From: Broadband Economy
Layanan Wireless Broadband Access telah dimulai di Indonesia melalui jasa seluler GSM 3G atau 3.5G (HSDPA) dan jasa seluler CDMA EVDO sejak tahun 2006 oleh para operator jaringan telpon bergerak (mobile). Namun pengalaman para pelanggannya sampai dengan saat ini terasa sangat tidak memuaskan, sebab kecepatan 3,6 Mbit/detik atau 7,2 Mbit/detik seperti yang di-iklankan tidak pernah tercapai, malah makin terasa lamban dan sulit mengakses file-file suara, gambar, video dan multimedia dengan semakin bertambahnya jumlah pelanggan.
Para Operator 3G dan CDMA EVDO kurang memperhatikan segi mutu layanan bagi pelanggan. Mereka lebih konsentrasi kepada diperolehnya peningkatan jumlah pelanggan dengan mengorbankan mutu kecepatan transmisi jaringan. Salah satu penyebab memburuknya layanan adalah karena keterbatasan lebar pita 3G yang dialokasikan bagi tiap operator, yang umumnya hanya 5 MHz. Untuk menambah lagi lebar pita sebesar 5 MHz, para operator diharuskan membayar sekitar Rp 160 milyar sebagai Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) plus Upfront Fee saat lelang jaringan GSM 3G yang lalu.
Diseluruh dunia saat ini sudah ada 4,6 Milyar pelanggan seluler GSM yang umumnya dapat dengan relatif mudah untuk dikonversi menjadi pelanggan mobile broadband wireless 3G, sehingga dengan demikian dipastikan bahwa layanan akses broadband 3G adalah layanan yang mendominasi akses broadband. Dibandingkan dengan layanan akses broadband melalui WiMAX standar 802.16d yang nomadic dan standar 802.16e yang mobile yang jumlahnya hanya beberapa juta pelanggan diseluruh dunia, maka jelas bahwa layanan WiMAX tidak mungkin untuk menyaingi atau mengganti layanan akses wireless broadband 3G. WiMAX akan hanya merupakan komplemen dari layanan akses wireless broadband 3G.
Salah satu solusi yang relatif mudah untuk dilaksanakan untuk meningkatkan mutu layanan jaringan broadband GSM 3G adalah dengan para operator 3G membeli tambahan pita 3G pada 2,1GHz (dengan penurunan biaya BHP oleh Pemerintah) dan bagi para operator CDMA EVDO adalah dengan melakukan merger diantara operator-operator yang berjumlah keseluruhannya 7 operator CDMA EVDO. Dengan demikian lebar pita broadband per operator dapat dilipat-duakan untuk memberikan mutu layanan yang lebih baik, sehingga pengalaman pelanggan (user experience) dapat diperbaiki untuk dapat memunculkan innovasi-innovasi layanan baru yang memuaskan pelanggan, dan meningkatkan traffic serta revenue para operator. Secara keseluruhan industri TIK akan maju dan demikian pula perekonomian nasional akan dapat ditingkatkan secara proporsional (Broadband Economy).