link: Mananging Consultant

Cari Blog Ini

Kamis, 04 Desember 2008

FTTH

FTTx
source: http://ejlp.blogspot.com/

FTTx merupakan teknologi akses jaringan tetap yang sekarang sedang 'hot'. hal ini ditunjukan dengan besarnya pangsa pasar, bersaingnya vendor-vendor telekomunikasi besar untuk menjual produk-produk dan layanan deployment FTTx serta banyak dibicarakannya FTTx pada media. Jadi saya coba menulis tentang FTTx ini.

Dengan berkembangnya internet (layanan berbasis IP) dan konektivitas broadband maka kebutuhan akan bandwith yang besar dengan kecepatan tinggi menjadi meningkat. Hal ini juga didorong oleh operator yang berusaha memberikan layanan baru untuk meninggkatkan keuntungannya. Operator maupun vendor telekomunikasi saat ini sedang giat-giatnya jualan produk maupun service seperti IPTV atau Cable TV/CATV, Video on Demand yang membutuhkan bandwith yang besar.

Saat ini jaringan ke rumah-rumah didominasi oleh jaringan kabel tetap (fixed wireline) yang menggunakan tembaga (cooper) yang memiliki kekurangan karena dianggap tidak dapat memberikan bandwith yang tinggi dibandingkan dengan kabel fiber optik. Karena hal itu orang mulai beralih ke teknologi kabel optik untuk mendapatkan bandwith yang lebih tinggi menggunakan teknologi FTTx (Fiber to the x) yaitu istilah generik yang digunakan untuk beberapa arsitektur jaringan fiber optik untuk telekomunikasi yang menggantikan jaringan kabel tembaga.

Catatan: Dalam berita ini, kabel tembaga dengan teknologi Dynamic Spectrum Management (DSM) kecepatannya dapat menyaingi fiber optik.

Beberapa arsitektur jaringan fiber optik tersebut adalah:

FTTH (Fiber to the Home)
FTTH adalah arsitektur jaringan kabel fiber optik dibuat hingga sampai ke rumah-rumah atau ruangan dimana teminal berada.


FTTB (Fiber to the Building)
Jaringan kabel optik (fiber) sampai pada gedung komersial atau tempat tinggal dan kemudian didistrubusikan ke masing-masing ruangan dengan jaringan kabel tembaga (kabel telepon atau kabel CAT 5e/6)


FTTP (Fiber to the Premises)
FTTP merupakan nama generik yang digunakan untuk istilah FTTB dan FTTH karena secara arsitektur FTTB dan FTTB sama.

FTTC (Fiber to the Curb)
Jaringan fiber dibuat sampai pada suatu titik pendistribusian (curb) yang berada sekitar 100 feet dari tempat pengguna berada. Dari curb ke rumah-rumah digunakan koneksi kabel tembaga. Curb biasanya melayani 8 sampai 24 pelanggan.

FTTN (Fiber to the Node/Neighborhood)
jaringan fibre dibuat sampai pada suatu node yang berupa kabinet berlokasi di pinggir jalan sehingga disebut juga FTTCab. Jarak antara titik pendistribusian dengan pelanggak pada FTTN lebih jauh dariapada FTTC. Jumlah pelanggan yang bisa dilayani juga lebih banyak biasanya sampe ratusan pelanggan. FTTN juga menggunakan kabel tembaga untuk koneksi dari kabinet ke rumah-rumah.


Jadi dapat disimpulkan bahwa inti perbedaan antara teknologi FTTx diatas adalah bagaimana kabel fiber optik disambungkan sedekat mungkin dengan terminal yang dimiliki pelanggan seperti diilustrasikan pada gambar berikut:


Gambar copyright dari telcordia.com

Catatan istilah:


OLT - Optical Line Terminal, yaitu alat (device) yang berada pada kantor pusat operator jaringan telekomunikasi.
ONU - Optical Network Unit, yaitu device yang berfungsi mengubah sinyal optik menjadi sinyal eleketrik untuk kemudian sinyal tersebut di-demultiplex agar dapat didistribusikan menggunakan kabel tembaga ke tempat pelanggan (premises).
ONT - Optical Network Terminal, yaitu device yang berfungsi untuk mengubah sinyal optik menjadi sinyal elektrik yang berada pada tempat pelanggan agar pelanggan. Device ini digunakan pada jaringan FTTH.

Softswitch

Sekilas Softswitch
source: http://ariefin.wordpress.com/

Munculnya konsep softswitch diharapkan dapat menjadi jawaban bagi strategi evolusi PSTN konvensional menuju ke jaringan masa depan berbasis paket. Hal ini dikarenakan softswitch dapat beroperasi secara penuh bersama PSTN. Langkah tersebut akan merupakan langkah awal yang merupakan pemanfaatan PSTN eksisting hingga umur perangkat PSTN tersebut habis, yang selanjutnya akan digantikan oleh node-node akses yang lebih sederhana yang sekaligus dapat melayani voice dan data secara bersamaan.

Softswitch adalah sistem sentral yang mampu memberikan layanan teleponi dengan seluruh layanan nilai tambahnya (VAS-Value Added Services), yang dimasa depan akan mampu memadukan berbagai kemampuan layanan voice, data dan multimedia dalam satu jaringan terpadu secara lebih efisien.

Keuntungan dan peluang yang bisa diperoleh dengan implementasi Softswitch, antara lain :

§ Konstruksi : jaringan dapat dibangun dengan biaya minimal

§ Operasi dan Pemeliharaan : biaya operasi dan pemeliharaan jaringan terpadu akan lebih ekonomis dan mudah dibanding dengan jaringan yang terpisah

§ Layanan : jaringan bisa memberikan layanan nilai tambah yang dapat meningkatkan daya saing perusahaan

§ Kastamer : jaringan bisa memberikan layanan yang lebih personal yang mendukung upaya pemeliharaan dan penambahan pelanggan

Definisi softswitch menurut ISC adalah suatu perangkat yang memiliki kemampuan paling tidak sebagai berikut:

o Mengontrol layanan koneksi bagi suatu media gateway, dan/atau native IP endpoints.

o Memilih proses yang dapat diterapkan pada suatu panggilan

o Routing untuk panggilan dalam jaringan

o Mentransfer kontrol panggilan ke elemen jaringan lain

o Antarmuka untuk mendukung fungsi manajemen seperti penyediaan layanan, fault, billing, dan lain-lain.

Arsitektur jaringan berbasis Softswitch terdiri atas 4 (empat) bidang fungsional jaringan sebagai berikut; Manajemen Plane, Transport Plane, Call Control & Signaling Plane, dan Application Plane.

Gambar–gambar berikut ini adalah contoh-contoh implementasi softswitch.

Gambar 1. Konsep softswitch untuk wireline



Gambar 2. Konsep softswitch untuk tandem switching

Gambar 3. Konsep Access Network over IP

Sigtran sebagai protokol transport

Dari ketiga gambar contoh diatas, kita melihat adanya gateway yang melakukan pemetaan protokol dari protokol TDM ke protokol di jaringan IP. Dari protokol CCS7 (ISUP) dapat dilakukan pemetaan di layer MTP2 dengan menggunakan mekanisme M2PA dan M2UA, di layer MTP3 dilakukan pemetaan dengan menggunakan mekanisme M3UA dan di layer SCCP dilakukan pemetaan dengan menggunakan mekanisme SUA. Untuk signalling di sisi akses seperti V5.1 dan V5.2 dilakukan pemetaan dengan menggunakan mekanisme V K 5UA sedangkan untuk ISDN dengan IUA.

Kesemua fungsi pemetaan tersebut diatur oleh suatu standar dunia yang dikeluarkan oleh Internet Engineering Task Force (IETF) yang disebut dengan Signalling Transport (Sigtran). SIGTRAN dipergunakan sebagai protokol Interworking antara jaringan PSTN dengan jaringan IP. Protokol Sigtran menyediakan seluruh fungsi yang dibutuhkan untuk mendukung signalling TDM over IP, termasuk diantaranya :

- Flow control

- In-sequence delivery of signalling message

- Identifikasi originating dan terminating signalling point

- Identifikasi sirkit voice

- Error detection, retransmission, dan prosedur error correction lain

- Kontrol untukmenghindari kongesti pada internet

- Deteksi status entity

- Mendukung mekanisme keamanan dari informasi signalling

Gambar berikut ini adalah protokol stack Sigtran, dimana IP, SCTP dan adaptation protocol adalah model dari Sigtran Acrhitecture.

Gambar 4. Sigtran Protocol Stage

Berikut adalah contoh-contoh mekanisme pemetaan yang digunakan dalam protokol Sigtran.



Gambar 5. SS7 access for Media Gateway Controller



Gambar 6. SS7 peer to peer access for Signalling Gateway



Gambar 7. SS7 access for Signalling Gateway via STP




Gambar 8. SS7 access to IP/SCP



Gambar 9. Q.931 access to MGC



Gambar 10. V5.2 Interworking for Connection Control

V5 User Adaptation Layer (V5UA) merupakan suatu metoda untuk memetakan pensinyalan V5.2 ke dalam format IP. V5UA diperlukan agar pesan pensinyalan pada jaringan sircuit switch (SCN) dapat dikirim dari Access Gateway menuju ke Media Gateway Controller (MGC). Fungsi pemetaan ini akan dilakukan oleh suatu perangkat yang disebut dengan Access Gateway dengan memanfaatkan keunggulan teknologi SCTP (Stream Control Transmission Protocol).

Stream Control Transmission Protocol

SCTP adalah perkembangan teknologi dari TCP (Transmission Control Protocol) atau dapat disebut juga sebagai ‘super TCP’. SCTP dirancang untuk memenuhi kebutuhan penggunaan yang lebih luas dibandingkan dengan yang dapat diberikan oleh TCP.

SCTP merupakan suatu layer yang terletak antara layer user adaptation dan layer IP di dalam protokol Sigtran. Layer ini dirancang untuk menyediakan aplikasi protokol transmisi. Berikut ini adalah selengkapnya layer SCTP.



Gambar 11. SCTP Layer

Secara sekilas proses aliran data dalam protokol SCTP dapat digambarkan seperti dibawah ini.



Gambar 12. Proses aliran data dalam SCTP

Di dalam SCTP segala pesan akan dipotong-potong kedalam paket –paket yang lebih kecil oleh SCTP Data Chunk. Data Chunk ini akan dikirimkan ke SCTP Packet untuk digabungkan dengan Control Chunk menjadi sebuah paket SCTP tunggal. Paket tersebut akan dikirimkan ke MGC melalui jaringan IP.

Di penerima (MGC) paket-paket data tersebut akan dipisahkan kembali menjadi kumpulan data dan control. Kumpulan data tersebut akan disusun kemali sesuai pesan/informasi aslinya.

Kesimpulan

- Protokol Sigtran memungkinkan protokol-protokol yang bekerja di jaringan PSTN dapat dilewatkan ke dalam jaringan IP.

- Dengan adanya protokol Sigtran pada transport layer dalam arsitektur softswitch dimungkinkan pengontrolan panggilan yang efektif dan efisien karena protokol Sigtran dengan dukungan SCTP memiliki kemampuan untuk melakukan hal tersebut.

- SCTP pada protokol Sigtran dibentuk dari common header dan kumpulan chunk. SCTP merupakan suatu layer yang terletak antara layer user adaptation dan layer IP. Layer ini dirancang untuk menyediakan aplikasi protokol transmisi.

- Data-data dari protokol adaptasi akan dipotong-potong menjadi Data Chunk – Data Chunk yang akan digabungkan dengan Control Chunk sebelum dikirimkan ke MGC sebagai sebuah paket SCTP.

10.GPS : Satelit Penentu Posisi di Belahan Bumi
Deteksi Posisi bukan lagi untuk kebutuhan militer ataupun explorasi, di saat dunia demam wireless ataupun komunikasi selular, penggunaan deteksi posisi menjadi sebuah kebutuhan di dunia telekomunikasi. GPS menawarkan solusi terakurat dari metode-metode yang ada.

Solusi Next Generation Signalling Transport

Sumber:
http://www.ristinet.com/

SS7 merupakan standard pensinyalan yang mendefinisikan protokol dan pertukaran informasi antar perangkat jaringan terutama jaringan inti (core network) seperti switching . Hubungan antar node yang menggunakan SS7 ini akan membentuk suatu jaringan tersendiri. Peran jaringan SS7 demikian vital, merupakan urat syaraf yang mengontrol seluruh fungsi dan layanan jaringan, sehingga secara infrastruktur memerlukan kehandalan dalam hal network managebility, scalability dan reliable traffic delivery. Secara traditional, jaringan SS7 terdiri dari link-link dedicated out of band yang berupa kanal 64-kbps bidirectional. Selain fungsi dasar call control, jaringan SS7 bertanggung jawab terhadap autentikasi pelanggan, pengiriman trafik message dan fungsi inteligen jaringan seperti number portability dan layanan enhanced calling. Setiap service baru yang ditawarkan ke pelanggan memerlukan persyaratan dan beban tambahan pada jaringan SS7.

