian LSM negara lain. Sedangkan kami kaum nakerwan di Hong Kong harus pontang-panting untuk mendapatkan hak-hak. Malangnya pula, pemerintah kita seolah tidak berdaya menindak tegas para penyalur tenaga kerja yang nakal, bahkan sering tanpa rasa kemanusiaan ini!
Lanjut!
Setelah berhasil mendapat dokumen, proses dilanjutkan seperti biasa yaitu menyerahkan klaim ke labour cabang wilayah rumah majikan di Tsuen Wan. Dari labour Yati harus memperpanjang Visa (extend Visa) ke imigrasi. Tiga minggu kemudian pertemuan dengan majika. Awalnya majikan menolak memberikan ganti rugi dengan menunjukan selembar kertas yang telah ditandatangani oleh Yati setiap menerima gaji.
Mujurlah, Yati memiliki bukti rekaman pembicaraan mengenai gaji yang dipotong setiap meminta libur lebih dari satu kali dalam satu bulan. Akhirnya majikan tidak mampu memberikan alasan dan bersedia memberikan uang ganti rugi sebesar $20.250 plus tiket ke Surabaya. Setelah kasus selesai Yati masih memiliki waktu satu minggu untuk mencari majikan, alhamdulillah sebelum waktunya habis Yati telah mendapat majikan.
Karena telah memenangkan kasus lebih dari 50% total dari tuntutan, maka oleh Imigrasi diizinkan untuk menunggu Visa kerja dengan majikan baru tanpa harus meninggalkan Hong Kong. Kini Yati telah bekerja di daerah Ma On Shan.
Nah, Kompasianer yang disayang Allah….
Demikian pengalaman Yana, dan masih banyak lagi pengalaman lain yang pernah dilakoninya di negeri beton ini. Semoga mendapat perhatian dari pihak-pihak terkait.
Salam manis dari Causeway Bay, Pipiet Senja.

Tidak ada komentar: