link: Mananging Consultant

Cari Blog Ini

Senin, 25 April 2011

Tidur di stasiun Jepang barang dimasukkan di loker

Kalau Perlu Menculik dan Tidur di Dapur

Trip StartAug 06, 2006
1
2
25
Trip EndJul 20, 2010
Timeout loading map
Map your own trip!
Map Options
shadow
Flag of Japan  Kinki
Thursday, August 7, 1997
Ini tulisan perjalananku yang pernah dimuat di majalah Intisari tahun 1999.
Bila tak paham bahasa tuan rumah,

    seorang pendatang bisa mendadak bisu, tuli, sekaligus buta huruf. Apalagi di Jepang. Belum

    lagi negeri itu terkenal dengan biaya hidupnya yang mahal bagi turis mancanegara. Namun,

    itu bukan tak bisa diatasi asal mau bertualang sebagai backpacker (turis berkantung

    tipis tapi nekat melancong di negeri orang) seperti pengalaman Dhorothea Triarsari berikut

    ini. Dengan duit pas-pasan ia bisa mengunjungi beberapa tempat menarik di sana.




 
Pertama kali tiba di Hiroshima pada awal musim semi 1997, saya selalu diliputi

    perasaan waswas tinggal di negara berbiaya hidup termahal di dunia. Namun, berbekal

    pengalaman hidup irit sebagai mahasiswa indekosan di tanah air, saya berharap bisa

    menyelesaikan tugas sebagai mahasiswa pertukaran dari Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah

    Mada di Hiroshima University of Economics.
Walau tiap bulan mendapat beasiswa dari

    Kementerian Kependidikan Jepang, biaya hidup dan tagihan bulanan bisa membuat mata

    terbelalak. Tiap bulan saya harus membayar sedikitnya 5.000 yen untuk tagihan air,

    listrik, dan gas. Padahal pemakaian sudah dicoba seirit mungkin; pendingin ruangan tidak

    dinyalakan dan semua lampu dimatikan saat tidur.

Belum lagi soal jajan. Es serut yang disiram sirup dan dijual di pinggir jalan harganya

    300 yen, setara dengan Rp 6.000,- sebelum krisis moneter. "Kalau di Indonesia, dengan

    uang sebanyak itu kita bisa mentraktir es orang sekampung!" komentar sempai

    alias senior saya yang mahasiswa program S3 di Hiroshima University.
 
Berhubung untuk hidup sehari-hari saja ngepas, saya pesimistis pada liburan

    musim panas saya tidak bisa bepergian. Apalagi Sandra Perry, teman seapartemen yang

    berkebangsaan Inggris dan sudah tinggal enam bulan sebelumnya, mengingatkan, "Di sini

    banyak yang dapat dilakukan. Kamu tidak akan sempat berpikir untuk bepergian ke kota

    lain." Gadis Inggris lain, Mary, lebih meyakinkan saya untuk tidak keluar kota.

    "Tata kota dan bentuk bangunan di Jepang di mana-mana sama," ujarnya.
 
Namun, ada orang yang optimis bisa bepergian ke kota lain di musim panas, yaitu Gitte

    Hansen. Gadis Denmark itu berencana mengundang Steen, pacarnya, dari Denmark untuk

    bergabung ber-backpacking ria bersama kami. Setiap ada kesempatan ia selalu

    membicarakan rencana liburan itu. Berulang kali saya katakan, tidak bisa ikut, berulang

    kali pula ia meyakinkan saya untuk bergabung.
 
Ajakan itu akhirnya kami terima. Kami lalu mencoba hidup lebih hemat. Untuk makan siang

    kami membuat unigiri, nasi berbentuk segitiga yang dilapisi rumput laut. Unigiri

    itu diisi abon yang saya bawa dari Indonesia. Setiap bulan kami - saya, Gitte, dan Sandra

    - patungan membeli bahan pokok dan sayuran untuk makan malam. Tugas memasak dilakukan

    bergantian. Ternyata cara ini memang lebih hemat ketimbang membeli bentoo alias

    kotak makan. Ternyata, kami bisa mengumpulkan cukup uang.
"Culik" orang Jepang

    Kami mulai merencanakan detail perjalanan. "Lonely Planet" - buku berisi

    informasi objek wisata, wisma pemuda (youth hostel), restoran dari Hokkaido sampai

    Okinawa - kami jadikan acuan. Seorang profesor memberi tahu tentang tiket diskon kereta

    api yang cuma berlaku di musim liburan. Selembar tiket yang harganya cuma 2.400 yen itu

    dapat dipakai selama 24 jam untuk jarak sejauh kita mampu menempuh. Bayangkan, berapa ribu

    yen bisa dihemat dengan cara itu.
 
Tiket diskon itu hanya berlaku untuk kereta biasa atau futsuu yang berhenti di

    tiap stasiun, dan kaizoku yang berhenti di stasiun tertentu. Karena sebagian besar

    perjalanan kami menggunakan kereta futsuu, untuk menuju ke kota tertentu, kami

    harus turun di suatu stasiun, lalu pindah menuju platform tertentu. Untuk sekali

    perjalanan kami bisa pindah platform 3 - 4 kali. Terkadang kami harus berlari

    karena kereta api di platform akan berangkat tiga menit kemudian.
 
Untuk menggunakan kereta api reguler dengan tiket diskon tersedia buku petunjuk, tentu

    dalam bahasa Jepang. Buku itu sangat compact dan memuat lengkap jadwal penerbangan

    dan kereta api di seluruh Jepang. Ukurannya ada yang sebesar buku telepon, ada pula yang

    cuma sekamus saku. Untuk membacanya kami "menculik" orang-orang Jepang yang

    dapat berbahasa Inggris, mulai petugas International Office, petugas perpustakaan, hingga

    teman-teman kampus. Dari mereka kami mencatat jam dan nama stasiun yang harus disinggahi.

    Sedangkan untuk tahu nomor platform stasiun, kami harus aktif bertanya saat berada

    di stasiun itu.
 
Demi kenyamanan perjalanan, karena Agustus adalah bulan liburan musim panas, kami

    sepakat memesan tempat penginapan jauh hari sebelumnya. Lagi-lagi kami harus

    "menculik" orang Jepang untuk pesan tempat per telepon. Pernah saya coba

    melakukannya sendiri. Hasilnya? Tulalit!
 
Tanggal 9 Agustus 1997 kami - saya, Gitte, Steen, dan Prana - memulai perjalanan ke

    arah timur Pulau Honsyu. Kota tujuan pertama adalah Kurashiki dan Okayama. Suasana Okayama

    tidak jauh berbeda dengan Hiroshima. Di sanalah untuk pertama kalinya saya menginap di

    wisma pemuda yang rapi dan bersih. Tak cuma tempat tidur laki-laki dan wanita terpisah,

    tapi laki-laki juga dilarang keras masuk ke ruang tidur wanita.
Semua fasilitasnya bergaya Jepang, mulai matras futon sampai

    kamar mandinya. Di dinding kamar mandi tertera petunjuk mandi ala Jepang dalam berbagai

    bahasa. Caranya, mula-mula siram badan dengan air shower dan gosok badan

    bersih-bersih dengan sabun. Setelah dibilas, baru berendam dalam bak besar berisi air

    panas. Tapi berendam di air yang panasnya bukan main-main di cuaca sepanas 33o

    C? No way!
 
Saat berjalan-jalan mengunjungi objek wisata, kami memanfaatkan loker koin di stasiun

    kereta api. Sewa loker berukuran besar seharga 600 yen, sedangkan yang kecil 300 yen.

    Suatu hari, seperti biasa kami menyimpan tas besar di dalamnya. Saya dan Prana selesai

    duluan, lalu saya cuci mata melihat suvenir yang dijual di kios-kios. Gitte dan Steen

    masih sibuk memasukkan tas mereka yang memang lebih banyak.
 
Ketika menyusul kami, mereka berdua tampak kesal sekaligus geli. Pasalnya, beberapa

    menit yang lalu, saat loker sudah terkunci, Gitte baru sadar kalau botol minumnya

    tertinggal di dalamnya. Ia minta Steen membuka lagi loker. Ternyata, loker tidak bisa

    dikunci kecuali mereka memasukkan uang 600 yen lagi. Rupanya, mereka tidak memperhatikan

    tulisan di loker bahwa sewa berlaku sampai dua hari. Sejak itu kami menjuluki botol

    minumnya the six hundred mineral water. Bayangkan, harga sekaleng minuman ringan

    cuma 110 yen.
 
Siap tidur di dapur

    Dari Okayama kami ke Kyoto, pusat kebudayaan Jepang. Seorang pria tua Jepang yang pernah

    bekerja di Mitsubishi Indonesia pada awal kemerdekaan Indonesia membandingkannya dengan

    Yogyakarta, pusat budaya Jawa yang bukan ibu kota meski pernah menjadi ibu kota. Ia

    memberi tahu, untuk mengunjungi Kyoto Imperial Palace perlu mengajukan izin berbulan-bulan

    sebelumnya. Untungnya, kami tidak menemui masalah itu. Dua minggu sebelum berangkat, kami

    menelepon ke sana. Petugasnya cuma mensyaratkan kami mengisi formulir dan menunjukkan

    kartu registrasi saat berkunjung ke sana.
 
Karena tinggal tiga hari di Kyoto, kami memutuskan untuk menyewa sebuah wisma pemuda

    yang harga sewanya tertulis paling murah di "Lonely Planet", yaitu Tani House.

    Di wisma ini kami bertemu orang dari berbagai negara, Amerika Utara, Australia, Rusia,

    Eropa Utara dan Timur. Tampaknya, reservasi tidak berlaku di sana, semua backpacker

    pasti ditampung, asalkan mau tidur di lorong, bahkan di dapur. Maka, menjelang pukul 22.00

    saat sang nenek pemilik wisma mulai menggelar matras futon, bersiap-siap pulalah

    menandai tempat kita dengan menaruh tas atau barang lainnya di atas kavling futon.

    Bila tidak, siap-siaplah tidur di lorong atau di dapur.
 
Di Tani House saya dan Gitte kembali ke selera asal masing-masing. Saya asyik ngobrol

    dengan Rosanabe, kandidat doktor dari Filipina, sedangkan Gitte sibuk bercakap-cakap

    dengan pasangan Denmark yang sedang ikut turnamen karate.
 
Soal kebersihan Tani House - menurut standar Jepang - termasuk jorok sekali. Di WC

    tercium bau kotoran tikus. Demikian pula kebersihan kamar. Suatu malam saya menaruh

    minuman ringan di samping futon. Esok paginya saya mendapati bangkai kecoa di

    dalamnya. Saat itu, saya cuma bisa berdoa agar jangan sakit berat, karena di Jepang biaya

    rumah sakit luar biasa mahal.
 
Bicara soal jorok, saya ingat kejadian di Stasiun Okayama. Saat itu Gitte sedang

    menyiapkan makan siang di platform stasiun. Waktu yang singkat itu saya manfaatkan

    ke toilet. Meski sama-sama jongkok, bentuk kakus Jepang sangat berbeda dengan kakus

    Indonesia. Kakus umum di sini menebarkan bau amonia, belum lagi ceceran buang air besar.

    Kebetulan benda itu saya dapati di salah satu WC, sedangkan WC sebelahnya … malah lebih

    parah. Namun, karena sudah tidak tahan, saya "kuat-kuatkan" pula buang hajat di

    sana. Itu belum cukup. Gitte ternyata membuat sandwich isi ikan tuna kaleng yang

    berwarna coklat kekuningan. Celaka! Tapi apa daya, daripada lapar atau membuang uang 500

    yen untuk makan siang, sandwich itu tetap saya sikat.
 
Berdasarkan info dari kiri dan kanan futon, kami jadi tahu, ada tiket terusan

    bus kota di Kyoto. Jangan pernah mengira bisa mengunjungi berbagai objek wisata dengan

    berjalan kaki, karena Kyoto termasuk kota besar. Jadi, kami membeli tiket itu di stasiun subway

    terdekat. Selain tiket kami juga mendapat peta Kyoto, letak objek wisata, plus jalur bus

    untuk ke sana.
 
Kami mengunjungi setengah lusin kuil di Kyoto. Itu pun hanya yang terkemuka, karena di

    Kyoto ada puluhan kuil yang masing-masing mengutip tiket masuk sekitar 500 yen. Kebanyakan

    orang Jepang menyarankan untuk melihat Kinkakuji (Kuil Emas), Ginkakuji (Kuil Perak),

    Kiyomizudera, dan kuil Buddha Zen yang terkenal, Ryoanji. Kuil Emas benar-benar

    spektakuler, luar biasa indah di tengah terik matahari musim panas.
 
Lain lagi dengan Kyoto Imperial Palace yang tampak kalah megah dan berwibawa

    dibandingkan dengan istana milik shogun. Saat itu kekuasaan politik shogun

    memang lebih besar daripada kaisar. Istana shogun banyak dihiasi lukisan artis

    terkenal zaman itu serta dihampari ribuan tikar tatami. Namun, yang istimewa adalah

    perlengkapan berupa alarm tradisional. Setiap ada yang melangkah di lantai seputar istana

    akan terdengar bunyi decit halus. Lantai itu dirancang sedemikian rupa hingga akan

    ketahuan bila ada yang menyelinap.
 
Makan Makudonarudo

    Setelah tiga hari di Kyoto kami ke Nara, ibu kota Jepang kuno sebelum pindah ke Kyoto.

    Suasana Nara terasa sangat sejuk dan jauh dari hiruk-pikuk, berbeda benar dengan Kyoto

    yang penuh turis. Di sana kami menyewa ryokan atau penginapan ala Jepang, hingga

    bisa lebih mendapat privasi setelah empat malam berbaur dengan berbagai bangsa.
 
Setelah bosan dengan aneka kuil dan makanan Jepang, di Nara kami hanya mengunjungi satu

    kuil terkenal yaitu Todaiji. Di dalam bangunan kayu itu ada patung Buddha raksasa dari

    perunggu setinggi lebih dari 10 m. Dapat dibayangkan berapa tinggi bangunan yang didirikan

    sepuluh abad silam itu. Untuk makan siang, kami memilih Mc Donald’s. Di Jepang Mac

    Donald’s ditulis dengan huruf katakana sehingga menjadi Makudonarudo.
 
Setelah seharian di Nara, esoknya kami berpisah. Gitte dan Steen menyusur pantai utara

    Pulau Honsyu dengan kereta api, sedangkan saya bersama Prana meneruskan ke Timur menuju

    Tokyo. Inilah saat yang saya nantikan. Teman-teman mahasiswa Indonesia

    "mengompori", kedatangan saya ke Jepang belum sah kalau belum ke Disneyland.
 
Di tengah perjalanan kami berhenti di Stasiun Fuji untuk makan siang. Sayangnya, langit

    mendung. Lenyaplah kesempatan melihat Gunung Fuji. Apalagi saat itu musim panas, maka

    puncaknya tak bersalju.
 
Sesampai di stasiun Tokyo kami berpisah. Prana menginap di Ryokan yang di pusat kota,

    sedangkan saya memilih kawasan Universitas Chiba, tempat tinggal Ika, teman saya dari

    jurusan Hubungan Internasional UGM, yang juga menjadi mahasiswa pertukaran di sana.

    Sesampai di Chiba, setelah makan malam, saya langsung pulas, sedangkan Ika bermain kembang

    api bersama teman-teman Jepangnya.
 
Esoknya saya, Ika, dan Honggo - mahasiswi Chiba yang belajar bahasa Indonesia - bertemu

    dengan Prana di Disneyland. Saat itu liburan musim panas, bisa dibayangkan betapa sesaknya

    Disneyland. Untungnya, sifat orang Jepang yang teratur dan sabar membuat segalanya tetap

    menyenangkan. Apalagi saat itu saya melihat parade tokoh-tokoh Disney yang hanya bisa saya

    lihat di televisi.
 
Saat itu tanggal 15 Agustus. Dua hari lagi perayaan kemerdekaan Indonesia. Teman-teman

    di Hiroshima sudah me-wanti-wanti untuk datang ke upacara bendera 17 Agustus dan

    latihan vocal group untuk mengisi acara resepsi dengan Dubes RI di Righa Royal

    Hotel, Hiroshima, pada 24 Agustus. Tidak ada pilihan lain, saya harus pulang besok setelah

    seharian bersenang-senang di Disneyland. Prana berencana pulang dua hari belakangan dengan

    tiket diskon.
Untuk

    pulang, dari Tokyo harus berhenti di Kyoto kemudian melanjutkan ke Hiroshima. Total waktu

    yang dibutuhkan dari Tokyo ke Hiroshima dengan tiket diskon adalah 16 jam. Menurut

    perhitungan, saya bisa sampai Hiroshima tengah malam bila naik kereta paling pagi dengan

    tiket diskon. Saya sudah berantisipasi kalau kehabisan kereta saya akan tidur di stasiun,

    sementara barang-barang dimasukkan di loker.

   
Celakanya, saya terlambat bangun karena weker Ika macet. Saya langsung cuci muka, dan

    lari ke stasiun. Akhirnya, saya benar-benar menempuh Tokyo - Hiroshima sendirian dengan

    tiket diskon. Yang paling mendebarkan bila harus pindah kereta api. Kalau sampai salah

    naik jalur, saya bisa tersesat. Selama perjalanan itu saya lima kali ganti kereta api.

    Buku bacaan pun jadi tidak menarik. Kadang saya tidur dengan perasaan waspada. Masalah

    lain, waktu tempuh 16 jam membuat saya kedinginan di musim panas, karena mesin pendingin

    di kereta api dipasang maksimum. Sungguh membosankan, sampai-sampai saya sempat bersumpah

    tidak mau naik kereta api lagi.
 
Pukul 24.00 kereta api saya masuk stasiun Hiroshima. Sebetulnya ada kereta api menuju

    stasiun dekat rumah kami di kawasan Gion Asaminamiku, tapi karena sudah benar-benar bosan

    di kereta api, saya memilih naik taksi.
 
Di rumah saya mendapati Gitte dan Steen dengan kulit kemerahan terbakar sinar matahari.

    Padahal menurut jadwal, mereka seharusnya masih di pantai Hamada. Ternyata mereka

    membatalkan rencana itu.
 
"Dhorothea, ada pesan di atas mejamu, temanmu dari Saijo menelepon," Gitte

    menyambut saya. Isi pesan itu: Dhorothea, ditunggu kedatanganmu di Saijo besok pagi

    pukul 08.00.
 Saijo yang ada di Timur Hiroshima biasa dicapai dengan kereta api selama

    30 menit. Saya cuma tersenyum kecut. Kencan saya dengan kereta api belum berakhir. (Dhorothea

    Triarsari)


Read more: http://www.travelpod.com/travel-blog-entries/ririe.rm/1/1280249010/tpod.html#ixzz1KVk2M1qV

Liburan murah ke Singapura


Liburan murah ke Singapura ala Backpackers

25032009
Dulu kalau ada orang yang main/jalan-jalan ke Singapura diidentikan dengan orang kaya, orang yang bisa menghabiskan jutaan bahkan puluhan juta hanya untuk jalan-jalan dan belanja di negeri singa itu. Tapi sekarang pemikiran itu harus diubah, soalnya ada beberapa tips dan trik “bagaimana bisa maen ke Luar Negeri khususnya ke Singapura dengan biaya murah-meriah” .
Jika kalian bermaksud maen ke singapura dengan budget minim, ikutin jejak saya :)jejak backpacker. Saya melancong di negeri singa itu selama 4 hari menghabiskan biaya kira2 sebesar Rp. 2.500.000 sudah termasuk semua (mulai dari tiket bus,pesawat, kapal laut cepat, penginapan, tiket MRT / kereta subway, kereta monorail,wahana di sentosa island, makan sampai oleh-oleh) rinciannya akan saya perlihatkan nanti.
Ada 2 jalur untuk sampai ke singapura, pertama langsung ke singapura lewat bandara changi yang kedua via batam dulu ( via batam jauh lebih murah). Jalur via batam ini merupakan jalur utama bagi backpacker soalnya biayanya murah-meriah dan bisa jalan2 juga di pulau batam (sambil menyelam minum air lah).
Langkah awal bagi orang yang berminat jalan-jalan ke singapura adalah mempelajari tips dan triknya. Yang akan saya sharing adalah jalur via batam (soalnya itu jalur yang telah saya lalui)
Pertama harus searching tiket pesawat yang murah-meriah (via batam lebih murah). Kemarin saya dapat tiket air asia ke batam pulang pergi sebesar Rp.195.000 ditambah dengan nyewa bagasi+Admin fee+VAT dan asuransi menjadi Rp.442.900 Pulang Pergi (masih terbilang murah) sebetulnya bisa lebih murah lagi kalo kita tidak nyewa bagasi dan tidak bayar asuransi (itu pilihan). Biasanya kalau mau mendapatkan tiket murah airasia harus beli beberapa minggu/sebulan sebelumnya via internet (bisa dibayar dengan mandiri debit atau semua kartu kredit)
Kedua harus bisa membuat jadwal kegiatan dari keberangkatan sampai kepulangan. Soalnya kita harus bisa disiplin dengan waktu, hal ini dikarenakan kalau kita terlambat naik pesawat atau kapal cepat (penyebrangan laut) kita akan kehilangan uang kita dan kita harus beli tiket pada hari itu juga yang harganya jauh berlipat-lipat. Oia kita juga harus mempersiapkan segala hal yang berhubungan dengan administrasi contohnya Paspor dan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Sekarang pergi ke luar negeri kita tidak usah bayar fiskal kalau kita punya NPWP. Kalau kita tidak punya NPWP kita harus bayar Rp. 2 juta via udara dan Rp. 1 Juta via laut. Jadi kalau kita via batam tidak punya NPWP kita harus mengeluarkan Rp.1 jt. Saya dan teman saya sudah mempersiapkan itu jauh2 hari. Jadi kita bikin NPWP sebulan sebelum keberangkatan. Meskipun gaji saya dan teman saya tidak kena pajak (karena gajinya kecil) dan teman saya yang satu lagi belum punya kerja alias nganggur tapi tetap saja kita bisa bikin NPWP, karena NPWP itu hak warga negara. (alasan kita sih biar kita gratis ga bayar fiskal hehehehe)
Ketiga, setelah bikin jadwal kegiatan, kita harus bisa memperkirakan biaya yang akan dikeluarkan selama perjalanan dan waktu kita berada di sana. Soalnya di singapura serba mahal, saya contohkan air mineral merk Aqua (yang sama persis seperti di Indonesia) di sana seharga sekitar S$ 1.8 atau kalau di Rupiahkan sebesar Rp.14.400 yang kalau kita bandingkan beli di supermarket di Indonesia aqua hanya sekitar Rp.1.400. jadi harga aqua di singapura 10x lipat dari indo. Jadi harus bisa nyari tempat makan yang murah meriah di sana.
Perjalanan
Saya bersama 2 teman saya ke singapura diawali dengan mimpi, mimpi jalan2 dengan budget minim dan ternyata mimpi itu jadi kenyataan. Kita membeli tiket airasia untuk pulang pergi seharga Rp.442.900. Keberangkatan dari Jakarta ke batam pukul 08.50 pagi, dari bandung saya naek bus prima jasa di Bandung Super Mall (BSM) yang langsung ke bandara seharga Rp.75.000 pukul 04.00 dan tiba di bandara pukul 06.50. biasanya maskapai penerbangan menginginkan kita sudah ada di bandara 2 jam sebelumnya atau max 45 menit sebelumnya, karena kita tidak mau ambil resiko ketinggalan pesawat, jadi kita sudah hadir 2 jam sebelumnya. Di bandara kita harus membayar airport tax sebesar Rp.30.000 (karena domestik) pulang dari batam-jakarta pun sama. Kalau internasional taxnya Rp. 100.000.
Perjalanan dari jakarta ke batam hanya memakan waktu 1.5 jam. Setelah kita sampai di batam center saya punya tips agar beli tiket kapal cepatnya (kapal laut) di bandara karena harganya lebih murah 2 dolar. Ada beberapa jasa / merk kapal cepat yang melayani rute batam-singapore. Dan ada beberapa tempat keberangkatan di batam dan beberapa tempat pelabuhan di singapura. Tapi yang saya ambil yaitu kapal cepat namanya Batam Fast dengan jalur Batam center – Habourfrount (singapore). Harga kapal cepat kalau beli di bandara itu dengan singapore Dollar (S$) 18 untuk pulang pergi atau kalau dirupiahkan menjadi (20 feb 09) S$ 18 x Rp.7.890 = Rp.142.020, tapi harus dibayar dengan dolar singapura, yang saya dengar kalo dibayar dengan Rupiah harganya menjadi lebih mahal. Jadi kita harus punya uang dollar singapuranya sebelum kita ke batam atau singapura. Jadi tukarkan Rupiahnya sebelum pergi. Setelah sampai di Batam saya langsung pergi ke batam center untuk naik “kapal laut cepat” menuju singapura. Sebelum saya naek kapal laut tsb saya jalan2 dulu di mall yang ada di batam center (ditraktir ma temen yang sengaja janjian di batam hehehe lumayan pengiritan) oia dari bandara batam ( Hang Nadim) menuju ke batam center itu tidak ada angkot harus dilalui dengan Taxi (kebetulan temen yang tadi bawa mobil jadi saya dianterin ke batam centernya ) lumayan gratis lagi hehehe. Harga taxi menuju batam center itu harganya flat yaitu Rp. 70.000 harga itu pun sama dari arah batam center ke bandara. Biaya itu bisa dibayar patungan jadi kalo kemaren kita ber 3 perorangnya sekitar 25rb. Kalo kamu pergi sendiri cari aja di bandara orang yang mau ke batam center (biasanya gaya orang yang mau ke singapura itu beda hehehe agak gaya). Di pelabuhan batam center kita diperiksa karcis kapal cepat (yang sudah saya beli di bandara hang nadim) satu karsis itu terdapat potongan untuk pulang pergi, jadi jangan sampai hilang potongan untuk kembalinya, karena kalau hilang kita harus beli karcis untuk kembali ke batam yang harganya akan lebih mahal. Di Pelabuhan batam center kita harus bayar seaport tax sebesar $ 7. Selain diperiksa karcis kita juga harus mendatangi konter fiskal, tapi jangan khawatir bagi yang sudah punya NPWP tinggal memperlihatkan saja NPWPnya, gratis fiskal. Setelah itu sewaktu kita mau masuk ke ruang tunggu untuk naik kapal cepat, kita diperiksa kelengkapan oleh pihak imigrasi batam yaitu paspor dan barang bawaan kita, setelah itu menunggu kapal laut cepat untuk menyebrang ke singapura. Perjalanan via laut menggunakan kapal laut cepat itu memakan waktu 1 jam, di atas kapal kita bisa melihat-lihat pemandangan sekitar. Sebab ada 2 tingkat, tingkat paling atas bisa lihat langsung ke laut soalnya tidak menggunakan kaca, lantai bawah bisa dipakai istirahat, di sana lumayan nyaman dan bersih serta ada TV yang biasanya mereka memutar film DVD. Kabar terbaru untuk warga bandung yang mau ke Singapura sekitar seminggu yang lalu ( mg ke-1 maret 2009) sudah ada penerbangan langsung dari Bandung ke Singapura menggunakan airasia, jadi perhitungan2 di atas abaikan saja. Dan ternyata juga harganya murah sekitar 660.000 PP. kalau dihitung-hitung sama saja dengan jalur via batam, sebab kalau via batam harus bayar kapal cepat dll. Ya… itu terserah kalian, apakah mau jalan2 dulu ke batam atau langsung ke singapura….. mangga, kalau via batam ke singapura kita memakai semua jenis kendaraan mulai dari bus,pesawat,taxi,kapal laut cepat), kereta api monorail dan subway dengan konsekwensi makan waktu (emang jalan-jalan).
Di Harbourfront Singapura
Setelah 1 jam perjalanan kami tiba di Singapura tepatnya di Harbourfront tempat berlabuhnya kapal laut cepat. Yang harus dipersiapkan sewaktu sampai (kalau bisa sebelum sampai) adalah berkas-berkas administrasi yg tdd paspor dan formulir kedatangan untuk pihak imigrasi singapura (formulir akan diberikan sebelumnya di konter kapal cepat sebelum keberangkatan, mereka akan mengisikannya sesuai dengan paspor). Kebetulan pas di konter Imigrasi form isian ada yang belum diisi yaitu berapa hari akan tinggal di singapura dan akan tinggal dimana, saya jawab saja 4 hari dan akan tinggal di daerah bugis. Sebetulnya sbg warga asia tenggara kita bisa tinggal maksimum 30 hari tapi karena saya sudah beli tiket pesawat dan kapal laut untuk pulang pergi dengan tanggal yang sudah ditentukan jadi saya bilang aja 4 hari. Setelah selesai dengan semua hal yang berhubungan dengan administrasi kita langsung melihat-lihat singapura, soalnya pelabuhan Harbourfornt itu bersatu dengan sebuah pusat perbelanjaan (Mall) namanya Vivo City. Mallnya lumayan besar, di situ kami istirahat sebentar dan foto-foto dulu di depan Mall, ada air mancurnya. Di Vivo city itu juga langsung terhubung dengan MRT (Merit Rapid Train) /kereta bawah tanah yang bersih dan cepat. Jadi kita karena sudah punya bayangan mau tinggal di daerah Bugis kita langsung menuju MRT. Sebelumnya kita harus beli dulu kartu MRT. Karena saya sudah punya kartunya ( minjam dari teman di bandung hehehe) jadi tinggal isi ulang saja. Karena kedua teman saya belum punya kartu MRTnya jadi mereka harus beli MRT seharga $15 yang isinya terdapat $10 dan yang $5 untuk biaya pembuatan kartu yang bisa dibeli diloket MRTnya. Memakai MRT terbilang irit sebab saya beli $10 selama 4 hari masih tersisa $4, saya kemana-mana menggunakan MRT dan jalan kaki tentunya sebab di dalam MRT kita tidak bisa lihat apapun soalnya didalam tanah. Kita bisa mempelajari jalur-jalur MRT, gampang ko, jadi kita bisa kemana pun tanpa harus keluar dulu dari MRT, ada 3 lajur utama di MRT, semua lajur bisa dilihat sebelum kita naik MRTnya.
Penginapan
Kita langsung meluncur menuju bugis menggunakan MRT, sesampainya saya di bugis tepatnya di Bugis Junction (sebuah Mall lagi) karena setelah saya teliti ternyata statiun MRT itu selalu terhubung dengan pusat perbelanjaan (emang singapura itu negeri dengan banyak Mall hehe) saya langsung mencari penginapan alias Hostel yang telah saya bidik sebelumnya melalui internet. Kita pilih hostel bukan hotel karena tema saya berlibur itu ala backpacker meskipun sebenernya saya bawa ransel dan koper juga hehehe (bawaannya banyak dan agar oleh2 bisa masuk juga :) ). Karena hostelnya tepat berada didepan Bugis Juction namanya An chew hostel ternyata penuh karena pas hari sabtu alias weekend, setelah itu saya coba disekitarnya tapi disana tetap penuh , saya minta rekomendasi di mana ada hostel yang kosong dan mereka memberikan rekomendasi di ABC BackPackers Hostel masih di daerah bugis tapi harus jalan lagi selama 10 menitan (sekalian jalan-jalan). Lokasi Hostelnya dekat dengan sebuah masjid yang terkenal dengan naman masjid Sultan. Setelah sampai di lokasi ternyata Hostelnya itu bersih dan tidak naik tangga alias di lantai 1. Hostelnya itu ternyata baru berdiri 2 mingguan. Karena baru Hostelnya nyaman, perabotannya pun segala baru mulai dari tempat tidur, bangunan sampai-sampai pas kita sampai masih tercium bau catnya. Tempatnya nyaman untuk ukuran backpackers, di sana ada berbagai harga mulai dari $14, $17 dan $20, karena yang $14 sudah penuh maka kita pilih yang $17 semalam. Jadi saya bersyukur sekali bisa menginap di ABC Backpackers hostel karena biasanya hostel-hotel yang lain itu berada di lantai 2 dan tempatnya sempit. Untuk keterangan lebih bisa dilihat di http://www.abcbackpackershostel.com/ atau kalian bisa mencari di tempat lain cari aja di google “hostel in singapore” atau di website airasia.com juga tersedia. Di hostel itu saya bertemu dengan para backpackers dari berbagai macam negara mulai dari malaysia, korea, japan, amerika sampai eropa. Karena kita menyewa yang $17 permalam maka satu kamar terdiri dari 6 tempat tidur. Laki-laki dan perempuan dicampur tapi kalo untuk para kaum hawa yang mau menyewa hanya untuk perempuan saja tinggal bilang ke resepsionisnya. Kebetulan pas kita tidur disana malam minggu (malam yang ke-1) ada seorang ibu yang sekamar dengan kita yang berasal dari malaysia. Malam-malam berikutnya semuanya laki-laki. Dan jangan lupa hampir di setiap hostel backpacker sarapan diberi dengan gratis. Di ABC Backpackers hostel selain sarapan gratis (meskipun menunya menu orang barat alias roti)juga peralatan dapur bisa kita pakai seperti pemanggang roti, kulkas dan microwave. Dan setiap peralatan yang telah kita pakai seperti gelas dan piring kita diminta mencuci sendiri dan menyimpannya kembali ditempat semula. Oia ada jalan yang bisa gratis tidur di singapura yaitu kalian bisa ikut www.couchsurfing.com di sana kalian bisa mencari teman untuk bisa ditinggali dan kalau bisa dia jadi tour guide juga. Yang saya tau para backpacker menggunakan website ini, kalian bisa mempelajarinya sendiri.
Di Singapura City
Hari pertama kami di sana sudah siang… setelah menemukan hostel dan beristirahat beberapa jam, malam harinya kita lihat-lihat pemandangan kota (sebab daerah bugis bisa dikatakan daerah pusat kotanya) setelah shalat di Masjid Sultan kita makan di Restoran di depan masjid, restoran milik orang keturunan arab. Kita makan kayaknya kemahalan untuk ukuran backpacker rata-rata makan di sana sebesar S$ 7, harusnya ukuran backpackeran yang 3-4 dolar singapur. Setelah kenyang kita jalan kaki menuju Mustafa center . Di sana (Mustafa) mallnya buka 24 jam, kita di sana sampai jam 1 malam. Ada berbagai macam barang yang dijual mulai dari elektronik sampai dengan sabun mandi. Tapi Mustafa center itu banyak orang Indianya dan mallnya juga tidak mewah, ya.. Kalo di bandung mah kayak di pasar baru. Lumayan cape juga…. Selama perjalanan ke mustafa itu melewati Little India dan China town. Setelah berputar-putar sekian jam di sana kita langsung pulang lagi ke hostel tentunya jalan kaki lagi (sambil lihat-lihat pemandangan malam hari di singapura). Lumayan “cararangkeul oge” (pegel seharian jalan-jalan).
Hari Kedua, hari minggu, diisi dengan foto-foto disekitar bugis setelah itu tujuan kami adalah Sentosa Island. Di pulau itu kami bermain seharian penuh sampai larut malam. Untuk menuju pulau sentosa ada 3 jalan, yang pertama kalau punya mobil pribadi / naik bus khusus warna orange bisa lewat jembatan, yang kedua adalah cable car atau kereta gantung (seperti yang ada di TMII) harganya $12 PP atau yang ketiga yang murah meriah yaitu menggunakan monorail seharga $3 PP. Karena temanya backpacker kami menggunakan monorail. Untuk menggunakan monorail menuju Sentosa Island kami harus pergi dulu ke Vivo city (Mall yang nyambung dengan Habour front tempat berlabuhnya kapal cepat). Pembelian tiketnya ada 2 cara yaitu mengantri beli ke tiket booth atau mengantri ke mesin otomatis. Jadi di singapura itu banyak mesin2 yang kita hanya memasukan uang ( koin/kertas) bisa mengeluarkan makanan/minuman/karcis/kartu prabayar subway. Perjalanan menggunakan monorail tidak terasa hanya sekitar 5 menit sudah sampai (soalnya jaraknya deket tinggal menyeberang). Pemberhentian di pulau sentosanya kalau tidak salah ada 3 tempat, saya turun di tempat terakhir yang deket ke pantainya. Setelah turun kita langsung pengen mencoba naik luge+skyride (gocar tanpa mesin yang hanya mengandalkan gaya gravitasi), harganya $10 sudah termasuk skyridenya. Jadi sebelum naik luge kita harus naik dulu ke bukit menggunakan skyride. Setelah puas bermain luge skyride kita langsung pergi ke pantai yang dekat dengan luge skyride itu, kita di sana berenang, di pantai itu banyak keluarga (komplit ma anak2 kecil) expatriat. Pasir di Pulau sentosa itu berwarna putih, pasirnya itu berasal dari pulau-pulau Indonesia. Semua pantai di sana adalah pantai buatan jadi kalo di bandingkan keindahan pantainya dengan pantai yang indah di Indonesia itu jauh sekali. Setelah kita membilas badan kita, kita langsung jalan-jalan menuju Patung Merlion yang ada di Pulau tersebut. Di sana kita berfoto-foto ria berjalan menyusuri pulau itu… setelah kita merasa cape jalan-jalan seharian trus kita langsung beli tiket untuk pertunjukan “Song of The Sea” seharga $ 8, sambil menunggu pertunjukan yang akan di mulai jam 18.30 kita mencoba bus gratis untuk menyusuri pantai yang ada di pulau sentosa dan ternyataaaa pantai di sebelah ujung ( namanya Tanjong Beach) pantainya banyak anak mudanya, mereka main voli pantai, berjemur dan berleha-leha, beda sekali dengan pantai yang tadi kita berenang yang banyak anak kecilnya. Kita sedikit menyesal kenapa tidak berenang di sini, karena kita tidak tahu maka hal ini jadi pelajaran, kalau ke sana lagi langsung menuju pantai itu :). Karena kita sudah membilas dan kita hanya punya waktu sedikit (30 menitan) jadi kita di sana hanya sebentar, setelah itu menuju tempat pertunjukan “Song of The Sea”.
Pertunjukan “Song of The Sea” merupakan pertunjukan air mancur yang dipadukan dengan teknologi laser. Pertunjukannya lumayan meriah dan dipadati oleh pengunjung (mungkin pas hari minggu). Acara dimulai dengan munculnya beberapa orang menari dan menyanyi (lip sing pastinya) setelah itu baru muncul pertunjukan air yang digabungkan dengan laser yang membentuk suatu karakter kartun dan mengalirlah satu cerita. Setelah terpukau oleh permainan air, laser dan api, kita langsung pulang (sebelumnya foto-foto dulu tentunya) menuju vivo city. Meskipun sudah cape dan hanya punya tenaga yang tinggal sedikit tapi kita tetap jalan-jalan di mall tersebut. Setalah makan dan jalan-jalan di sana dan ngobrol dengan orang Indonesia yang secara tidak sengaja bertemu di sana, kita langsung pulang menuju Hostel menggunakan kendaraan favorite yaitu MRT. Sesampainya di hostel dengan keaadan cape tapi kita tidak langsung tidur tapi ngobrol dan main internte di hostel (karena interntet free 24 jam).
Hari Ketiga bertepatan dengan hari senin 23 Februari 2009, pagi hari kita sarapan di hostel (yang tentunya tanpa biaya alias gratis) dan seperti kegiatan hari kemarinnya yaitu main internet dan ngobrol dengan penghuni hostel yang rata-rata berasal dari Eropa dan asia (korea & jepang), amerika juga ada tapi yang saya tahu sendiri karena sekamar dengan kita. Setelah mandi dan sarapan kita langsung menelusuri singapura lagi mulai dari pencarian gedung “Plaza International” di daerah city hall. Kita di Plaza International itu bermaksud untuk melamar pekerjaan di perusahaan-perusahaan International yang ada di Singapura, dan setelah berkeliling gedung lantai demi lantai ternyata Hampir semua perusahaan membuka lowongan hanya untuk orang singapura dan PR (permanent Residence) di singapura. Mereka menyarankan melamar via internet. Ok setelah dari gedung itu kita lihat-lihat keadaan dan suasana hiruk-pikuk perkantoran di sana, kita makan siang di daerah perkantoran dan ternyata di sana juga terdapat makanan yang murah meriah, ada burger seharga 1.8 dolar singapura atau setara dengan Rp. 12.000an, termasuk murah kalo di singapura. Ada makanan berbagai macam mie seharga rata-rata S$ 3. setelah puas makan siang dan di luar dalam keadaan hujan rintik-rintik kita langsung bergegas mencari tempat wajib yang harus disinggahi kalau mengunjungi singapura yaitu patung merlion. Setelah mencari-cari kita langsung menemukan tempat itu karena tempatnya tidak begitu jauh dengan Plaza Internatioanl tadi. Di sana kita mengabadikan keberadaan kita di depan gedung Esplanade dan patung merlion tentunya. Setelah puas berfoto ria kita langsung menuju tempat wajib lainnya yaitu “Orchad Road”. Dari Patung merlion menuju Orchad road kita memakai MRT. Untuk mencapai MRT kita harus jalan kaki menuju stasiun terdekat, sambil jalan kaki kita melewati Boat Quey, banyak terdapat rumah makan disamping sungai yang tentunya sungai dan rumah makannya bersih . Setelah meluncur dengan MRT kita sampai juga di tempat surga belanja di sana yaitu Orchad Road. Kita langsung menyusuri jalan tersebut dan sempat shalat juga di Masjid Al-Falah di Orchad Road deket Lucky Plaza dan Elisabeth Hospital. Karena temanya backpacker kita tidak belanja yang mahal-mahal akan tetapi kita belanja yang murah meriah yaitu kita belanja di Lucky plaza. Ternyata harga souvenirnya lebih murah dari yang saya beli di Mustafa center pada hari pertama. Agak sedikit nyesel juga sih kenapa kemaren terburu-buru membeli barang di mustafa center padahal di lucky plaza ini untuk gantungan kunci kita bisa dapet $10 bisa dapet 3 set, kalo di mustafa $8 dapet 1 set. Btw yang lalu biarlah berlalu, cari gampangnya ya… Jd kita beli lagi gantungan kuncinya sekalian beli kaos $10 dapet 3 juga. Setelah berputar-putar di Orchad kita coba makan malam di restoran Indonesia yang ada di Lucky namanya lupa tapi menu utamanya Ayam Penyet, rasanya manyus…. Setelah itu kita langsung meluncur ke Clarke Quey, kali ini kita menggunakan mobil pribadi (mobil pamannya teman, dia juga yang mentraktir makan di ayam penyet tadi, lumayan penghematan hehehe) biasanya kita naik MRT yang didalam tanah tidak bisa melihat apa-apa sekarang kita meluncur diatas tanah jadi bisa lihat keadaan kota secara langsung. Setelah sampai di Clarke Quey kita langsung terpukau dengan ramainya restoran-restoran di samping kanan-kiri sungai (yang tentunya lebih ramai dari Boat Quey). Karena kita sudah makan jadi di Clarke Quey kita tidak makan lagi.
Lelah juga jalan-jalan dari pagi sampai larut malam, karena MRT beroperasi sampai jam 11.45 jadi kita harus berada di MRT sekitar jam 11.00, setelah lelah berkeliling-keliling kota pada hari ke-3 saya bersama dua teman saya memutuskan langsung menuju hostel, beristirahat dan mempersiapkan untuk pulang pada besok harinya.
Hari Keempat alias hari terakhir, di hari terakhir ini kita tidak punya tujuan specifik hanya saja tujuan kita pulang melalui jalur kita masuk, yaitu kita tetap memakai kapal cepat dari Harbourfront di dekat Vivo city dan langsung ke Batam, yang harus diingat adalah jam WIB dan Singapura itu berbeda 1 jam, WIB lebih lambat 1 jam. Jadi Tiket-tiket yang kita sudah beli yaitu kapal cepat dan pesawat air asia (yang dibeli pas keberangkatan ke singapura) ada jadwalnya dan kita jangan sampai tertinggal karena kalau tertinggal kita harus membeli tiket lagi yang tentunya harga untuk sekali berangkatnya sangat mahal. Kita sampai ke Bandung itu sekitar pukul 19.00, tentunya lelah sekali karena rute kita singapura-Batam-Jakarta-Bandung. Seminggu setelah di Bandung ternyata ada Rute baru yang di buka Air Asia yaitu Bandung-Batam yang harganya murah sekali yaitu Rp.300.000 (ditambah dengan lain-lain jadinya Rp.660.000an) Pulang pergi… saya sedikit nyesel tapi ya… gimana kita harus mensyukuri meskipun rutenya jauh tapi tetep murah :) .
Berikut saya cantumkan biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama liburan ke singapura :
1. Tiket Bus Bandung-Jakarta PP Rp. 150.000
2. Tiket Pesawat Jakarta-Batam PP Rp. 442.900
3. Airport Tax PP : 2 x Rp.30.000 Rp. 60.000
4. Seaport Tax : Batam S$ 7
Singapore S$ 20 Rp. 213.030
5. Kapal Cepat Batam-Singapura PP S$ 18 Rp. 142.020
6. Taxi Batam center ke Hangnadim Rp. 25.000
7. Tiket MRT $10 (ada sisa S$4) Rp. 78.900
8. Hostel 3 malam : S$17 x 3 = S$51 Rp. 402.390
9. Makan Rp. 173.580
10. Tikets :
- Monorail to Sentosa = S$ 3
- Luge+Skyride =S$10
- Song of the sea =S$ 8 Rp. 165.690
Total tanpa Oleh-oleh = Rp. 1.853.150
11. Oleh-oleh Rp. 678.445
12. Lain-lain Rp. 50.000
TOTAL Rp. 2.581.955
Jadi Perhitungan di atas itu adalah perhitungan tanpa oleh-oleh Rp. 1.853.150 dan perhitungan total keseluruhan yang mencapai Rp. 2.581.955.
Begitulah kisah saya dalam mengarungi perjalanan panjang menuju singapura, tapi kalau ada yang lebih murah lagi bisa bagi-bagi kisahnya ya kepadaku…. Coba aja cari yang langsung ke singapura tanpa via batam, saya terakhir lihat pakai air asia dan valuair harga tiketnya murah yaitu sekitar Rp. 600.000 untuk Pulang Pergi. Bedanya kalau langsung terbang ke singapura itu adalah masalah airport taxnya yang agak mahal. Yang saya tau sih Rp.100.000. ya bagi kalian yang hendak main ke singapura tanpa via batam trus mendapatkan tiket yang murah sih kenapa engga langsung terbang aja, tapi kalau mahal lewat batam alternative yang bagus, sekalian bisa lihat-lihat di pulau batam….. oia sebetulnya pas kita sudah di singapura kita pengen juga mencoba sekalian ke malaysia karena ada bus yang langsung ke Johor Baru tapi karena planing kita hanya ke singapura dan kita sudah terlanjur beli tiket pulang pergi jadi ke johor barunya ga jadi, kata temen sekamar kita yang berasal dari malaysia, katanya biaya hidup di malaysia lebih murah dari Singapura… tapi mungkin lain waktu kita mengunjungi malaysia dan mungkin sekalian dengan Thailand, ada yang siap liburan ala backpacker bersama saya????….. Semoga uraian saya ini bermanfaat bagi kalian yang hendak bermain ke singapura yang tentunya ala backpacker.
Selamat Berlibur….
Dendy
Singapore
Vivo City tetangga HarbourfrontHarbourfrontABC Backpackers HostelMerliongood viewstatuesong of the seaAnderson Brige

JENIS HOTEL

INGIN TAHU MACAM HOTEL? BERIKUT JENISNYA

**http://www.duniajalanjalan.com


Dari tahun ke tahun, istilah hotel berkembang meskipun sama-sama untuk penginapan, namun beragam jenis dan faktor pendukung hotel tersebut. Agar tidak bingung dengan istilah dan jenis hotel, maka dibawah ini jenis dan fungsi hotelnya.

HOTEL

Hotel sendiri memiliki arti suatu bisnis jasa atau pelayanan yang dijalankan dengan bangunan yang menyediakan akomodasi yang dikelola secara komersial yang disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh pelayanan, baik kamar untuk penginapan dan juga untuk makan dan minum, serta fasilitas pelayanan jasa lainnya.

MOTEL
Singkatan dari "Motor Hotel", yaitu suatu bentuk bangunan yang meneydiakan akomodasi yang dilengkapi dengan ruang parkir mobil atau garasi. Motel umumnya diperuntukan bagi mereka yang suka berpergian bersama keluarga dengan menggunakan kendaraan sendiri. Biasanya motel berbentuk cottage terpisah-pisah, biasanya berlantai satu, atau berlantai dua dimana ruang tidur berada di lantai atas dan garasinya berada di lantai bawah. Istilah lain untuk motel adalah Motor Lodge, Motor Inn, Moberge dan Motor Court.

COTTAGE
Suatu bentuk bangunan yang terdiri dari rumah-rumah untuk akomodasi yang diperlengkapi dengan berbagai fasilitas untuk berkreasi atau bersantai. Kebanyakan cottage berada di area wisata atau resort, baik di tepi pantai maupun di pegunungan.

INN
Jenis hotel dengan menyediakan fasilitas yang dapat memenuhi keinginan para tamu, seperti menyediakan demonstrasi kesenian tari, sehingga tamu dapat belajar menari, atau belajar memahat, melukis, mengukir dan sebagainya, dan biasanya tidak dikenakan biaya.

HOSTEL
Hostel merupakan penginapan dengan biaya murah dan memiliki fasilitas tambahan yang terbatas.

SUITE HOTEL
Suite Hotel merupakan penginapan dengan ruang akomodasi (kamar) yang rata-rata berukuran lebih besar dibanding kamar hotel biasa. Sesuai namanya, maka Suite Hotel memiliki ruangan kamar yang besar, layaknya kamar suite di hotel pada umunya. Ruang tidur tersendiri, terpisah dengan kamar mandi. Terdapat ruang dapur tersendiri. Juga dilengkapi dengan balcony yang dilengkapi meja kursi untuk duduk bersantai sambil menikmati pemandangan luar. Hotel sangat memperhatikan sisi pelayanannya karena dengan sendirinya harga kamar menjadi mahal dan kepuasan tamu menajdi prioritas utama dengan memberikan pelayanan.

CASINO HOTEL

Hotel yang menyediakan tempat khusus kasino untuk para penggila judi, atau berada di dekat lokasi perjudian atau pusat kasino. Hotel jenis ini biasanya didesain sedemikian rupa untuk menjamin kenyamanan tamu mengingat tamu yang datang menginap merupakan orang-orang penjudi dan tentunya yang memiliki uang yang banyak.

CAMP SITE

Tempat menginap yang lebih menyerupai area luas tanpa bangunan megah, namun menyediakan alam terbuka untuk berwisata atau berekreasi dimana para pelancong atau tamu dapat membawa sendiri mobil gandeng atau mobil rumah yang disebut karavan dan diparkir di sana atau dapat menyewa karavan atau tenda yang disediakan oleh pengusaha camp site. Karena digunakan untuk karavan, maka camp site juga sering disebut Caravan Site atau Caravan Hotel.

GUEST HOUSE
Bentuk penginapan yang sederhana dengan fasilitas terbatas. Di Indonesia sering juga disebut wisma. Guest House juga disebut Boarding House atau Pension de Famille.

APARTOTEL, APARTEMENT HOTEL, RESIDENT HOTEL

Aparpotel adalah suatu kelompok unit tinggal yang tergabung dalam suatu bangunan yang umumnya bersusun ke atas atau bertingkat dan dapat disewakan atau dimiliki.

CONDOMINIUM HOTEL

Dalam kompleks bangunan tersebut terdapat beberapa pemilik yang berbeda-beda. Dalam pengelolaan Kondonium ini melibatkan para pemilik untuk dapat memberikan keleluasaan kepada pihak lain untuk menjalankan usaha hotel.

BED & BREAKFAST HOTEL

Hotel jenis ini umumnya hanya menyediakan pelayanan akomodasi dan makan pagi. Kamarnya sendiri tidak terlalu banyak dimana paling banyak sekitar 25 sampai 30 kamar. Pelayanan diberikan denga nuansa yang sangat sederhana dan lebih mirip seperti keluarga. Pemilik usaha sendiri biasanya melayani tamunya langsung. Di Indonesia sering disebut losmen, atau kini dinamakan hotel dengan kategori melati.

SUMMER HOTEL
Hotel yang buka hanya pada saat musim panas. Kondisi ini banyak ditemukan di negara yang memiliki 4 musim, seperti di Amerika, Eropa, dan Jepang.

TIME SHARE HOTEL

Hotel yang menyediakan kamar khusus bagi mereka yang mengikuti program time share yang mana tamu tidak usah lagi repot untuk melakukan pembayaran karena mereka telah memiliki jadwal atau jatah untuk menginap. Time share ini adalah pola yang berkembang di awal tahun 90-an dan salah satu usaha jasa yang memiliki puluhan ribu anggota time share di seluruh dunia adalah RCI, Resort Condominium International dimana RCI mengkoordinasikan hotel-hotel untuk dapat dipergunakan sebagai Time Share Hotel.

HEALTH SPA HOTEL
Hotel jenis ini selain menyediakan akomodasi dan fasilitas hotel yang standard, juga menyediakan fasilitas khusus untuk para tamu yang bermaksud untuk melakukan pengobatan atau perawatan kesehatan, juga tersedia fasilitas oleharaga, perawatan tubuh, dan biasanya dekat dengan alam terbuka di pegunungan.

FLOATING HOTEL
Floating hotel, atau disebut hotel mengapung adalah bentuk akomodasi yang terletak di sungai, kanal, atau laut dengan ciri-ciri khusus seperti menggunakan bentuk sebuah perahu atau kapal laut yang berlayar dari satu tempat ke tempat lain dan memiliki tamu dengan jumlah tertentu selama dalam perjalanan atau trip. Nama lain untuk marine hotel adalah cruise ship, passanger ship, house boat atau aquatel.

MARINA, BOATEL, NAUTE
Marina, boatel, or nautel is a hotel in the river, lake or sea.
Dapat didefinisikan sebagai sebuah bangunan hotel yang berada di sungai, danau atau laut. Bangunan hotel jenis tersebut dapat merupakan bangunan permanen atau dibentuk dari sebuah kapal atau menyerupai sebuah kapal yang diam dengan modifikasi sehingga menjadi sebuah hotel dengan segala fasilitasnya.

TUNE HOTEL
Tune Hotel, adalah sebuah kelompok hotel yang didirikan oleh kelompok penerbangan Air Asia. Sama dengan Air Asia, Tune Hotel tarifnya murah, hanya tarif paling dasar saja, seperti kamar yang bersih, tempat tidur dan pancuran. . Selebihnya harus membayar, seperti membayar handuk, jika tidak membawa, begitupula dengan AC yang dibayar sesuai dengan kondisi, Jika pesan jauh hari akan mendapatkan harga termurah.

Hostel Stadion

stadion-hostelSusah mencari penginapan murah di Skandinavia, termasuk kota Helsinki. Standar biaya hidup mereka yang tinggi mengharuskan hal tersebut. Lama kami mencari informasi tentang penginapan murah di kota, sebelum akhirnya menemukan satu penginapan ini.
Menurut standar kami menginap disini tidak bisa dikategorikan murah. namun inilah penginapan termurah yang bisa kami temukan di ibukota Finlandia ini. Itupun sudah sekitar 70 euro semalam buat sekeluarga. Jika mengingat bahwa tarif hotel kami di Malta plus sarapan tak sampai 70 euro untuk tiga malam, maka tentu saja hostel di Helsinki ini terasa sangat mahal.
Tentu saja tak bisa membandingkan standar harga setiap negara. Untuk ukuran Eropa, penginapan di manapun di Skandinavia rata-rata mahal. Di Jerman, paling murah adalah di Berlin. Di Eropa Timur pun tak bisa disamaratakan. Jika harga penginapan di Republik Ceko dan Polandia relatif murah, di Slowakia dan Slovenia jauh lebih mahal. Mungkin jumlah penginapan yang tersedia ikut mempengaruhi. Sebab di kedua negara terakhir, jumlah penginapannya tak banyak.
Stadion Hpostel mudah ditemukan. Sebab letaknya di bekas stadion Olimpiade di Helsinki. Helsinki pernah menjadi tuan rumah ajang olah raga internasional ini di tahun 1952. Awalnya kami mengira letaknya hostel ini dekat dengan stadion. Nyatanya, di terletak di bangunan stadion. Mungkin dulunya adalah penginapan atlit atau official. Yang jelas di berada di dalam kompleks stadion. Walau hanya menempati dua lantai di Pohjoinen Stadiontie 4.
Resepsionis dan lobi hostel mirip dengan penginapan-penginapan murah yang pernah kami inapi. Penerima tamunya sebagian besar adalah wanita-wanita muda. Bagian lainnya seperti kamar mandi dan interior kamar terlihat tua. Seperti tidak pernah dimodernisasi. Tak ada kamar mandi dan wc dalam di semua kamar di penginapan ini. Kamar mandi dan wc dibuat terpisah antara laki-laki dna perempuan. Ada dapur lengkap dengan peralatan makan, ruang televisi, ruang makan dan perpustakaan. Secara umum, semuanya terlihat bersih dan rapi.
Kamar kami sendiri sebenarnya diperuntukkan untuk 5 orang. Bentuknya memanjang. Pemanas terletak di dekat jendela besar dimana kami bisa melihat anak-anak berlatih sepak bola di sebuah lapangan di seberang hostel. Ada satu kulkas kecil dekat pintu masuk serta satu lemari untuk menyimpan barang-barang kami.
Meski fasilitas minim, suasana internasional di penginapan ini terasa mengesankan. Sebagian besar tamu hostel adalah anak-anak muda usia kuliah. Mereka berasal dari dalam dan luar Finlandia. Ada juga orang-orang tua walau jumlahnya minoritas. Jarang sekali ada keluarga seperti kami. Berasal dari banyak negara berbeda, sesekali kami mengobrol dalam bahasa inggris dengan mereka. Bapak jadi bisa melatih kembali bahasa inggrisnya disini. Sebagian mereka juga memilih memasak sendiri seperti kami. Makanya tak jarang kami bertemu tamu lain ketika sedang memasak di dapur, makan pagi atau malam di ruang makan, atau ketika menonton televisi bersama. Kesan kebersamaan terasa kental disini. Jadi meski penginapan murah, banyak hikmah dna pengalaman menarik bisa diperoleh dnegan menginap di sini.

Daerah Skandinavia terkenal akan kemahalannya. Terasa ketika kami mengunjungi kota-kota di sana seperti Kopenhagen dan Malmo (Swedia). Susah mencari penginapan seharga dibawah seratus euro per malam.
Karena ada tiket murah dari Lufthansa, kami berniat mengunjungi Helsinki di awal bulan Maret nanti. Sebelumnya, kami perhatikan tiket kesana paling murah mencapai 150 euro per orang dengan Finnair. Dari Lufthansa kami dapatkan harga 99 euro pp per orang.
Setelah tiket pesawat di dapat, seperti biasa kami mulai mencari informasi mengenai penginapan murah. Dari booking.com ada apartemen dengan harga hampir 300 euro untuk tiga malam. Lokasi tak terlalu jauh dari pusat kota. Namun beberapa komentar mantan tamu disana membuat hati tidak sreg untuk memilihnya. Hotel-hotel lain, bintang 2 sekalipun bertarip diatas 100 euro per malam. Terasa sangat mahal buat kami. Padahal di Brussel Agustus lalu kami mendapat hotel bintang 3 lengkap dengan sarapan dengan harga sekitar 75 euro semalam. Di Malta malah kami dapatkan hotel seharga tak sampai 30 euro semalam untuk sekeluarga.
Tak berhasil mendapatkan hotel murah, kami melirik hostel. Setelah melihat jaringan youth hostel, kami segera buka situs www.hihostel.com. Ada beberapa hostel tersedia kamar, yakni Eurohostel, Suomenlinna Hostel dan Stadion Hostel. Awalnya kami tertarik dengan Suomenlinna. Ratingnya bagus, tempatnya terlihat nyaman. Eh, ternyata lokasinya tidak ok. Dia terletak di satu pulau yang hanya bisa dicapai dengan feri. Memang ferinya termasuk transportasi umum dalam kota. Namun membayangnya bahwa kami mesti naik feri jika mau jalan-jalan ke kota. Serta saat kembali malam-malam di musim dingin selama 20 menit diatas perahu. Wah meski suka petualangan, dengan dua anak kecil kami pikir lebih baik memilih alternatif lain.
Eurohostel tak terlalu menarik. Pilihan terakhir jatuh pada Hostel Stadion. Letaknya tak jauh dari stadion olimpiade di Helsinki. Artinya juga tak terlalu jauh dari pusat kota. Harganya untuk tiga orang (Adik karena masih dibawah 4 tahun masih gratis) adalah 70,50 euro. Bakal ada potongan bagi anggota youth hostel international sebesar 2,5 euro per malam per orang. Yang artinya harga kamar kami 63 euro per malam. Masih terjangkau kantong. Kami pesan langsung dari website mereka. Dengan memasukkan data diri, tak sampai sehari kami telah dapat email balasan. Setelahnya kami harus verifikasi kartu kredit. Jika dalam 3 hari tidak verifikasi, pesanan otomatis dinyatakan batal. Semoga saja suasana disana nyaman dan menyenangkan.