~Dwika
Mengenal Amerika: Liburan “Murah Meriah” Ala Mahasiswa Beasiswa Lintas 4 Negara Bagian
REP | 09 January 2011 | 08:21987 70 4 dari 4 Kompasianer menilai MenarikTernyata, dengan bekerja keras dan berdoa, seliar apapun mimpi yang kita miliki bisa jadi kenyataan. Siapa sangka seorang anak tukang gorengan dan ayah pengangguran bisa kuliah di Amerika. Banyak orang yang dulu meremehkan, tapi tak jua surut mimpi liar saya. Justru saya selalu terus bermimpi semakin liar :D.
Sebagai mahasiswa yang hidupnya ditopang oleh beasiswa yang pas–pas untuk biaya menyewa apartemen, pas untuk makan, pas untuk isi pulsa, dan pas ingin yang lebih tidak ada uangnya :D–sehingga pas liburan, pas juga uangnya habis untuk biaya hidup yang pokok, saya juga tidak pernah bermimpi bisa berlibur menjelajahi Amerika. Tapi, soal kebesaran Tuhan sudah bukan rahasia lagi. Siapa sangka, yang tadinya hanya berencana ikut “mudik” salah satu keluarga Amerika, malah berakhir dengan perjalanan melintasi 4 negara bagian.
Awalnya cukup heran ketika orang-orang bilang banyak orang Amerika yang tidak pernah keluar negeri. Hem… dulu saya berpikir, apa mereka sekampungan atau semiskin itu sampai-sampai tidak bisa pergi keluar negeri, keluar Amerika. Setelah tinggal di sini, saya paham, tanpa harus bertanya. Wajar saja mereka tidak pernah keluar dari Amerika. Amerika sangatlah luas, terdiri dari 50 negara bagian. Mungkin tidak banyak orang yang sudah mengunjungi lebih dari 10 negara bagian di Amerika.
Liburan kali ini kampus teramat sepi, terasa “mencekam” bagi saya yang merasa “homesick”. Untunglah ada keluarga Indonesia-Amerika yang bersedia menampung. Tidak hanya menampung, mereka memberi kejutan dengan mengajak saya berlibur melintasi 4 negara bagian yang saya rangkum di bawah ini:
Jilid I: Mudik ala Keluarga Martin
Ternyata tradisi mudik tidak hanya dimiliki oleh penduduk Muslim di beberapa negara, khususnya Indonesia, negara saya tercinta. Mereka yang merayakan natal dan tahun baru di Amerika juga melakukan tradisi mudik. Memang jauh dari kekhasan mudik Indonesia, macet. Tapi, intinya sama. Mereka pergi ke kampung halaman, ke rumah orang tua kalau masih ada, dan berkumpul bersama mengobati rasa kangen, meninggalkan kesibukan kerja atau kuliah.
Kirby Martin dan Nety Martin bersama putranya yang lucu, Michael Martin, keluarga yang bersedia menampung saya selama liburan mengajak saya mudik ke rumah orang tua mereka, di Mimbres, Silver City, New Mexico. Ada cerita lucu mengenai New Mexico. Baru tahu saya, ternyata banyak penduduk Amerika yang tidak tahu bahwa New Mexico adalah bagian dari 50 negara perserikatan Amerika. Mungkin karena namanya New Mexico dan dekat ke Mexico, jadi dikira bagian dari Amerika Tengah. Majalah New Mexico bahkan memiliki rubrik yang isinya mengenai pengalaman berinteraksi dengan orang-orang yang tidak mengenal New Mexico sebagai negara bagian Amerika.
Menempuh perjalanan 13 jam atau sekitar 800 mil tanpa macet, akhirnya saya sampai di New Mexico. Ternyata, dari 800 mil jarak tersebut, sekitar 600 mil perjalanan hanya untuk menuju perbatasan Texas-New Mexico. Texas, negara bagian di mana saya kuliah, memang merupakan negara bagian terbesar di daratan Amerika (Alaska yang terbesar, tapi letaknya di lepas pantai, tidak termasuk daratan utama Amerika). Lewat El Paso, daerah yang terletak di perbatasan Texas-New Mexico, saya bisa melihat Mexico. Betapa terlihat perbedaan dalam hal kesejahteraan diantara dua negara bertetangga tersebut. Texas dan Mexico hanya dipisahkan oleh sungai yang lebar dan perbukitan. Perjalanan saya melintasi perbatasan juga membuat saya mengetahui fakta miris bahwa banyak penduduk Mexico yang mencoba melintasi perbatasan dengan cara yang ilegal dan tewas karena derasnya arus sungai atau kelelahan tanpa minum dan makan saat berjalan melintasi perbukitan menghindari pengawasan polisi perbatasan. Sungguh miris, demi mencari sesuap nasi, mengadu nasib di negara tetangga yang kaya, banyak yang menjadi korban. Saya jadi teringat para TKI yang mengadu nasib di Malaysia, meskipun berbeda ceritanya, tapi intinya tetap sama :(.
Orang tua dari Kirby Martin, Edward dan Genette Martin, begitu baik bersedia menampung tamu “tak diundang” selama satu minggu lebih liburan di rumah mereka. Sebagai pasangan yang sudah pensiun, mereka tinggal di kawasan yang dihuni oleh orang-orang yang kebanyakan sudah pensiun atau “retired people”. Lokasi di mana mereka tinggal merupakan pegunungan yang tinggi, dimana banyak bangunan teropong bintang yang dibangun di sana. Memang, langit di pegunungan meksiko, tepatnya di wilayah itu sangatlah indah. Kita bisa melihat bintang bertaburan, lebih banyak dan terlihat lebih dekat. Tingkat polusi yang sangat rendah mungkin salah satu kunci keindahan langitnya ditambah ketinggian dari atas laut yang mencapai 6000 meter lebih.
Selama di New Mexico, saya “menyaksikan” perayaan Natal dengan tradisi memasak kalkun panggang, dan mengunjungi beberapa daerah bersejarah di sana, seperti pertambangan tembaga (yang ternyata dimiliki oleh salah satu perusahaan pertambangan asing terbesar di Indonesia, apalagi kalau bukan Freeport), mengenal Billy the Kid si koboy “nakal” yang kenakalannya dipertanyakan, dan melihat tempat-tempat yang dulunya ditempati oleh suku asli Amerika atau suku Indian. Sebutan lain untuk New Mexico memang Negaranya suku Indian.
Berfoto [sedikit narsis] di balkoni rumah keluarga orang tua Martin, tempat favorit dimana saya bisa menikmati keindahan kota kecil Mimbres. Sayangnya, karena musim dingin, suhu yang begitu rendah biasanya membuat saya merasa ruangan di dalam rumah lebih seksi dan indah daripada balkoni ini.
Pertanyaan yang pertama muncul dalam benak saya setelah mengunjungi pertambangan tembaga ini adalah “Kenapa dinamai Silver City alias kota perak bukannya Copper city alias kota tembaga sebagai logam terbesar yang ditambang di sana?” Ternyata, pertambangan di sana memang diawali dengan perak. Setelah beberapa lama proses penambangannya berlangsung, ternyata peraknya habis dan yang tersisa sampai kini adalah tembaga.
Silver City juga terkenal dengan sejarah si koboy kontroversial, Billy the Kid. Konon katanya, Billy ini seorang koboy yang sering membunuh orang jahat, terutama penduduk suku asli Amerika. Banyak yang suka, banyak pula yang membecinya. Akhirnya koboy kontroversial ini tewas di tangan Sheriff yang memerintah di zamannya. Senang rasanya saya bisa mengunjungi situs sejarah yang berkaitan dengan si koboy itu, juga bisa melihat bar dan restoran tua yang masih berdiri hingga kini.
Yang sangat saya sayangkan adalah kenyataan bahwa saya tidak bisa mengunjungi Gila Cliff Dwelling. Tempat ini adalah gua yang dulunya dijadikan hunian oleh suku Indian, suku asli Amerika. Lucu, ya, namanya Gila, tapi dibacanya “Hila”. Kalau tertarik, silahkan cek di internet.
Jilid 2: Wisata Rohani ke Grand Canyon & Salju Pertama, Singgah di Bukit Kaktus Arizona
Kejutan! Tiba-tiba saja, Keluarga Martin mengajak saya berlibur ke Grand Canyon dan Las Vegas! Wow, dua tempat itu selalu saya dengar melalui media. Liar rasanya bermimpi mengunjungi kedua tempat itu. Tapi, hey! Ternyata mimpi liar itu terwujud nyata.
Sebelum mencapai Grand Canyon, Kirby Martin mengajak saya mengunjungi National Petrified Museum. Sayang, karena kami harus cepat-cepat menuju Grand Canyon, kami tidak sempat masuk ke museumnya dan hanya masuk ke toko yang menjual berbagai macam barang yang berhubungan dengan museum tersebut. Musium ini menyimpan banyak peninggalan bersejarah dari zaman dinosaurus berupa pohon yang karena efek puluhan ribu tahun akhirnya membatu. Pohon-pohon membatu tersebut jumlahnya sangat banyak dan ukurannya juga sangat besar. Satu bongkah pohon batu bisa dijual seharga ribuan dolar! Kalau saya sih, cukup beli yang ukuran sebesar jari kuku saja, seharga 2 dolar :D.
Tinggal di negara beriklim tropis membuat saya seperti kebanyakan orang ingin sekali melihat salju langsung. Saya berdoa agar bisa melihat fenomena alam luar biasa yang tidak pernah ada di Indonesia ini. Bayangan saya? Salju turun dengan romantis dan indah! Benarkah saya? Hem, sepertinya tidak :(. Ternyata, salju turun dengan deras, dan sangat berbahaya bagi kendaraan yang melaju. Kirby Martin harus super ekstra hati-hati mengendarai mobil saking licin dan berbahayanya jalanan bersalju apalagi yang sudah menjadi es. Salju yang pertama saya alami adalah yang ada di perbatasan New Mexico dan Arizona, di Pegunungan Alpine. Saya tidak begitu menikmati, karena jalanan yang terlalu berkelak-kelok membuat saya tak kuat ingin muntah :D. Mabok, nih, ceritanya.
Sampailah kami di Flagstaff, wilayah di Arizona yang terkenal dengan cuaca bersaljunya yang paling “buruk” di Arizona. Wilayah ini terletak di dataran tinggi dan selalu menjadi wilayah yang pertama menerima curah hujan salju dan yang terparah. Ketinggian saljunya bisa mencapai belasan bahkan puluhan kaki.
Indah, kan? Tapi hujan salju dan tumpukannya di jalanan hanya indah untuk dilihat tidak untuk dialami langsung apalagi saat sedang berkendara.
Menempuh perjalanan sekitar 400 mil dari New Mexico ke Grand Canyon, Arizona, kami sedikit kecewa karena sesampainya di sana, lokasi Grand Canyon mulai tertutupi salju. Badai salju bahkan membuat kami kesulitan berjalan dan akhirnya memutuskan untuk tidak mendekati bibir jurang dengan pemandangan sungai yang indah dimana beberapa suku Indian tinggal di sana. Sungguh luar biasa membayangkan ada manusia yang menetap di dasar Grand Canyon. Saya merasa sangat salut pada orang-orang suku Indian. Sedih juga, karena tidak bisa melihat dalamnya Grand Canyon :(.
Jilid 3: Ayo (Jangan) Berjudi di Las Vegas, the City of Lights (& Sin alias Dosa)
Meninggalkan Grand Canyon, Arizona, kami langsung menuju ke Las Vegas. Karena salju yang menghadang, kami tiba di sana malam hari dan sudah sangat kelelahan. Kami memutuskan untuk istirahat sejenak, mencari makan sambil foto-foto sebentar, dan tidur.
Kami menginap di hotel Mirage. Tarif di hotel ini cukup rendah (bukan standar saya tentunya), begitu juga dengan hotel-hotel lainnya. Mungkin inilah salah satu daya tarik wisata di Las Vegas, murahnya biaya akomodasi. Yang mahal? Tentu saja biaya senang-senang dalam bentuk belanja, menonton bermacam pertunjukan, dan yang pasti BERJUDI. Apalagi?
Sebagai muslim, saya tentunya tidak berjudi. Saya hanya “menonton” saja orang berjudi. Waduh, kaget saya, waktu lihat di tempat judi ada nenek-nenek keturunan Asia duduk di kursi roda dengan selang di hidungnya dan tabung udara ukuran besar di sampingnya tengah asyik berjudi di salah satu mesin judi dengan kisaran taruhan $ 5-10. Ckckckckckck. Karena alasan privasi, saya memutuskan untuk tidak mengambil gambar nenek tersebut.
Selain judi sebagai daya tarik dan tujuan utama para wisatawan datang ke Las Vegas, belanja juga daya tarik lainnya. Bagi yang gila merek, Las Vegas tempat berbelanja yang pas. Bagi saya? Cukup foto-foto saja tempatnya. Betapa tidak, melihat harganya saja saya sudah merinding. Bahkan ada beberapa barang yang harganya setara dengan uang kuliah saya satu semester di sini! Gilaaaaa
Tempat judi, belanja, dan tentunya tempat lampu kerlap-kerlip! Saya tidak bisa membayangkan, berapa mega watt daya lampu yang dibutuhkan dalam satu malam saja! ckckckckckck,,, Yang unik lainnya dari Las Vegas adalah bahwa kita bisa mengunjungi tempat-tempat wisata kelas dunia di sini, seperti Paris, New York, dan lainnya? Tidak percaya? Silahkan lihat foto-foto di bawah ini:
Jilid 4: Balik, Oh salju, salju, indah untuk dilihat, tapi berbahaya untuk dilewati
Perjalanan mengunjungi Grand Canyon dan Las Vegas selesai sudah. Kami tidak melewati jalur yang sama saat kami datang, karena kami ingin menghindari wilayah Flagstaff (lihat di atas, daerah di Arizona yang paling banyak mendapatkan hujan salju). Kami memutuskan untuk lewat ke daerah Phoenix, ibukota Arizona. Merasa beruntung lewat daerah tersebut, tidak hanya bebas salju, kami juga bisa menyempatkan berkunjung ke daerah Kaktus. Arizona merupakan negara bagian yang terkenal dengan cuaca yang ekstrim. Di musim panas terutama, suhu di sana bisa mencapai 100 derajat Fahrenheit bahkan lebih, setara dengan lebih dari 38/39 derajat celcius! Wah, saya yang tinggal di Texas selama ini berpikir Texas adalah daerah “terpanas” di dunia! Tidaklah mengherankan jadinya, kalau di daerah ini kaktus tumbuh “meraja lela”. Perbukitan pun alih-alih ditumbuhi rumput, malah ditumbuhi kaktus. Luar biasa! Kaktus yang tumbuh bisa mencapai ketinggian lebih dari 2 meter! [Lebih tinggi dari saya, :(].
Angkat dua kalau perlu empat jempol deh, buat Amerika dalam hal pelestarian alam dan sejarah yang terkandung di dalamnya. Alih-alih dibangun ulang, bangunan kota tuanya dipertahankan dan dijadikan musium yang bisa memberikan penghasilan besar bagi pemerintah dan tentunya membantu membuka lapangan kerja bagi penduduk sekitar. Sayang, harga tiketnya mahal sekali, sekitar $ 70 - $ 140, tergantung berapa penampilan yang ingin kita tonton, seperti koboy atau teater. Akhirnya, saya hanya melihat-lihat di sekeliling kota kaktus tersebut. Tapi, demikian saja saya sudah puas! Fakta menarik lainnya dari pelestarian alam di sini adalah bahwa tak ada masyarakat yang memotong atau mencabut kaktus seenaknya apalagi untuk keperluan komersial. Untuk dipajang di rumah saja mereka pasti melapor, meminta izin terlebih dulu. Mungkin itu pula sebab lain kota ini masih disebut kota kaktus. Salut!
Ada mudik, ada balik pastinya. Setelah menghabiskan waktu kurang lebih dua pekan di New Mexico dan mengunjungi beberapa negara bagian, akhirnya kami harus “balik” ke rumah, di Dallas Texas. Perjalanan balik sedikit terhambat karena salju yang menumpuk di jalanan depan rumah. Seperti yang saya ceritakan di atas, rumah orang tua keluarga Martin letaknya tepat di puncak gunung. Jadi, kalau pulang kami harus menuruni gunung tersebut. Mobil kami saja sepulang dari Las Vegas (Nevada) dan Grand Canyon (Arizona) tidak mampu naik dan akhirnya ditinggal di tikungan jalan. Kami harus berjalan kaki untuk mencapai rumah malam-malam di bawah salju yang turun lumayan lebat :(. Alhasil, ketika pulang kami juga harus menuruni gunung untuk mencapai mobil yang “dititipkan” di tikungan. Tapi, untung saja ada si truk tua yang kami namai Samson. Truk ini bannya memiliki gerigi besi, rancangan khusus untuk menghadang jalanan yang tertutup salju! Meskipun tua, truk ini sanggup membawa kami menuruni bukit dan akhirnya pulang ke Texas. Terima kasih, Samson…
Demikianlah perjalanan saya melintasi Texas-New Mexico-Arizona-Nevada. Panjang, ya? Padahal belum semuanya saya ceritakan, lho. Hehe… Tidak terbayang kalau semua keindahan dan pengalaman berharganya saya tuangkan semua di sini. Saya pegal, Anda pembaca bosan :D.
Saya sangat bersyukur bisa mengenal Amerika melalui liburan panjang tersebut :). Alhamdulillah… terima kasih sudah sudi membaca tulisan yang super panjang ini :).
2 komentar:
Saya sangat tertarik untuk kesana... Kira2 Ada peluang ga ya untuk kesana Karena keterbatasan Dana...
Situs Sabung Ayam Online Paling Terpercaya 2020
Posting Komentar