Contoh layanan yang diberikan ke pelanggan sebagai fitur “overlay” pada jaringan SS7 adalah layanan SMS. Saat ini dibeberapa operator telekomunikasi, prosentase pertumbuhan trafik layanan data terlihat sangat signifikan yang pada akhirnya pertumbuhan dari sektor ini juga ikut meningkat. Namun demikian pertumbuhan layanan data yang fantastis ini bagi operator mendatangkan keuntungan dan kerugian. Meskipun pendapatan yang dihasilkan memberikan pengaruh positif terhadap ARPU (average-revenue-per-user), namun trafik layanan yang timbul membuat jaringan SS7 traditional menjadi overload. Protocol pada jaringan SS7 tidak didesain untuk mengakomodasi permintaaan yang kritis antara trafik ISDN User Part (ISUP) dan trafik SMS. Pertumbuhan pelanggan mobile maupun fixed wireless access yang begitu cepat ikut mempengaruhi volume trafik SMS secara dramatis. Tanpa ekspansi kapasitas jaringan SS7, peningkatan trafik data akan mempengaruhi operasi dari jaringan tradisonal.

Salah satu solusi yang ditawarkan untuk menjawab permasalahan diatas adalah melalui teknologi IP Transfer Point (ITP). ITP merupakan sebuah perangkat (hardware dan software) yang mampu menyalurkan trafik Signaling System 7 (SS7) di atas jaringan IP (SS7 over IP). ITP memiliki realibilitas yang tinggi, dengan biaya yang relative terjangkau dapat menjadi sarana untuk memigrasikan Signaling System 7 (SS7) pada teknologi jaringan signaling telekomunikasi menuju sistem jaringan pada lingkungan berplatform IP.

Secara umum kapabilitas yang dapat diberikan ITP yaitu :

§ Seluruh fungsi Signaling Transfer Point (STP) traditional dengan TDM atau Internet Engineering Task Force (IETF) Standar SS7 over IP (SS7oIP) (STP atau MTP2-User-Peer-to-Peer Adaptation Layer [M2PA] ).

§ Gerbang layanan IP-to-intelligent network (MTP3-User Adaptation [M3UA] atau SCCP User Adaptation [SUA] signaling gateway).

§ Remote Access Dial-In User Service (RADIUS)-to- Mobile Application Part (MAP) gateway untuk autentikasi subscriber identity module (SIM) pada wireless LAN (WLAN) atau penggelaran Universal Mobile Telecommunications System (UMTS) (MAP gateway + SIM authentication feature set).

§ Inteligen MAP atau Transaction Capabilities Application Part (TCAP) level routing untuk efisiensi layanan (MAP gateway + multilayer routing feature set)

Full Traditional Fungsi STP atau IETF Standard SS7oIP

Ketika diperlukan penambahan kapasitas jaringan SS7, maka ITP menyediakan sebuah solusi yang reliable dan cost effective. Operator sudah menyadari bahwa mereka tidak akan melanjutkan pembelian perangkat STP tradisional karena tidak menyediakan keperluan fungsionalitas IP pada arsitektur 3G mobile network dan next generation wireline network. Next generation STP tidak didefinisikan sebagai STP tradisional dengan Ethernet interface card. Next generation STP adalah integrasi antara perangkat penyaluran SS7 dan IP dengan dukungan terhadap protokol IP routing, media IP WAN seperti ATM dan optikal, virtual private network (VPN) sekuriti seperti IP security (IPSec), firewall, dan dukungan IP QoS seperti Multi Protocol Label Switching (MPLS) dan IP Differentiated Services. Pada next generation signaling network, link A TDM diterminated pada jaringan dan IP digunakan sebagai core transport. Fitur IP menjadi begitu penting, dengan kemampuan untuk menampilkan ruting SS7 seperti Global Title Transaction (GTT).

Manfaat yang diperoleh dari penggelaran infrastruktur next generation signaling transport adalah sebagai berikut :

· Tidak ada perubahan arsitektur; ITP mendukung sepenuhnya mode TDM. Ketika menggunakan SS7oIP, translasi routing SS7 akan sama untuk linkset TDM atau IP.

· Fleksibilitas; Terdapat fleksibilitas ketika melakukan penambahan kapasitas.

· Biaya; next generation signaling transport memerlukan biaya yang lebih rendah untuk belanja modal maupun operasional.

· Performansi; Next generation signaling transport meningkatkan nilai rasio performansi per rack dengan mengurangi footprint dan mengurangi konsumsi power.

· Efisiensi jaringan; Next generation signaling transport memberi keuntungan investasi pada infrastruktur jaringan TDM dan IP.

· Intelligent network gateway; Next generation signaling transport dapat berfungsi sebagai gateway untuk integrasi antara jaringan TDM dan IP.

· Aplication layer routing; TCAP, MAP dan MAP-User routing memungkinkan penggelaran yang efisien untuk layanan-layanan baru.

· Managebility – Network monitoring dan provisioning berbasis IP akan meningkatkan efisiensi operasi.

Jadi sudah jelas, tidak ada titik awal dan titik akhir yang tunggal pada proses migrasi. Pada umumnya ITP difungsikan sebagai TDM STP murni, STP dengan beberapa SS7oIP link-set untuk reduksi cost.

Keperluan Kapasitas Core SS7 Transport

Pertumbuhan subscriber atau pengenalan layanan akan memerlukan peningkatan kapasitas jaringan, maka ITP dapat menyediakan solusi yang mampu meminimalkan capital expenditure (CapEx). Gambar 1 menunjukan ITP yang digelar sebagai STP tradisional. ITP mendukung seluruh fungsi STP tradisional.

Gambar 1. ITP pada mode STP

Menawarkan Type TDM Link yang Fleksibel

Untuk penggunaan A-link melalui F-link, ITP mendukung low speed 56 atau 64 kbps DS0 link (low speed signaling link [LSL] ) atau high speed 1.544 atau 2.0 Mbps unchannelized T1/E1 (high speed signaling link [HSL] ). Protokol SS7 memungkinkan lebih dari 16 link pada sebuah linkset antara dua node bertetangga. Untuk link ke central resource seperti Home Location Register (HLR) dan SMS center (SMSC), didefinisikan pembatasan SS7 linkset yang dihasilkan pada low speed link bandwidth botlleneck ke perangkat. Untuk mengatasi pembatasan bandwidth, maka bisa digunakan unchannelized 1.5-Mbps (American National Standards Institute [ANSI]) atau 2.0-Mbps (International Telecommunication Union [ITU]) SS7 HSL. Sebuah linkset bisa berisi lebih dari 16 high speed link. Upgrade dari low speed link ke high speed link tidak akan menyebabkan perubahan arsitektur jaringan SS7. Message Transfer Part Layer 2 (MTP 2) menyediakan Message Signal Unit (MSU) yang reliable dan teratur yang dikirim untuk low speed link. Semua routing dan high availability intelligence ditempatkan pada layer MTP3. Migrasi dari low speed link ke high speed link merupakan substitusi Layer 1 dan 2 yang sederhana. HSL menyediakan cara yang efektif untuk meningkatkan bandwidth ke sebuah node tepi (edge node) atau untuk mengumpulkan beberapa low speed link dari remote atau regional site ke signaling core. Gambar 2 memperlihatkan perubahan stack SS7 yang diperlukan untuk mengimplementasi high speed link.

Gambar 2. Stack Protokol SS7 untuk TDM Low atau High Speed Link

Jalur Migrasi menuju Konvergensi TDM dan IP

Saat ini operator telco sedang mengidentifikasi beberapa penggerak untuk penggelaran link IP di signaling core. Pada situasi yang ideal, operator lebih cenderung merealisasikan efisiensi operasional dengan mengoperasikan jaringan tunggal untuk semua layanan pelanggan. Pengembangan messaging service dan standard 3G berbasis SS7 telah ikut menumbuhkan panggilan untuk SS7oIP, sehingga kedepan seluruh service pelanggan akan berjalan diatas IP core network. Efisiensi operasional yang signifikan dapat dicapai melalui migrasi. Namun demikian untuk hasil yang optimal, perencanaan migrasi yang matang sangatlah diperlukan.

Penggerak lain yang signifikan adalah bahwa IP core transport lebih efisien dibandingkan link TDM. Bandwidth IP dapat dibagi ke seluruh trafik, sebaliknya hanya dua node berdekatan yang dapat menggunakan fasilitas TDM point to point. Pada saat trafik rendah antara 2 node, bandwidth TDM akan boros. Link IP dapat digunakan untuk membawa beberapa jenis trafik signaling melalui IP core. Dengan fitur IP QoS, waktu pengiriman trafik kritikal dapat dijamin. Beberapa operator telah menghemat biaya hingga 50% dengan menyalurkan ke IP link dibandingkan lewat TDM tradisional.

Gambar 3 menunjukan penggelaran ITP pada remote switch (end node). Operator dapat memaksimalkan penggunaan IP network dengan memperluas penggunaan IP transport berdampingan dengan network sebelumnya. Pada kasus ini, link-link TDM (MTP2) determinate pada node akhir dan hanya aliran MSU MTP3 pada wide-area network. Tentunya, ITP dapat digelar pada central site dengan menyederhanakan penggunaan IP untuk link B dan D.

Gambar 3. Migrasi menuju IP network

Sebuah Link IP hanyalah Link Kecepatan sangat Tinggi – Tidak mempengaruhi Translasi

Pada tahun 1999, IETF Signaling Transport (SIGTRAN) Working Group dibentuk. Tugasnya adalah mengembangkan dan menstandardisasikan message dan protokol yang diperlukan untuk membawa siganaling PSTN dan PLMN diatas jaringan IP. Untuk transport peer-to-peer antara dua node SS7, IETF telah mendefinisikan Stream Control Transmision Protocol (SCTP, RFC 2960) dan M2PA.

M2PA dan SCTP bekerja bersama untuk menyediakan MTP3 dengan layanan transport layer yang reliable ekivalen terhadap MTP2. M2PA dengan SCTP dan IP merupakan penyederhanaan substitusi SS7 Layer 1 dan 2. Link IP akan berjalan diatas fasilitas tradisional T1 atau E1, sebaik Ethernet, ATM, optikal atau IP LAN lain atau tipe-tipe media wide-area. Gambar 4 menunjukan hubungan antara protokol M2PA dan layer MTP.

Gambar 4. M2PA, SCTP dan Substitusi Layer IP untuk MTP2 dan MTP1

Seperti pada kasus pengenalan high-speed link, layer MTP3 tidak mengetahui apakah sebuah link merupakan low-speed, high-speed atau IP. Semua fitur MTP3 availibilitas tinggi berjalan sama diatas semua tipe link. Kongesi, deteksi failure layer 2, change-over, change-back, load balancing, screening dan fitur MTP3 lain dipelihara, dengan cara demikian terjadi pemeliharaan karakteristik availabilitas tinggi dari protokol SS7 tradisional diatas berbagai tipe link. Hal ini termasuk full GTT dan manajemen Signaling Connection Control Part (SCCP) juga disediakan, independen dari tipe link. Lebih jauh, provisioning dan manajemen link, route dan GTT akan diidentifikasi ke STP TDM tradisional dan juga akan independen terhadap tipe link. Hal ini akan meminimalisasi kompleksitas operational, administrasi dan pemeliharaan dari petugas operasional jaringan.

ITP QoS

Jaringan ITP SS7oIP memungkinkan fitur traffic engineering dan QoS ketika digunakan untuk mendukung penambahan bandwidth TDM tradisional. Sistem intelligent pada trafik memungkinkan operator mengidentifikasi, mengklasifikasi dan memisahkan trafik SS7 dan IP tergantung kebutuhan aliran trafik individual. Gambar 5 menunjukan fitur penting ini.

Gambar 5. QoS pada ITP

Salah satu kekuatan kunci dari ITP adalah kemampuan untuk membuat klasifikasi QoS secara inteligent berdasarkan parameter SS7 dengan menguji dan men-decode konten paket SS7. Informasi ini memungkinkan ITP mengidentifikasi aliran individual data dan memprioritaskan untuk titik kongesi pada trafik kritikal. Misalnya, ketika menggunakan QoS pada jaringan SS7oIP, adalah penting untuk membedakan antara ISUP kritikal versus trafik SMS dan menyediakan perbedaan bandwitdh dan jaminan untuk setiap kategori tersebut.

Pada end-to-end QoS melibatkan tiga step penting. Pertama, MSU incoming harus diklasifikasikan dengan memiliki kelas khusus atau traffic flow (misalnya : ISUP, SMS atau location update). Kedua, jika terdapat kongesi pada jaringan IP, ITP harus menggunakan kelas pada tiap MSU untuk menetapkan MSU yang mana yang akan ditransmisikan berikutnya.Kelas didefinisikan sehingga ITP menjamin bandwitdh dan urutan pengiriman sesuai kelasnya. Bit Type-of-Service (ToS) didalam IP header akan ditandai pada kelas prioritas. Terakhir, node IP core network transit harus menguji bit ToS pada IP packet header dan menjaga QoS aliran MSU.

Klasifikasi merupakan proses mengidentifikasi kelas QoS yang mana dari sebuah MSU. Berikut kriteria yang tersedia untuk menempatkan trafik kedalam kelas QoS :

· Input klasifikasi linkset (semua MSU berasal dari linkset tertentu)

· Klasifikasi Destination Point Code (DPC)

· Klasifikasi paket SCCP (per Global Title Address [GTA] atau tabel GTT)

· Klasifikasi service indicator field

· Klasifikasi access list (kombinasi dari beberapa hal diatas)

IP-Enabled End Nodes (ITPSG Feature Set)

Dengan penambahan penggelaran layanan via jaringan SS7, bandwidth yang diperlukan menuju Signaling End Point (SEP) dapat menjadi beban signifikan ketika menggelar layanan. Pembatasan 16 link per linkset (pada jaringan STP tradisional) bisa sebagai faktor pembatas. Tipe IP-enabled service node dan asosiasinya sebagai pendorong bisnis adalah sebagai berikut :

· SCP billing; Salah satu pendorong adalah layanan konvergensi billing yang memungkinkan layanan prepaid dan postpaid yang fleksibel.

· SCP application; Misalnya ring tone atau Intelligent Network Application Part (INAP) atau Customized Application for Mobile networks Enhanced Logic (CAMEL) berbasis layanan intelligent network.

· SMSC – untuk menambah pertumbuhan trafik SMS eksisting, layanan interaktif (misal : SMS voting via radio atau televisi)

· HLR – karena HLR terlibat pada hampir semua layanan subscriber, pertumbuhan layanan dan subscriber akan menambah bandwidth dari HLR yang diperlukan.

IETF SIGTRAN Working Group telah mendefinisikan M3UA (RFC 3332) dan SUA untuk STP (ITP) untuk memberikan layanan transport SS7oIP. M3UA dan SUA berjalan diatas SCTP sebagai protokol transportnya. Fitur load balancing dan availability telah didefinisikan di M3UA dan SUA untuk clustering end-node. Third Generation Partnership Project (3GPP) telah mengadopsi SIGTRAN sebagai signalling transport untuk 3G wireless network.

Beberapa contoh produk ITP seperti ITP Cisco telah berinteroperasi SIGTRAN-IP yang berkemampuan HLR, SCP dan SMSC. Gambar 6 menunjukan SIGTRAN-enabled SEP yang terkoneksi ke ITP via M3UA atau SUA over IP. Gambar 7 menunjukan stack protokol dari SIGTRAN.

Gambar 6. IP-Enabled Service End-Nodes
Gambar 7. Stack Protokol SIGTRAN

Kapabilitas ITP Gateway Screening

Gateway screening merupakan fungsi STP tradisional yang memungkinkan operator memfilter trafik signalling. ITP menyediakan semua fungsi gateway screening yang diimplementasikan menggunakan access list. Access list merupakan sekumpulan aturan yang digunakan untuk mengijinkan atau menolak trafik berdasarkan seri parameter MSU. Access list diaplikasikan untuk trafik inbound atau outbound pada sebuah linkset. Ketika sebuah MSU datang pada input link, maka akan dibandingkan dengan setiap saluran dari access list mulai dengan aturan pertama yang didefinisikan.

Setiap aturan akan semakin kompleks dengan menambahkan parameter pada saluran. Berikut adalah beberapa daftar parameter yang didukung :

MTP3 Screening

· Destination Point Code (DPC)

· Origination Point Code (OPC)

· Service indicator

SCCP Screening

· Called party

· Global title indicator (GTI)

· Translation type

· Numbering plan

· Nature of address indicator (NAI)

· Encoding scheme

· Point code

· Subsystem number (SSN)

Calling party

· Point code

· Subsystem number (SSN)

· SCCP management screening

· Affected point code

· Affected subsystem number

General Screening

· Byte pattern and offset


ITP SMS Multilayer Routing

Aplikasi SMS baru yang sedang ngetrend seperti layanan interaktif (misal: tele voting) menempatkan penambahan demand pada kapasitas infrastruktur jaringan SS7 tradisional. Kebutuhan yang ditimbulkan untuk rute intelligent message SMS berbasis aplikasi atau layanan telah dipersiapkan. Hal ini memungkinkan aplikasi SMS baru yang disisipkan didalam jaringan operator tanpa upgrade yang signifikan yang diperlukan pada SMSC eksisting. Pada kasus tertentu, IP-capable SMSC yang baru disisipkan pada jaringan untuk meng-handle semua trafik voting SMS. SMSC baru dapat berkomunikasi dengan ITP signalling gateway menggunakan Sigtran atau tradisional link. Menggunakan Sigtran SUA, M3UA, atau M2PA akan mengurangi cost hardware TDM pada SMSC dan menyediakan virtual unlimited A-link bandwidth pada SMSC untuk rate transaksi maksimum.

Berdasarkan penerimaan pesan SMS mobile originated, ITP menanyakan SCCP, TCAP, MAP dan MAP-user payload agar membuat keputusan routing berbasis pada message A address, B address, address SMSC tujuan, protocol identifier, kode operasi, alamat called party, alamat calling party atau beberapa kombinasi dari parameter tersebut. Tabel multilayer routing kemudian mengindikasikan bagaimana message seharusnya dirutekan menuju SMSC, dengan modifikasi DPC atau called party address (CDPA) GTT. Hasilnya mungkin termasuk destinasi yang ditemukan melalui semua tipe link (LSL, HSL, M2PA, M3UA, dan SUA). Sebuah algoritma distribusi Weighted Round Robin (WRR) yang diimplementasikan agar terjadi balancing load SMS yang tepat ke server dari kapasitas yang bervariasi. Fitur Multi-Layer routing (MLR) akan memenuhi requirement dasar untuk routing message SMS mobile originated. Berdasarkan enhancement akan memuaskan kebutuhan customer.

Gambar 8. ITP SMS Multilayer Routing untuk TeleVoting

Mobile handset akan diprogram dengan sebuah single Mobile Station ISDN Number (MSISDN) mewakili semua SMSC milik operator dan server voting. Hal ini kadang-kadang mengacu pada semacam alamat virtual SMSC. Jaringan SS7 merutekan pesan SMS mobile originated (SMS-MO) menuju ITP via intermediate atau final GTT. ITP kemudian melihat parameter MSU high layer yang tepat dan membuat keputusan routing dan server load-balancing.

Sebagai contoh, sebuah iklan televoting akan menginstruksikan subscriber untuk mengirim sebuah pesan SMS ke kode singkat 1234 untuk memilih acara TV favorit. ITP memeriksa SMS payload dari MSU untuk mengidentifikasi tujuan short messaging entity (SME) (alamat B). Jika alamatnya adalah 1234, pesan akan diklasifikasikan sebagai sebuah pesan voting dan dilakukan load balancing voting server berdasarkan pendefinisian kapasitas pada tiap-tiap server. Jika alamat B bukan 1234, pesan akan diload balance diantara SMSC.

Jumat, 22 Agustus 2008

International Roaming call back service by USSD

International Roaming call back service by USSD

Provides much cheaper outbound calls while roaming for your subscribers through call back. Service available for your pre-paid roaming subscribers with free USSD setup of call. Real-time charging of these USSD activated call backs by your IN system.
A software extension (including the USSD): the Call back service can run on your existing Ultracomp VMS/SMSC.
Real time charging adapts to your existing pre-paid mode
Service Node equipped network for pre-paid call charging: outgoing calls are routed through the Service NodeCamel provided, with IN machines: both legs of the calls go through the IN system.
Cost savings are enormous
For all outgoing calls when roaming, your subscribers can call at a much cheaper rate than standard roaming fees. When combined with SORTA (optimal routing to VMS), the savings are even greater for subscribers and a lot more for operators, who can save tremendously on international traffic.
Capacities and scalability
By adding SS7 links or processors (up to a maximum of 16 SS7 signalling links) as well as Voice Cards for call back (up to 480 circuits / system).

SS7 Signaling Convergence

SS7 Signaling Convergence White Paper

Convergent SS7 Signaling for Seamless Service Deployment

Introduction
This paper discusses convergent Signaling System 7 (SS7) signaling for a seamless service deployment. Topics to be covered include transport, platforms, Application Programming Interfaces (APIs), and Gateways (GW) and how they affect seamless service deployment. This evolutionary area of transport and GWs will be examined as the key to providing practical, seamless services in the near term. Service infrastructure of SS7 and SS7 over Internet Protocol (IP) and the emergent Session Initiation Protocol (SIP) infrastructure will be covered, as will the convergence of SIP and SS7 leading to some possible outcomes.

I. SS7 "Classic"

The term SS7 classic differentiates between SS7 over IP and narrowband 64-kilobit SS7. SS7 classic is signaling for call delivery that follows a separate physical path from the bearer channel to set up calls. A Service Switching Point (SSP) communicates to another SSP, with media traffic fl owing through on a separate channel from the signaling. Service Control Points (SCP) provide services that can be delivered via signaling alone (e.g., 800 service). Service Nodes (SN) and Intelligent Peripherals can be used for delivering services that require both signaling interaction and interaction with the bearer. Voice mail, follow-me services, and prepaid service are typical SN applications. Figure 1 represents the classical Intelligent Network (IN) environment, with the ability to deploy service on SCPs and SNs/ Intelligent Peripherals.

Figure 1: SS7 “Classic”


II. Evolution to SS7 over IP

The Internet Engineering Task Force (IETF) is driving much of the activity to develop protocols for the evolution of SS7 to SS7 over IP. The Signaling Transport (SIGTRAN) working group is focusing on how the existing SS7 protocol will run over IP.

One approach is to attempt to enable the SS7 service levels to run over IP. The fi rst step is creating components - such as Simple Control Transport Protocol (SCTP) - to run directly over IP, thus replacing Transmission Control Protocol (TCP) and User Datagram Protocol (UDP) to provide a reliable transport for signaling in the telephony networks.

In addition, adaptation layers adapt the generic SCTP transport capability to meet the needs of various SS7 protocols. In the case of Message Transport Protocol 2 (MTP2) peer-to-peer adaptation (M2PA), the adaptation layer adapts the SCTP generic transport to enable Message Transfer Part 3 (MTP3) to run over it. As a result, an existing SS7 link can run directly over IP with all the existing services remaining the same.

Message Transfer Protocol 3-User Adaptation layer (M3UA) is an adaptation layer that adapts the SCTP to the MTP3 boundary. Consequently, Integrated Services Digital Network User Part (ISUP) and Signaling Connection Control Part (SCCP) can run directly over IP without having to adopt an SS7 link-based topology. While M2PA requires the maintenance of the topology of SS7 and SS7 links, M3UA requires only SS7 endpoints, thus participating at only the services level rather than needing the SS7 topology.

Another evolving adaptation layer is SCCP User Adaptation Layer (SUA). Although not as mature as some of the other adaptation layers, SUA is a protocol evolving to allow Transactional Capabilities Application Part (TCAP) to run on top of SCTP. TCAP can run on top of M3UA as well, but SUA is slightly lighter weight than M3UA and SCCP as an endpoint (see Figure 2).


Figure 2: Evolution to SS7 over IP

The Role of M2PA

M2PA allows the classical SS7 link to be replaced by SS7 over IP while maintaining the SS7 link topology. Link-based architecture between the endpoints — various SSPs, Signaling Points (SP), or STPs — can be maintained using links but replaced with IP by using M2PA. Only the transport is changed. Existing service can thus be leveraged for seamless service interoperation simply by replacing the transport and leveraging IP infrastructure in the existing backbone. This, obviously, offers bandwidth savings as well (see Figure 3).


Figure 3: Role of M2PA

The Role of M3UA

M3UA allows the Network Elements (NE), interconnected via the M3UA, to participate at the service level in the SS7 network. The classical network evolves to transiting through a Signaling GW (SGW) that provides, on one side, the interface at the classical SS7 signaling level and provides a transition to M3UA signaling over IP. As a result, SCPs and SSPs can interconnect and be full participants in the network, exactly like all the other elements in the network, except that they are interconnected over IP and adherence to the SS7 link topology is not necessary. The SGW bridges the SS7 service level between the SS7 classic and SS7 over M3UA domains. An IP-centric SCP or an IP-centric SSP, otherwise known as a softswitch, can plug in and be a full participant in the network. The resultant full participation in the network at the service level allows the exercise of all the ISUP protocols and TCAP protocols (see Figure 4).

Figure 4: Role of M3UA

The Impact of SS7 over IP

SS7 over IP primarily addresses the transport aspect of SS7. Call-control services and other types of services, therefore, can continue to be offered and deployed without concern for the method of interconnection. The method of service implementation, however, remains dependent on the particular NE chosen to support the service rather than the transport chosen. To deploy a service on a SN, SCP, an Intelligent Peripheral, or an SSP, the key decision on how to build that service is based on the NE and is not dependent on the transport that happens to be chosen. (see Figure 5).


Figure 5: Impact of SS7 over IP

The Role of SS7 over IP Gateways

SS7 over IP GWs is the key to providing seamless services and call delivery between SS7 over IP and SS7 domains. The ISUP call delivery-call setup, Initial Address Message (lAM), Address Complete Message (ACM), Answer Message (ANM), and so on-transits from the SSP through STPs to SGWs and then to an SSP on the IP domain side that resembles any other SSP, except that it is interconnected via the IP. ISUP call delivery flows between the SS7 and SS7 over IP SSPs without translation, ensuring complete interoperation.

By supporting M2PA and SS7 links simultaneously and translating to the M3UA domain, SS7 over IP also enables migration to IP-based SS7 signaling links. SS7 over IP GWs permit the use of M2PA to connect and slowly migrate out existing SS7 links. Thus, an existing SS7 topology can use the GW as a transitional element to migrate away from the classic SS7 network to an IP-based network using SS7 protocols (see Figure 6).


Figure 6: SS7 over IP GWs

III. Common Service APIs

Playing a critical role in providing service capabilities, common service APIs enable applications written for the classic SS7 domain to run seamlessly over SS7 in the IP domain. This, in turn, permits significant feature and function compatibility between domains to meet user expectations. Running over IP will not alter expectations of the levels of function and capability. Users with phones connected via an IP network will demand the same service as before and will want it to work the same way with the same reliability. Thus, it is key to provide the same functional capability and to provide compatibility between what exists now and what will exist in the future.

Providing the same kind of APIs from one platform to another also ensures full retention of application development investment. Applications written to run the classic SS7 domain, for instance, can run directly in SS7 over IP without being rewritten. This is a key point for getting services deployed rapidly and for being able to provide function and feature compatibility between different converged networks (see Figure 7).


Figure 7: Common Service APIs

IV. Emergent Signaling

A Consideration for SIP
SIP has the potential to be very important in the future and to replace many of SS7’s current uses. Several years will be required, however, before even the standards become solidified. Of course, there will be some deployments of SIP by early entrants, but full feature and function compatibility such as exists now on SS7 is a distant possibility.

SIP is growing in popularity because of the inherent flexibility and extensibility that can address Next Generation Network (NGN) needs. Some people view it as the answer to all problems related to call delivery, services, and device control, but it must be recognized that there are technical hurdles to overcome before it can be deployed seamlessly.

Because of SIP extensibility, some proprietary encodings emerged for early services. TCAP, for instance, provides an envelope for sending back and forth messages and dialogues. Unless what goes in some of those messages is defined, what proprietary encoding is used remains open. To some degree, SIP application interfaces are similar. Currently there is exploitation of SIP to build proprietary messages based on the application need. IETF standards work, however, will eventually promote standardization (see Figure 8).



Figure 8: Emergent Signaling
SIP for Softswitch Services
The International Softswitch Consortium (ISC) has proposed deployment of services in application servers interconnected to the softswitch using SIP. Currently, efforts are being made to encode these proprietary messages and to provide standardization (see Figure 9).

Figure 9: SIP for Softswitch Services

SIP Proxies
The proxy server approach for deployment of services in SIP is widely used. The SIP proxy provides a critical place in the network for routing and other service decisions related to a message. Because SIP messages for the supported entities transit the proxy, opportunities exist to perform services on behalf of each endpoint entity (see Figure 10).


Figure 10: SIP Proxies

Service Programming
IETF Call Processing Language (CPL) may be used to program services. CPL is tied to the SIP interaction and is interesting not only from the standpoint of end users being able to deploy their own services, but also from inside the network. Abstractions have been proposed to enable more generic and seamless service programming. A Capability Set 1 (CS-1) call model running on
top of SIP has been proposed to allow, for instance, the existing IN-based SCPs to provide services in a SIP environment.

A Parlay call model also has been proposed to provide an abstracted API. The Parlay call model wraps around a SIP proxy server to provide services. These proposals suggest the interest in, and the thinking about, how to deploy services seamlessly across these different environments (see Figure 11).

Figure 11: Service Programming

SIP and Interworking
The majority of people still are connected to the existing Switched Circuit Network (SCN). This will not change overnight. ”Forklifting out” existing networks and replacing them with SIP-based networks is not realistic. Calls must be delivered into and from the SCN. Service will need to interwork across domains. Individual “islands” — with services and features existing only within one particular domain— cannot survive (see Figure 12).


Figure 12: SIP and Interworking across Domains

SIP to SS7 GWs
SS7-to-SIP GWs will be required for seamless call and service delivery. If a SIP-to-SS7 GW exists, it is in actuality sitting at the edge of the SIP network. The GW translates SIP to ISUP signaling based on IETF recommendations. Calls originating in the SCN, transiting the NGN, and terminating in the SCN will encapsulate the ISUP according to SIP for Telephony (SIP- T). The interworking of this SIP to SS7 is done at the GW, so the call can be passed through the network and the ISUP message then carried along for regeneration when it is dropped off in the SCN at the opposite end of the network (see Figure 13).


Figure 13: SIP to SS7 GWs

The ability also exists for proxy servers that may run a call model and have seamless service interworking with SIP to CS-1- type mapping. Thus, SCPs could work with the SIP proxy servers. Interworking of services may be accomplished through the evolution of work started in the IETF Service in the PSTN/IN Requesting Internet Service (SPIRITS) working group. While in the early stages, this work is exciting and has tremendous potential for the future.

V. Common Service Platforms

Cross-domain service platforms with a common API and multiple “domain interfaces” (e.g., SIP or SS7) could aid in providing seamless services. For example, a Java APIs for Integrated Networks (JAIN) platform could have SS7 interfaces and a SIP interface; applications could be provided that run on top of this platform and seamlessly across domains.

The emergence of an open API for the generation of services also could seed seamless services. Parlay API, for instance, could allow this to happen. Common APIs, however, often trade flexibility for compatibility, rendering the API less than useful. An abstracted API - an attempt to make it fit everything - is not as useful as one made specifically for an environment.

VI. Cross-Domain Service Deployment

There is some speculation that SIP, and SIP-based, service deployment will become dominant, with SCN viewed as a peripheral interfaced through GWs. In this scenario all services would be built in the SIP environment, and the SCN would be treated as a peripheral to interwork services (see Figure 14).


Figure 14: Cross-Domain Service Deployment with Peripheral SCN

Service platforms may emerge that present a common API and aggregate multiple domains as resources. A common application server could offer interfaces to different domains through something similar to a Parlay API. For instance, a service could be designed that interworks an SCP service together with a proxy server as one seamless service, with transparency to the user application (see Figure 15).


Figure 15: Cross-Domain Service Deployment with Common A

VII. Potential Outcomes

Services will continue to be deployed in different platforms in various ways. A singular solution is unlikely to emerge. The telco environment provided an early indication of this with IN services. Decisions on switch-based, SCP-based, or SN-based services are driven by time to market and revenue.

At opposite ends of the spectrum, point solutions will emerge and ambitious open platform initiatives will be deployed, with classes of applications gravitating toward each. In the telephony environment, for example, there are core network services, such as 800 services or emergency 911 (E911) service that cannot be put into the enterprise. These services gravitate to the core of the network. A follow-me service, however, arguably could belong in an enterprise. Service will tend to gravitate to the solution that makes sense in terms of time to market, where the data has to go, and revenue generation. One solution will not cover all needs and cases.

Device Management by OTA

Device Management by OTA

Device management used to launch new services quickly
Automatic Provisioning (“Over the Air = OTA”) of your subscribers' cellphones is mandatory to launch your GPRS data services (Portal access, MMS, etc.).
OTA integrated with HALYS SMSC and USSD will download the longest profiles in 12 sec to 25 sec, i.e. faster than any other system. If you have the customer online, he can test the service immediately.
A rich library of pre-defined profiles allows customer care staff to provision any make and model with a simple click and get the result on line.
Self-provisioning by customers with a USSD application: customer chooses his make and model interactively and gets the right profile.
Handset Management
Simplified “click OTA” for customer care staff (browser settings)
Flexible creation of new profiles by technical staff with XML models
SIM Card Management
SIM card provisioning with security algorithms (Address Books in SIM, etc.)
JAVA Applets provisioning

Kamis, 07 Agustus 2008

Arsitektur Jaringan GSM

http://mobileindonesia.net/2007/06/11/global-system-for-mobile-communication-gsm/

Gambar Arsitektur jarinan GSM secara umum
Secara umum, network element dalam aristektur jaringan GSM dapat dibagi menjadi :
Mobile Station (MS)
Base Station Sub-system (BSS)
Network Sub-System (NSS)
Operation and Support System
Secara bersama-sama, keseluruhan network element di atas akan membentuk sebuah PLMN (Public Land Mobile Network)
3.1 Mobile Station (MS)
Mobile Station (MS) adalah perangkat yang digunakan oleh pelanggan untuk melakukan pembicaraan. Secara umum sebuah Mobile System terdiri dari :
Mobile Equipment (ME) atau handset
Subscriber Identity Module (SIM) atau Sim card


Gambar ME dan SIM
3.1.1 Mobile Equipment (ME)
Mobile Equipment (ME) atau handset adalah perangkat GSM yang berada di sisi pelanggan yang berfungsi sebagai terminal transceiver (pengirimdan penerima sinyal) untuk berkomunikasi dengan perangkat GSM lainnya. Secara international, ME diidentifikasi dengan IMEI (International Mobile Equipment Identity) dan data IMEI ini disimpan oleh EIR untuk keperluan authentikasi, apakah mobile equipment yang bersangkutan dijinkan untuk melakuan hubungan atau tidak. Gambar di bawah ini menunujukan format penomoran IMEI.

Gambar Format penomoran IMEI

TAC (Type Approval Code), adalah kode yang diberikan pada saat Mobile Equipment ditest sebelum ME tersebut dijual ke pasar.
FAC (Final Assembly Code), menunjukan kode manufaktur/pabrik.
SNR (Serial Number)
SP (Spare field)
3.1.2 Subscriber Identity Module (SIM)
Subscriber Identity Module (SIM) adalah sebuah smart card yang berisi seluruh informasi pelanggan dan beberapa informasi service yang dimilikinya. Mobile Equipment (ME) tidak dapat digunakan tanpa ada SIM card di dalamnya, kecuali untuk panggilan emergency (SOS) dapat dilakukan tanpa menggunakan SIM card. Secara umum informasi/data yang disimpan di dalam SIM adalah sebagai berikut :
IMSI (International Mobile Subscriber Identity) adalah penomoran pelanggan yang akan selalu unik di seluruh dunia. Gambar di bawah ini menunjukan format penomoran IMSI.

Gambar Format penomoran IMSI
- MCC (Mobile Country Code)
- MNC (Mobile Network Code)
- MSIN (Mobile Subscriber Identification Number)
MSISDN (Mobile Subscriber ISDN)
Gambar Format penomoran MSISDN

MSISDN adalah nomor yang merupakan nomor panggil pelanggan.
- CC (Country Code)
- NDC (National Destination Code)
- SN (Subscriber Number)
Sebagai contoh MSISDN 62 811 970399 => CC= 62, NDC = 811, SN = 970399.

Authentication Key (Ki), alogorithma authentikasi A3 dan A8, PIN dan PUK (PIN Unblocking Key).
Data network yang bersifat temporer/sementara, seperti : TMSI (Temporary Mobile Subscriber Identity), LAI (Location Area Identity), Kc, Forbidden PLMN.
Data yang terkait dengan service, seperti : SMS, setingan bahasa,dll.
Secara functionality, sebuah MS mempunyai fungsi-fungis sebagai Radio Resource Management, Mobility Management, dan juga sebagai Communication Management.
3.2 Base Station Sub-system (BSS)
Secara umum, Base Station Sub-system terdiri dari BTS (Base Transceiver Station) dan BSC (Base Station Controller).
3.2.1 Base Transceiver Station (BTS)
BTS adalah perangkat GSM yang berhubungan langsung dengan MS. BTS berhubungan dengan MS melalui air interface atau disebut juga Um Inteface. BTS berfungsi sebagai pengirim dan penerima (transciver) sinyal komunikasi dari/ke MS yang menyediakan radio interface antara MS dan jaringan GSM. Karena fungsinya sebagai transceiver, maka bentuk pisik sebuah BTS adalah tower dengan dilengkapi antena sebagai transceiver. Sebuah BTS dapat mecover area sejauh 35 km. Area cakupan BTS ini disebut juga dengan cell. Sebuah cell dapat dibentuk oleh sebuah BTS atau lebih, tergantung dari bentuk cell yang diinginkan. Fungsi dasar BTS adalah sebagai Radio Resource Management, yaitu melakukan fungsi-fungsi yang terkait dengan :
meng-asign channel ke MS pada saat MS akan melakukan pembangunan hubungan.
menerima dan mengirimkan sinyal dari dan ke MS, juga mengirimkan/menerima sinyaldengan frekwensi yang berbeda-beda dengan hanya menggunakan satu antena yang sama.
mengontrol power yang di transmisikan ke MS.
Ikut mengontrol proces handover.
Frequency hopping
3.2.2 Base Station Controller
BSC adalah perangkat yang mengontrol kerja BTS-BTS yang secara hiraki berada di bawahnya. BSC merupakan interface yang menghubungkan antara BTS (komunikasi menggunakan A-bis interface) dan MSC (komunikasi menggunakan A interface).
Melakukan fungsi radio resource management pada BTS-BTS yang ada di bawahnya.
Mengontrol proces handover inter BSC dan juga ikut serta dalam proces handover intra BSC.
Menghubungkan BTS-BTS yang berada di bawahnya dengan OMC sebagai pusat operasi dan maintenance.
Ikut terlibat dalam proces Call Control seperti call setup, routing, mengontrol dan men-ternimate call.
Melakukan dan mengontrol proces timing advance control, yaitu mengontrol sinyal-sinyal yang diterima dari MS yang bergerak, sehingga tidak saling overlap.

3.3 Network Sub-System
3.3.1 Mobile Switching Center (MSC)
MSC adalah network element central dalam sebuah jaringan GSM. Semua hubungan (voice call/transfer data) yang dilakukan oleh mobile subscriber selalu menggunakan MSC sebagai pusat pembangunan hubungannya. Pada umumnya, MSC memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut :
Switching dan Call Routing : Sebuah MSC mengontrol proces pembangunan hubungan (call set up), mengontrol hubungan yang telah terbangun, dan me-release call apabila hubungan telah selesai. Dalam hal ini, MSC akan berkomunikasi dengan banyak network element lain seperti NE BSS, VAS, dan IN. MSC juga melakukan fungsi routing call ke PLMN lain (operator seluler lain ataupun jaringan PSTN).
Charging : Untuk pelanggan pre-paid, MSC akan selalu berkomunikasi dengan IN yang melakukan fungsi online charging. Selain itu, MSC juga akan mencatat semua informasi tentang sebuah call dalam bentuk CDR (Call Detail Record).
Berkomunikasi dengan network element lainnya (HRL,VLR, IN, network element VAS, dan MSC lainnya) : MSC akan berkomunikasi dengan HLR dan VLR terutama dalam proces pembangungan hubungan (call set up), call routing (di HLR disimpan lokasi terakhir MS tujuan dan untuk merouing call tersebut ke MS yang sedang meng-cover MS tujuan, HLR akan meminta informasi routing ke MSC yang sedang meng-cover MS pemanggil) dan call release. MSC akan berhubungan dengan network element VAS seperti SMSC, MMSC, RBT server, dll, dalam rangka proces delivery content service-service VAS tersebut ke MS tujuan. MSC akan berhubungan dengan MSC lain dalam hal proces call setup (trmasuk call routing), dan juga mengontrol process handover antar cell yang terletak pada 2 MSC yang berbeda.
Mengontrol BSC yang terhubung dengannya : Sebuah MSC dapat terhubung dengan 1 BSC atau lebih. MSC akan mengontrol dan berkomunkasi dengan BSC dalam hal call setup, location update, handover inter MSC (handover antara 2 cell yang terdapat pada 2 BSC yang berbeda tapi masih dalam 1 MSC yang sama).
3.3.2 Home Location Register (HLR)
HLR adalah network element yang berfungsi sebagai sebuah database untuk penyimpan semua data dan informasi mengenai pelanggan yang tersimpan secara permanen, dalam arti tidak tergantung pada posisi pelanggan. HLR bertindak sebagai pusat inforamsi pelanggan yang setiap waktu akan diperlukan oleh VLR untuk merealisasi terjadinya komunikasi pembicaraan. VLR selalu berhubungan dengan HLR dan memberikan informasi posisi terakhir dimana pelanggan berada. Informasi lokasi ini akan diupdate apabila pelanggan berpinah dan memasuki coverage area suatu MSC yang baru. Informasi-informasi yang disimpan di HLR adalah :
- Identitas pelanggan (IMSI, MSISDN)
- Suplementary service pelanggan
- Informasi lokasi terakhir pelanggan
- Informasi Authentikasi pelanggan
HLR juga akan selalu berkomunikasi dengan AuC dalam hal melakukan retrieving parameter authentikasi yang baru setiap saat sebelum segala jenis aktvitas pelanggan dilakukan.
3.3.3. Visitor Location Register (VLR)
VLR adalah network element yang berfungsi sebagai sebuah database yang menyimpan data dan informasi pelanggan, dimulai pada saat pelanggan memasuki suatu area yang bernaung dalam wilayah MSC VLR (setiap MSC akan memiliki 1 VLR sendiri) tersebut (melakukan Roaming). Informasi pelanggan yang ada di VLR ini pada dasarnya adalah copy-an dari informasi pelanggan yang ada di HLR-nya. Adanya informasi mengenai pelanggan dalam VLR memungkinkan MSC untuk melakukan hubungan baik Incoming (panggilan masu) maupun Outgoing (panggilan keluar). VLR bertindak sebagai data base pelanggan yang bersifat dinamis, karena selalu berubah setiap waktu, menyesuaikan dengan pelanggan yang memasuki atau berpindah dalam suatu area cakupan suatu MSC. Data yang tersimpan dalam VLR secara otomatis akan selalu berubah mengikuti pergerakan pelanggan. Ketika pelanggan bergerak meninggalkan area suatu MSC dan menuju area MSC lainnya, maka informasinya akan dicatat di VLR MSC barunya dan dihapus dari VLR sebelumnya. Dengan demikian posisi pelanggan dapat dimonitor secara terus menerus dan hal ini akan memungkinkan MSC untuk melakukan penyambungan pembicaraan/SMS dari/ke pelanggan ini ke dengan pelanggan lain. VLR selalu berhubungan secara intensif dengan HLR yang berfungsi sebagai sumber data pelanggan.
Bila sebuah MS bergerak keluar coverage area suatu MSC menuju coverage MSC yang lain, maka yang terjadi adalah :
VLR MSC yang baru akan meng-check di daabase-nya apakah record MS tersebut sudah ada atau belum. Proces pengecheckan dilakukan dengan menggunakan IMSI.
Jika recordnya belum ada, maka VLR akan mengirimkan request ke HLR MS tersebut untuk mengirimkan copy-an data MS tersebut yang ada di HLR-nya.
HLR akan mengirimkan informasi MS tersebut ke VLR tjuan dan juga meng-update informasi lokasi MS tersebut di database HLR. HLR kemudian akan mengintruksikan VLR sebelumnya(asal) untuk menghapus informasi MS tersebut di databasenya.
VLR yang baru akan menyimpan informasi MS tersbut, termasuk lokasi terakhir dan statusnya.
3.3.4 Authentication Center (AuC)
AuC menyimpan semua informasi yang diperlukan untuk memeriksa keabsahan pelanggan, sehingga usaha untuk mencoba mengadakan hubungan pembicaraan bagi pelanggan yang tidak sah dapat dihindarkan. Disamping itu AuC berfungsi untuk menghindarkan adanya pihak ke tiga yang secara tidak sah mencoba untuk menyadap pembicaraan. Dengan fasilitas ini,maka kerugian yang dialami pelanggan sistem selular analog saat ini akibat banyaknya usaha memparalel, tidak mungkin terjadi lagi pada GSM. Sebelum proses penyambungan switching dilaksanakan sistem akan memeriksa terlebih dahulu, apakah pelanggan yang akan mengadakan pembicaraan adalah pelanggan yang sah.
AuC menyimpan informasi mengenai authentication dan chipering key. Karena fungsinya yang mengharuskan sangat khusus, authentication mempunyai algoritma yang spesifik, disertai prosedur chipering yang berbeda untuk masing-masing pelanggan. Kondisi ini menyebabkan AuC memerlukan kapasitas memory yang sangat besar. Wajar apabila GSM memerlukan kapasitas memory sangat besar pula. Karena fungsinya yang sangat penting, maka operator selular harus dapat menjaga keamanannya agar tidak dapat diakses oleh personil yang tidak berkepentingan. Personil yang mengoperasikan dilengkapi dengan chipcard dan juga password identitas dirinya. Tabel di bawah ini menunjukan data-data yang disimpan di HLR dan VLRdan AuC.



3.3.5 Equipment Identity Registration (EIR)
EIR memuat data-data peralatan pelanggan (Mobile Equipment) yang diidentifikasikan dengan IMEI (International Mobile equipment Identity). Data Mobile Equipment yang di simpan di EIR dapat dibagi atas 3 (tiga) kategori:
Peralatan yang diijinkan untuk mengadakan hubungan pembicaraan kemanapun
Peralatan yang dibatasi dan hanya diijinkan mengadakan hubungan pembicaraan ketujuan yang terbatas
Peralatan yang sama sekali tidak diijinkan untuk berkomunikasi
Kebaradaan EIR belum distandardisasi secara penuh, oleh karena itu belum dioperasikan di semua operator. Masih diperlukan klasifikasi dan penyempurnaan yang berkaitan dengan aspek hukum. Di Indonesia sendiri, belum ada operator seluler yang mengimplementasikan EIR. Bila EIR digunakan, maka operator dapat melakukan pemblokiran terhadap handaset (INGat, bukan pemblokiran nomor pelanggan, tapi pemblokiran handset (pesawat telponnya)) yang digunakan oleh pelanggan. Sehingga apabila ada handset pelanggan yang hilang, maka pelangan dapat mengajukan agar handaset tersebut diblokir sehingga tidak akan pernah dapat digunakan lagi oleh orang lain. Dengan pengimplementasian EIR ini tentu akan dapat mengurangi kasus-kasus pencurian handphone, karena si pemilik dapat meminta agar handphonenya yang sudah dicuri diblokir dan tidak dapat digunakan lagi. Sehingga motivasi para pencuri untuk melakukan pencurian handphone akan berkurang.
Berdasarkan keterangan-keterangan pada sub bab - sub bab di atas, distribusi lokasi informasi-informasi yang diperlukan dalam proces authentikasi pada network elemen-network elemen jaringan GSM dapat digambarkan sebagai berikut :


3.4 Operation and Support System (OSS)
Operation and Support System (OSS) sering juga disebut dengan OMC (Operation and Maintenance Center, adalah sub system jaringan GSM yang berfungsi sebagai pusat pengendalian dan maintenance perangkat (network element) GSM yang terhubung dengannya. Tiap-tiap network element mempunyai perangkat OMC-nya sendiri-sendiri, misalnya network element NSS mempunyai perangkat OMC sendiri, network element BSS mempunyai perangkat OMC sendiri, network element VAS juga memiliki perangkat OMC sendiri. Biasanya, di banyak operator semua perangkat OMC ini diletakan di dalam satu ruangan OMC yang terpusat.
OMC pada umumnya memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut :
Fault Management : Memonitor keadaan/kondisi tiap-tiap network element yang terhubung dengannya. Dalam hal ini, OMC akan selalu menerima alarm dari network element yang menunjukan kondisi di network element yang dimonitor, apakah ada probelm di newtwork element atau tidak.
Configuration Management : sebagai interface untuk melakukan/merubah configurasi network element yang terhubung dengannya.
Performance Management : Berapa OMC ada yang dilengkapi juga dengan fungsi performance management, yaitu fungsi untuk memonitor performance dari network element yang terhubung dengannya.
Inventory Management : OMC juga dapat berfungsi sebagai inventorty management, karena di database OMC terdapat informasi tentang aset yang berupa network element, seperti jumlah dan konfigurasi seluruh network element, dan juga kapasitas network element.
Gambar di bawah ini menunjukan contoh diagaram sebuah OMC yang memonitor berbagai macam network elements.

Spesifikasi Teknis GSM

http://mobileindonesia.net/2007/06/11/global-system-for-mobile-communication-gsm/

Di Eropa, pada awalnya GSM didesign untuk beroperasi pada band frekwensi 900 MHz, dimana untuk frekwensi uplinknya digunakan frekwensi 890-915 MHz, dan frekwensi downlinknya menggunakan frewkwensi 935 – 960 MHz. Dengan bandwidth sebesar 25 MHZ yang digunakan ini (915 - 890 = 960 – 935 = 25 MHz), dan lebar kanal sebasar 200 kHz, maka akan didapat 125 kanal, dimana 124 kanal digunakan untuk voice dan 1 kanal untuk signaling.
Pada perkembangannya, jumlah kanal sebanyak 124 kanal tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan yang disebabkan pesatnya pertambahan jumlah subscriber. Untuk memenuhi kebutuhan kanal yang lebih banyak ini, maka regulator GSM di Eropa mencoba menggunakan tambahan frekwensi untuk GSM pada band frekwensi di range 1800 MHZ, yaitu band frekwensi pada 1710-1785 MHz sebagai frekwensi uplink dan frekwensi 1805-1880 MHZ sebagai frekwensi downlinknya. Kemudian GSM dengan band frekwensi 1800 MHZ ini dikenal dengan sebutan GSM 1800. Pada GSM 1800 ini tersedia bandwidth sebesar 75 MHz (1880-1805 = 1785-1710 = 75 MHz). Dengan lebar kanal tetap sama seperti GSM 900, yaitu 200 KHz, maka pada GSM 1900 akan tersedia kanal sebanyak 375 kanal.
GSM yang awalnya hanya digunakan di Eropa, kemudian meluas ke Asia dan Amerika. Di Amerika Utara, dimana sebelumnya sudah berkembang teknologi lain yang menggunakan frekwensi 900 MHZ dan juga 1800 MHz, sehingga frekwensi ini tidak dapat lagi digunakan untuk GSM. Maka regulator telekomunikasi di sini memberikan alokasi frekwensi 1900 MHZ untuk peng-implementasian GSM di Amerika Utara. Pada GSM 1900 ini, digunakan frekwensi 1930-1990 MHz sebagai frewkwensi downlink dan frekwensi 1850-1910 MHz sebagai frewkwensi uplinknya. Spesifikasi lengkap tentang GSM 900, GSM 1800, dan GSM 1800 dapat dilihat di table di bawah ini.

Di Eropa, standard-standard GSM kemudian juga digunakan untuk komunikasi railway, yang kemudian dikenal dengan nama GSM-R.

Sejarah dan Perkembangan GSM

http://mobileindonesia.net/2007/06/11/global-system-for-mobile-communication-gsm/

Pada awal tahun 80-an, teknologi telekomunikasi seluler mulai berkembang dan banyak digunakan. Tapi teknologinya masih analog, seperti AMPS, TACS, dan NMT. Tapi karena menggunakan teknologi yang masih analog, beberapa system yang dikembangkan di beberapa negara yang berbeda tidak saling kompatibel satu dengan yang lainnya, sehingga mobilitas user sangat terbatas pada suatu area system teknologi tertentu saja.
Untuk mengatasi keterbatasan yang terdapat pada sistem-sistem analog sebelumnya, pada tahun 1982, negara – negara Eropa membentuk sebuah organisasi bertujuan untuk menentukan standard-standard telekomunikasi mobile yang dapat dipakai di semua Negara Eropa. Organisasi ini diberi nama Group Speciale Mobile (GSM). Pembentukan organisasi ini dilatarbelakangi oleh keadaan di tiap-tiap negara Eropa pada ssat itu yang masih menggunakan system telekomunikasi wireless yang analog dan tidak compatible antara negara, sehingga tidak memungkinkan dilakukannya roaming antar negara. Organisasi ini kemudian menghasilkan standard-standard telekomunikasi bergerak yang kemudian dikenal dengan GSM (Global System for Mobile communication).
GSM sendiri mulai diimplementasikan di negara eropa pada awal tahun 1990-an. Pemakaian GSM kemudian meluas ke Asia dan benua Amerika. Pada saat ini GSM merupaka teknologi komunikasi bergerak yang paling banyak digunakan di seluruh dunia. Pada akhir tahun 2005, pelanggan GSM di dunia sudah mencapai 1,5 billion pelanggan dan merupakan teknologi yang paling banyak digunakan. Tabel di bawah ini menujukan perkembangan-perkembangan penting yang terkait dengan pengimplementasian GSM dan juga perkembangan teknologi seluler lainnya.



GSM adalah sebuah teknologi komunikasi bergerak yang tergolong dalam generasi kedua (2G). Perbedaan utama sistem 2G dengan teknologi sebelumnya (1G) terletak pada teknologi digital yang digunakan. Keuntungan teknologi generasi kedua dibanding dengan teknologi generasi pertama antara lain sebagai berikut :
Kapasitas sistem lebih besar, karena menggunkan teknologi TDMA (digital), dimana penggunaan sebuah kanal tidak diperuntukan bagi satu user saja. Sehingga pada saat user tersebut tidak mengirimkan informasi, kanal dapat digunakan oleh user lain. Hal ini berlawanan dengan teknologi FDMA yang digunakan pada generasi pertama.
Teknologi yang dikembangkan di negara-negara yang berbeda merujuk pada standard intrenasional sehingga sistem pada negara – negara yang berbeda tersebut masih tetap kompatible satu dengan lainnya sehingga dimungkinkannya roaming antara negara.
Dengan menggunakan teknologi digital, service yang ditawarkan menjadi lebih beragam, dan bukan hanya sebatas suara saja, dapi juga memungkinkan diimplementasikannya service-service yang berbasis data, seperti SMS dan juga pengiriman data dengan kecepatan rendah.
Penggunaan teknologi digital juga menjadikan keamanan sistem lebih baik. Dimana dimungkinkan utk melakukan encripsi dan chipering informasi.

Sistem Telepon Selular Digital GSM

Sistem Telepon Selular Digital GSM
Posted by mujib84 on April 25, 2008

Sebelum GSM, di Indonesia telah ada 2 jenis telepon selular analog, yaitu AMPS (Advances Mobile Phone System) dan NMT (Nordic Mobile Telephone). Jenis telepon selular digital lainnya yang akan segera dioperasikan di Indonesia adalah DAMPS (Digital AMPS). Tulisan ini mengupas latar belakang, teknologi dan perkembangan GSM
STKB selular sistem analog yang beroperasi di Eropa bersifat sangat regional, di mana masing-masing negara mengoperasikan sistem yang berbeda dan tidak kompatibel satu dengan yang lain. Di Jerman dan Portugal beroperasi sistem C-NET yang dikembangkan oleh Siemens, di Perancis beroperasi sistem RC-2000, di Belandan dan negara Skandinavia beroperasi sistem NMT yang dikembangkan Ericson, sedangkan di Inggris Raya beroperasi sistem TACS.
Masing-masing sistem dikembangkan dengan teknologi yang berbeda, sehingga tidak ada kompatibilitas satu dengan yang lain. Akibatnya setiap sistem hanya dapat dioperasikan di wilayah negara yang tertentu. Kondisi ini sangat tidak menunjang kegiatan mobilitas masyarakat negara Eropa yang sering berada di negara lain, baik untuk tujuan bisnis maupun wisata. Ditambah lagi dengan rencana terbentuknya European Community, kondisi tersebut sama sekali tidak dapat dipertahankan.
Pengembangan masing-masing sistem analog yang beroperasi hanya nasional disebabkan adanya orientasi interest yang berbeda bagi masing-masing pengelola, yakni PTT. Akibatnya, pemasaran terbatas hanya satu negara dan tidak dapat mendapatkan jumlah pelanggan yang cukup besar. Tetap diperlukan dukungan infrastruktur yang lengkap dan mahal, sehingga konsekuensinya adalah timbulnya harga jual yang mahal serta biaya pemakaian yang cukup tinggi. Oleh sebab itu pemakai selular terbatas hanya mereka yang benar-benar mampu dan memerlukan, bukan sebagai sarana telekomunikasi yang mencapai segenap lapisan masyarakat.
Atas dasar pemikiran tersebut dan tanpa menguntungkan salah satu sistem yang telah beroperasi serta untuk menciptakan sistem yang jauh lebih baik dari yang sudah ada, maka Perancis (France Telecom) dan Jerman (Bundespost) sepakat untuk memelopori munculnya teknologi digital selular yang kemudian dikenal dengan nama GSM, dengan didukung oleh industri telekomunikasi di kedua negara tersebut.
Melalui pengkajian yang sangat mendalam, akhirnya ETSI (European Telecommunication Standard Institute) dapat menerima GSM sebagai standar Eropa.
Pada pertengahan tahun 1991, jaringan GSM muncul untuk pertama kalinya, dimana salah satu pelopornya adalah Deutsche Bundespost melalui anak perusahaannya Detecom siap untuk mengoperasikan GSM pada 1 Juli 1991, yang dikenal dengan nama D1 Network.
Diperkirakan dengan munculnya standarisasi GSM, sistem lain yang beroperasi di Eropa perlahan-lahan hilang. Ini berarti hilangnya sebagian besar pasar sistem non GSM. Hal tersebut mempengaruhi minat industri untuk mengembangkan teknologi sistem lama yang ada (CNET, RC 2000, NMT, TACS).
Pengembangan GSM Dalam konferensi WARC (World Administrative Radio Conference) tahun 1979, ditetapkan bahwa frekwensi 860 Mhz - 960 Mhz dialokasikan untuk komunikasi selular di kemudian hari. Dengan penetapan ini berarti band frekuensi selebar 2 x 25 Mhz khusus disiapkan untuk sistem selular digital. Tahun 1982, dengan dipelopori oleh Jerman dan Perancis, maka CEPT (Conference Europeance d’Administration de Post et Telecommunication) menetapkan GSM sebagai standar digital selular untuk Eropa. Dan tahun 1985, Jerman, Perancis, Itali dan Inggris bersatu untuk mengembangkan standarisasi GSM. Tahun 1987 di tanda tangani Memorandum of Understanding pemakaian GSM oleh 14 negara Eropa.
Target pembangunan GSM :
Tahun 1991 adalah permulaan pengoperasian jaringan GSM Tahun 1993 meliputi semua kota besar Tahun 1995 mencapai semua jalan raya antar kota.
Di dalam kenyataannya, banyak terjadi hambatan dalam penerapan GSM, sehingga target operasional GSM tidak terpenuhi. Walaupun semua infrastruktur telah siap sejak pertengahan 1991, namun realisasi pengoperasian secara komersil baru dapat dimulai kuartal terakhir 1992.
Situasi ini menunjukkan bahwa GSM merupakan teknologi yang sangat kompleks dan memerlukan pengkajian cukup lama untuk mencapai kesepakatan standar. Disamping itu GSM menjadi ajang perebutan pengaruh dan kompetisi baik dari masing-masing operator di tiap negara, maupun industri telekomunikasi yang memproduksi GSM. Keuntungan bisnis yang besar akan diperoleh pihak yang berhasil memasukkan usulan standarnya. Tidak heran apabila standar type approval untuk hand phone baru dapat disepakati pada September 1992, karena harus mempertimbangkan dan memasukkan puluhan item pengujian dalam memproduksi sistem GSM.
Walaupun standarisasi GSM baru saja terselesaikan dan pengoperasiannya baru saja dimulai, bahkan belum merata ke seluruh Eropa, namun dengan mengantisipasi perkembangan GSM yang sangat pesat serta tingkat kepadatan pelayanan per area yang tinggi, maka arah perkembangan teknologi GSM adalah DCS 1800, yakni Digital Celular System pada alokasi frekwensi 1.800 MHz. Dengan frekwensi tersebut, akan dicapai kapasitas pelanggan yang semakin besar per satuan sel. Di samping itu, dengan luas sel yang semakin kecil akan dapat menurunkan kekuatan daya pancar hand phone, sehingga bahaya radiasi yang timbul terhadap organ kepala, sebagaimana dikhawatirkan pada akhir-akhir ini, akan dapat dieliminasi.
Jaringan GSM Alokasi frekwensi : Transmit : 935 MHz - 960 MHz Receive : 890 MHz - 915 MHz Modulasi : TDMA (Time Division Multiple Access) Caarier spacing : 200 KHz untuk 8 kanal Jaringan GSM selular, terdiri atas : MSC (Mobile Switching Center), sebagai switching system BSS (Base Station Subsystem), sebagai pengirim dan penerima sinyal radio dari dan ke pelanggan OS (Out Station), sebagai terminal pelanggan yang bersifat bergerak.
Keistimewaan dari GSM yang tidak terdapat pada sistem analog maupun pada American Digital Cellular (ADC) adalah adanya standardisasi interface antar masing-masing sub sistem. Dengan demikian, GSM menjanjikan suatu sistem yang tidak harus dimonopoli oleh satu merek. Dalam arti bahwa Switching, Base Station, dan Out Station dapat berasal dari merek/pemasok yang berbeda. Kondisi ini jelas sangat menguntungkan pihak operator, karena tidak ada ketergantungan sama sekali terhadap satu supplier. Ketidaktergantungan kepada satu pemasok tersebut memungkinkan karena adanya standardisasi yang jelas :
A Interface, antara MSC dengan BSS A Bis Interface, antara BSC dengan BTS Um Interface, antara BSS dengan Out Station.
Standardisasi A-bis Interface belum sepenuhnya terselesaikan, sehingga sampai saat ini BSS secara lengkap pada umumnya dipasok dari satu mere. Standardisasi A Interface dan Um Interface terbukti telah berhasil dengan baik. Jaringan D1 / Detecon merupakan kombinasi dari MSC dari Siemens dan BSS dari Philips, D2 / Mannesman merupakan kombinasi dari MSC SEL dan BSS dari Alcatel (Walaupun sekarang SEL dalam group Alcatel, namun subsistem MSC dan subsistem BSS berasal dari industri yang berbeda).
Karena fungsinya yang sangat kompleks, maka MSC dilengkapi dengan :
-Home Location Register (HLR) untuk menyimpan data permanen dari semua pelanggan. -Visitor Location Register (VLR) untuk menyimpan data pelanggan yang bersifat temporer disesuaikan dengan area tempat pelanggan berada. -Authentication Register (AuC) untuk keperluan pemeriksaan validasi pelanggan. -Equipment Identity Register (EIR) untuk menyimpan nomer identitas pelanggan. -Mobile Switching Center (MSS)
MSC merupakan inti dari jaringan selular, dimana MSC berperan untuk inter koneksi hubungan pembicaraan, baik antar pelanggan selularr maupun antar selular dengan jaringan telepon kabel PSTN, ataupun dengan jaringan data. MSC memberikan pelayanan kepada pelanggan meliputi :
*Bearer Services :
3,1 KHz telephony Synchronous data 0,3 Kbit/s - 2,4 Kbit/s PAD Services Alternated speech/data *Teleservices : Telephony Emergency calls Telefax Short message services *Supplementary services : Call forwading Charging services Call bearing services Closed user group
Home Location Register (HLR) HLR berfungsi untuk penyimpan semua data dan informas mengenai pelanggan yang tersimpan secara permanen, dalam arti tidak tergantung pada posisi pelanggan. HLR bertindak sebagai pusat inforamsi pelanggan yang setiap waktu akan diperlukan oleh VLR untuk merealisasi terjadinya komunikasi pembicaraan. VLR selalu berhubungan dengan HLR dan memberikan informasi posisi pelanggan berada.
Visitor Location Register (VLR) VLR berfungsi untuk menyimpan data dan informasi pelanggan, dimulai pada saat pelanggan memasuki suatu area yang bernaung dalam wilayah MSC VLR tersebut (melakukan Roaming). Adanya informasi mengenai pelanggan dalam VLR memungkinkan MSC untuk melakukan hubungan baik Incoming (panggilan masu) maupun Outgoing (panggilan keluar).
VLR bertindak sebagai data base pelanggan yang bersifat dinamis, karena selalu berubah setiap waktu, menyesuaikan dengan pelanggan yang memasuki atau berpindah naungan MSC. Data yang tersimpan dalam VLR secara otomatis akan selalu berubah mengikuti pergerakan pelanggan. Dengan demikian akan dapat dimonitor secara terus menerus posisi dari pelanggan, dan hal ini akan memungkinkan MSC untuk melakukan interkoneksi pembicaraan dengan pelanggan lain. VLR selalu berhubungan secara intensif dengan HLR yang berfungsi sebagai sumber data pelanggan.
Authentication Center (AuC) AuC menyimpan semua informasi yang diperlukan untuk memeriksa keabsahan pelanggan, sehingga usaha untuk mencoba mengadakan hubungan pembicaraan bagi pelanggan yang tidak sah dapat dihindarkan. Disamping itu AuC berfungsi untuk menghindarkan adanya pihak ke tiga yang secara tidak sah mencoba untuk menyadap pembicaraan. Dengan fasilitas ini,maka kerugian yang dialami pelanggan sistem selular analog saat ini akibat banyaknya usaha memparalel, tidak mungkin terjadi lagi pada GSM. Sebelum proses penyambungan switching dilaksanakan sistem akan memeriksa terlebih dahulu, apakah pelanggan yang akan mengadakan pembicaraan adalah pelanggan yang sah.
AuC menyimpan informasi mengenai authentication dan chipering key.Karenae fungsinya yang mengharuskan sangat khusus, authentication mempunyai algoritma yang spesifik, disertai prosedur chipering yang berbeda untuk masing-masing pelanggan. Kondisi ini menyebabkan AuC memerlukan kapasitas memory yang sangat besar. Wajar apabila GSM memerlukan kapasitas memory sangat besar pula.
Karena fungsinya yang sangat penting, maka operator selular harus dapat menjaga keamanannya agar tidak dapat diakses oleh personil yang tidak berkepentingan. Personil yang mengoperasikan dilengkapi dengan chipcard dan juga password identitas dirinya.
Equipment Identity Register (EIR) EIR memuat data-data peralatan pelanggan yang dibagi atas 3 (tiga) kategori, yakni : Peralatan yang diijinkan untuk mengadakan hubungan pembicaraan kemanapun. Peralatan yang dibatasi dan hanya diijinkan mengadakan hubungan pembicaraan ketujuan yang terbatas. Peralatan yang sama sekali tidak diijinkan untuk berkomunikasi. Kebaradaan EIR belum distandardisasi secara penuh, oleh karena itu belum dioperasikan di semua operator Eropa. Masih diperlukan klasifikasi di Eropa dan penyempurnaan yang berkaitan dengan aspek hukum.
Base Station Subsystem (BSS)
Base Transceiver Station (BTS) BTS berfungsi sebagai interkoneksi antara infra struktur sistem selular dengan Out Station.BTS harus selalu memonitor Out Station yang masuk ataupun yang keluar dari sel BTS tersebut. Luas jangkauan dari BTS sangat dipengaruhi oleh lingkungan, antara lain topografi dan gedung tinggi.BTS sanga berperan dalam menjaga kualitas GSM, terutamaa dalam hal frekwensi hoping dan antena diversity.
Base Station Controller (BSC) Pada umumnya setiap BSS terdiri atas beberapa Base Transceiver Station, dengan masing-masing BTS mempunyai area yang berbeda.Namun demikian selalu ada area yang over lapping, sehingga kontinuitas komunikasi Out Station dengan infrastruktur selular tetap terjaga. BSC sangat diperlukan untuk mengaur perpindahan Out Station dari satu BTS ke BTS lainnya.Perpindahan area ditentukan dari beda kekuatan sinyal antara 2 (dua) BTS Oper Lapping.Fungsi BSC :
Interfacing antara BSC-MSC, BSC-BTS dan BSC-OMC Alokasi kanal BSC-BTS Indikasi channel blocking antara BSC-MSC Pengaturan frekwensi hoping Pengaturan konfigurasi kanal Pengaturan enkripsi Proses Handover Pengaturan broadcasting channel
Penutup Dengan telah disepakatinya GSM sebagai satu-satunya sistem selular di Eropa, maka sistem analog yang ada secara perlahan dan pasti akan hilang dari peredaran. Di samping itu telah banyak negara di luar Eropa, bahkan beberapa negara di Asia telah menetapkan untuk menerapkan sistem GSM, termasuk Indonesia. Tingkat pemasaran GSM sangat tinggi.Sebagai contoh adalah Jerman, pada bulan Agustus 1992, jumlah pelanggan baru mencapai 20.000 unit.Pada Januari 1993 pelanggan GSm telah mencapai 200.000 unit.Pertambahan per bulan minimal mencapai angka 20.000 unit.
GSM memberikan banyak keunggulan dibandingkan dengan sistem analog yang ada :
-Dapat melakukan International Roaming -Tidak terpaku kepada satu pemasok, sehingga tidak terjadi monopoli -Validitas pelanggan diperiksa sebelum hubungan pembicaraan terlaksana -Dengan fasilitas frekwensi hoping, tidak ada pihak ke tiga yang secara tidak sah dapat ikut mendengarkan pembicaraan. -Kualitas suara yang lebih baik dan lebih peka. -Kapasitas pelanggan yanglebih besar. -Features pelanggan yang lebih beragam, paging, facsimile, dan ISDN

perangkat perangkat di BTS GSM

perangkat perangkat di BTS GSM
Posted by mujib84 on April 25, 2008

Sedikit tentang perangkat perangkat GSM
Antenna BTS (bentuknya persegi panjang), berfungsi mengakomodasi hubungan antara Mobile equipment (hp) dan perangkat BTS yang terhubung dengan antenna tsb. Sedangkan fungsi antenna MW (bentuknya seperti genderang), biasanya untuk mengakomodasi hubungan antara BTS dan BSC. Output power untuk BTS, terus terang saya tidak begitu mengerti. Sedangkan untuk perangkat radio MW, biasanya sekitar 27 dBm atau 0.5W (untuk frek. 7 atau 8 GHz), dan sekitar 25 atau 23 dBm (untuk frek. yang lebih tinggi). Tapi, output power dari perangkat radio MW, juga tergantung lebar bidang (bandwidth) yang dipancarkan. Semakin besar bandwidhtnya, semakin kecil output powernya.
Antenna BTS secara umum ada dua type : OMNI antenna dan PANEL antenna.Antenna yg berbentuk Parabola adalah antenna untuk Microwave (Transmission system). Ada macam-macam antenna utk MW: Grid pack, horn,etc.) Salah satu fungsi penutup tersebut untuk melindungi element didalam antenna, untuk menahan tiupan angin.
Pada antenna Microwave (MW) Radio, yang bentuknya seperti rebana genderang, itu termasuk jenis high performance antenna. Biasanya ada 2 brand, yaitu Andrew and RFS. Ciri khas dari antenna high performance ini adalah bentuknya yang seperti gendang, dan terdapat penutupnya, yang disebut radome. Fungsi radome antara lain untuk melindungi komponen antenna tsb, dari perubahan cuaca sekitarnya.
Antenna Gain bermacam-macam, untuk GSM yang di pasang di semi-urban biasanya berkisar antara 15-18 dB. Untuk antenna MW, tergantung dari diameter antenna tersebut, semakin besar diameternya, semakin besar gain antenna tsb, berkisar antara 30-40 dB
Antenna GSM bisa dual band bisa juga single band. Jadi utk antenna dualband, GSM900 dan GSM1800 BTS bisa diconnect ke antenna yang sama. Kalau pake single band antenna, biasanya antenna GSM900 lebih besar daripada antenna GSM1800 (dari prinsip dipole antenna = 1/2 lambda) Transmisi untuk BTS sebagian besar memakai MW atau leased line, jarang ynag memakai Fibre Optic, alasannya nggak efisien dg FO, krn 1 BTS umumnya hanya membutuhkan 1×2Mb link.
Pita 900/1800 MHz, itu merupakan frekuensi yang dipancarkan oleh antenna BTS dan merupakan frekuensi yang ditangkap oleh Mobile Equipment (handphone kita). Sedangkan antar link BTS, komunikasinya lewat BSC dan MSC. Jadi, antar BTS tidak bisa saling berkomunikasi secara langsung. Koneksi dari BTS ke BSC itu biasanya pake MW radio, karena biasanya cuma butuh 1×2MBps (E-1). Sedangkan dari BSC ke MSC, biasanya menggunakan Microwave dengan kapasitas besar, sampai 1xSTM-1, atau menggunakan koneksi FO (untuk kota-kota besar).
Perangkat yang ada didalam Shelter site : BTS, Microwave indoor unit dan Rectifier system.ruangan ber-AC dg tujuan untuk menjaga suhu didalam ruangan pada suhu optimum (+20C) sehingga life time equipment akan terjaga
BTS biasanya dicatu dengan DC supply (-48 V), yang dihasilakn oleh Rectifier system. Rcetifier system ini dilengkapi dengan battery yang akan memback-up systam bial main PLN mati, biasanya back-up time berkisar antara 2 - 4 jam tergantung dari desainnya
pemandu gelombang (Wave Guiding) diaplikasikan ke jalur transmisinya dalam 1 BTS, Pemandu Gelombang merupakan media solid (bukan udara) yang digunakan untuk mengantarkan gelombang microwave (RF). Penggunaan secara praktis (dilapangan), wave guide ini biasa juga disebut sebagai feeder. Wave Guide ini digunakan pada radio MW yang full indoor ==> biasanya untuk kapasitas transmisi yang besar, sampai dengan NxSTM-1 (dimana N=bilangan bulat, Sedangkan, untuk radio MW yang mempunyai kapasitas agak kecil, sampai 16×2 Mbps (16 E1), biasanya menggunakan radio MW indoor dan outdoor type. Nah, interface antara indoor unit (IDU) dan oudoor unit (ODU), biasanya menggunakan coaxial cable (IF cable), karena gelombang yang pancarkan dari IDU ke ODU adalah pada level IF. Dari ODU ke antenna, biasanya langsung menempel (untuk frek. lebih dari 10 GHz), jadi tidak dibutuhkan pemandu gelombang. Sedangkan untuk frek. 7 atau 8 GHz, dimana ODU dan antenna tidak menempel, digunakan low loss cable, untuk menghantarkan gelombang RF, dari ODU ke antenna. Meskipun demikian, tren yang ada saat ini, MW radio yang tidak full indoor type, sudah bisa mengakomodasi traffic sampai level STM-1.
Frekuensi mempengaruhi besarnya sel yang diinginkan, tetapi yang paling utama adalah faktor desain dari operator yang bersangkutan. Penentuan jarak antar BTS, itu dipengaruhi banyak hal. Diantaranya kepadatan pengguna pada area tsb atau jangkauan yang ingin dicapai oleh BTS tsb. Kedua hal tsb, sangat berlawanan. Bila kita ingin mendapatkan jangkauan yang luas untuk 1 BTS, maka jumlah pelanggan yang dilayani akan berkurang. Karena pada sistem GSM, tiap BTS sudah mempunyai alokasi frekuensi tersendiri, yang biasa disebut FA (frequency assignment). Karena tiap GSM menganut sistem TDMA (time division Multiple Access), maka tiap frekuensi bisa dibagi-bagi dalam 8 time slot. Tiap time slot, hanya bisa diisi oleh 1 orang pelanggan, dalam 1 waktu. Pada tiap BTS, bisa dialokasikan beberapa frekuensi (FA), tergantung dari design networknya. Jadi, bila sang designer menginginkan jumlah pelanggan yang bisa dilayani dalam 1 daerah banyak, maka dia harus meletakkan banyak BTS dalam 1 daerah (coverage dari BTS tsb jadi sempit) ==> diaplikasikan dalam daerah perkotaan. Begitu juga sebaliknya, bila sang designer menginginkan coverage yang luas untuk tiap BTS, maka ia harus mengorbankan jumlah pelanggan dalam area tsb.
Sedangkan untuk CDMA, menggunakan sistem yang berbeda. Karena platform dari CDMA adalah spreadspectrum (menyebarkan informasi dalam suatu lebar spektrum tertentu), maka penentuan jumlah pelanggan didasarkan pada kemampuan dari mesin CDMA untuk membangkitkan kode-kode unik, yang akan membedakan masing-masing pelanggan. Jadi, semua pelanggan dalam area BTS tsb menggunakan frekuensi yang sama, tapi tiap-tiap pelanggan yang akan berkomunikasi dengan BTS tsb akan mempunyai kode unik, yang hanya bisa diidentifikasi oleh BTS tsb. Apakah ada batasan jumlah pelanggan dalam 1 BTS CDMA? Pasti ada. Karena penambahan jumlah pengguna dalam 1 area, akan meningkatkan error yang kemungkinan terjadi (teori CDMA dan spreadspektrum). Jadi, para operator CDMA tinggal menentukan maximum error yang diizinkan, dan jumlah pelanggan maksimum yang bisa dilayani oleh BTS CDMA akan mengikuti perhitungan tsb. Nah, ini dia yang menjelaskan mengapa kalau untuk CDMA, 1 BTS bisa mempunyai jarak yang sangat jauh, dengan BTS lain (terutama didaerah pedesaan).
perbedaan BTS dan BSC (Base Station Controller)Karena BSC merupakan “Controller” dari BTS, jadi BSC ini dikoneksikan dengan beberapa BTS, sehingga yang “agak tampak dari luar” adalah BSC site biasanya punya Antenna MW transmisi yang lebih banyak. Juga Site BSC biasanya lebih besar, dengan adanya perangkat Genset, TRS yang lebih banyak dst
Grounding BTS berbeda dg penangkal petir. Fungsi utama dari grounding untuk menjaga impedansi tetap stabil, mencegah kebocoran rambatan listrik
Interkoneksi BTSBSCMSC, biasanya masih menggunakan MW radio ==> ini hanya pada level phisical layer (OSI layer 1). Oya, persinyalan antara BTSBSC adalah proprietary, maksudnya setiap vendor (ericsson, nokia, siemens, alcatel, huawei, etc.) mempunyai protokol khusus tersendiri. Jadi, BTS-nya ericsson, nggak bakalan bisa dihubungkan ke BSC-nya nokia, dan sebaliknya. Sedangkan untuk interkoneksi BSCMSC, biasanya menggunakan MW radio dengan kapasitas lebih besar, atau menggunakan fiber optik. Nah, kalo dari BSC ke MSC, itu sudah ada pengaturan persinyalannya. Biasanya disebut CCS-7 (common channel signalling, versi 7). tapi kalo udah ada yang versi 8, Jadi, BSC nokia, bisa aja dikoneksikan ke MSC-nya ericsson atau siemens. Begitu juga sebaliknya. Oya, interface dari BTS ke BSC adalah E1, sedangkan dari BSC ke MSC, biasanya juga E1. Tapi ada juga yang mesti STM-1. Tergantung spesifikasi dari masing-masing vendor.
Pada microwave radio, memang rentan untuk terjadi interferensi, terutama dalam kota-kota yang besar. Nah, setiap band frekuensi, dibagi menjadi beberapa sub-band, biasanya ditandai dengan alphabetical. Kemudian, setiap sub-band biasanya masih terdiri dari beberapa channel. Kiat untuk menghindari iterferensi adalah dengan melakukan tes RFI (radio frekuensi interference), sebelum kita membuat (manufacture) dan meng-instal perangkat MW radio kita. RFI test dilakukan dengan melakukan scanning terhadap frekuensi tertentu, pada daerah tertentu. Tujuan RFI ini adalah untuk mengetahui, apakah pada frekuensi tertentu subband tertentu dan channel tertentu, sudah ada yang menggunakan atau belum.
Frequency bervariasi, mulai 7, 8, 13, 15,18, 23, 26 , 38 GHz. Didalam band tersebut msh ada Sub-band lagi, jadi hrsnya msg-msg operator punya lokasi tersendiri dari pemerintah untuk menghindari interferensi.

Interface BSS pada GSM

Interface BSS pada GSM
Posted by mujib84 on April 25, 2008

Interface
Interface (antar muka) dibutuhkan untuk mengenali suatu sistem dengan sistem yang lainnya. Jika interface tidak bisa dikenali maka komunikasi yang diinginkan tidak mungkin terjadi. Dalam GSM/DCS terdapat 4 BSS Interface yaitu Air Interface (Um), A-Bis Interface, A-Sub interface dan A-Interface. Pada bagian ini akan membahas mengenai air Interface secara detail mulai dari Physical Layer yang membahas Logical Channel DSM/DCS, Data Link Layer untuk access protocol, Network Layer yang berisi Connection Management, Mobility Management dan Radio Resource Management. Pada bagian ini juga kita bisa mengetahui bagai mana proses Call Setup, Mobile Originating Call (MOC), Mobile Terminating Call (MTC), Location Up date dan Hand Over
1. AIR INTERFACEMerupakan interface antara MS (mobile station) dan BTS (Base Transmission Sistem). Pada interface ini speech dan data yang ditansmisikan melalui Physical Channel. Media yang digunakan adalah udara. Didalam air interface dibagi menjadi 3 layer yang masing masing fungsi layer ini sangat spesifik.
Layer 1 merupakan bagian dari air interface yang tugasnya adalah sebagai logical channel. Channel di air Iinterface ini dibagi 2 kelompok penting yaitu :A. Traffic Chanel (TCH)B. Signaling Channel
Layer 2 merupakan media untuk access protocol dalam hal ini digunakan untuk LAPD (Link Access Protol Dedicated) Channel, yang juga berfungsi untuk melindungi transmisi jika terjadi gangguan.
Layer 3 berisi data yang dibagi menjadi 3 bagian penting untuk pengaturan management data yaitu :
1. Connection Managementyang didalamnya terdapat management untuk pengaturan percakapan (call control), Supplementary service support yang digunakan untuk call forwarding dan Layanan pengenalan nomor merupakan layanan call line identification presentation (CLIP), call line identification restriction (CLIR), dan SMS (Short Messege Service).
2. Mobility Managementyang tugasnya menyampaikan pesan antara MS dan MSC yang dikirimkan melalui A-bis dan A-Interface. Fungsi utamanya adalah mensupport mobilitas pengguna sehingga informasi network untuk pemberian lokasi channel dan menyediakan identitas yang dibutuhkan antara MS dan network. Mobility management dibutuhkan untuk Autentification,indentification, Information procedure, location update, IMSI Attact/detach, periodic updating dll.
2. RADIO RESOURCE MANAGEMENTPada Radio Resource Management pesan antara MS dan BTS atau BSC akan disampaikan melalui Abis interface. Bagian ini digunakan untuk pengaturan common transmission resource, sebagai contoh digunakan pada physical channel dan data link connection pada control channel.
2.1 Physical Layer 1 Air InterfacePada layer 1 speech dan data ditransmisikan melewati media udara pada Air (Um) interface. Physical channel didefinisikan sebagai specific carrier (Radio Frequency Carrier) dengan menggunakan range frequency GSM/DCS yang terdiri dari 174 Channel (seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya : NE BSS part 1).

(lihat gambar 1. Layer Pada Air Interface)
Layer 1 berhubungan langsung dengan layer 3 yang prosesnya diatur oleh channel management dan measurement control. Sedangkan Hubungan Layer 1 dan 2 untuk fungsi-fungsi : Burst transmission , error detection dan correction serta supervisi radio link control. Selain itu Layer 1 digunakan untuk mencari BCCH (Broardcase common channel dan DCCH (Dedicated Control Channel) dari MS setelah pengalokasian channel dari Base Station.
2.1.1 Logical Channel dalam GSM/DCSDibagi menjadi 2 type logical channel : Traffic channel dan Signaling ChannelA. Traffic Channel : Digunakan untuk mengirimkan code speech dan data informsi dari mobile subscriber (MS) . Ada 2 bentuk traffic channel yang didifinisikan sebagai Full rate traffic channel yaitu traffic channel transmisi speech dan data pada air interface ditransmisikan dengan kecepatan 13 kbit/s dan data 9,6 kbit/s dan Half Rate Traffic channel yaitu speech yang ditransmisikan pada air interface 6.5 kbit/s dan data 4.8 kbit/s.
B. Signaling Channel : Digunakan untuk pensinyalan dari MS ke BTS, yang mana pada channel ini dibagi menjadi 3 type :- Broardcase Control Channel (BCCH) yang digunakan untuk singkronisasidan mengirimkan specific data dari BTS ke MS yang bekerja pada Down link(Signaling dari BTS ke MS). BCCH ini dibagi lagi dalam beberapa fungsi yaitu Frequency Correction Channel (FCCH) yang bertugas untuk mengawasi ketepatan frequensi agar bisa berkomunikasi dengan MS. Synchronization Channel (SCH) yang bertugas untuk melanjutkan perjuangan dari FACCH setelah bersingkronisasi dengan MS selanjutnya dilakukan checking prosedur untuk memeriksa informasi yang berisi BSIC (Base Station Identification Code) dan TDMA frame number dan Broardcase Control Channel (BCCH) yang berisi informasi dimana MS membutuhkan referensi untuk ke cell mana akan ditempatkan. Digunakan pada saat Channel combination, frequensi hopping dan cell identification.
- Commond Control Channel (CCCH) yang digunakan untuk pengontrolan akses dari BTS atau dari MS yang bekerja pada frequency up link dan down link. Channel ini dibagi lagi menjadi 4 bagian penting Yaitu : Paging Channel yang digunakan untuk proses call dari BTS ke MS yang bekerja pada frequency down link. Notification Channel yang bertugas sebagai notifikasi MS pada Voice group dan voice boardcase call, bagian ini juga bekerja pada frequency down link. Random Access Channel yang digunakan untuk permohonan signaling channel dari network atau untuk respon dari paging channel dan Access Grant Channel (AGCH) yang bekerja pada saat proses signaling channel oleh BTS untuk MS.
- Dedicated Control Channel (DCCH) yang dibagi menjadi 3 channel penting yaitu : Stand alone Dedicated Control Channel (SDCCH) yang digunakan 2 arah BTS dan MS untuk call setup. Authentification dan fungsi signaling juga dilakukan oleh channel ini. Slow Associated Control Channel (SACCH) yang selalu dipasangkan dengan SDCCH dan TCH. Informasi pensinyalan untuk control dan parameter pengukuran dilakukan lewat channel ini. Pada BTS informasi spesifik network ditransmisikan menggunakan SACCH menjaga agar MS selalu up to date pada setiap perubahan parameter cell. Juga control command pada time advance dan power control ditransmisikan BTS via SACCH. Fast Associated Control Channel (FACCH) yang akan diaktivekan pada saat memerlukan penambahan signaling pada situasi mendesak (contoh : pada saat handover).

Gambar: Logical Channel pada GSM/DCS)
Dalam Um Interface (Air intrerface) pada bagian terdahulu telah dijelaskan mengenai layer 1. Pada episode ini akan kita lanjutkan mengenai layer 2 dan 3 yang akan membahas secara detail fungsi, struktur, dan hal-hal apa yang akan dilakukan pada layer 3 pada Um (air Interface),1. Layer 2 (Data link Layer) pada Um interface
Pada um/air interface layer 2 sering juga disebut dengan data link layer atau dalam istilah GSMnya disebut dengan Linking. Di layer ini informasi yang akan dikirmkan akan dilindungi dari gangguan yang akan terjadi. Tugas dari layer ini adalah mendeteksi gangguan dan melakukan perbaikan, melakukan stabilisasi transmisi atau dengan kata lain memberikan garansi terbebas dari gangguan data.
2. Layer 3 (Network Layer)
Pada layer 3 terdapat 3 fungsi penting yaitu :A. Radio Resource management functionsPada Radio resource management pesan dikirimkan antara MS (mobile subscbriber) dan Base Transciever Station (BTS) atau Base Station Controller (BSC). Pesan pada radio resourse akan dikirimkan pada A-bis interface dalam Radio Signalink Link (RSL) atau Direct Tranfer Application Part (DTAP) kea rah BSC.Pada bagian ini hal-hal yang mendasar yang dilakukan adalah :
- Pada Idle mode procedure (pada saat MS pada kondisi tidak melakukan percakapan):a. Melakukan broadcast informasi dari MS ke BSS atau sebaliknya.b. Melakukan Paging
- Pada saat dedicated mode (pada saat ms sedang melakukan aktivitas) hal hal penting yang dilakukan pada fungsi radio resource management adalah sebagai berikut :a. Pada saat channel assignment procedure (prosedur dimana pembagian untuk penempatan channel dari BTS ke MS).b. Hand over procedure (Pada saat MS akan melakukan perpindahan dari suatu cell ke cell yang lainnya.c. Pada saat prosedur penambahan channel.d. Pada saat pelepasan channel (channel release procedure)
- Pada saat Radio Resources Establishment procedure (Pada saat procedure pembukaanRadio resource).a. Pada saat memasuki dedicated mode permohonan untuk procedure penempatanchannel dengan cepat yang biasa nya terjadi pada saat hand over.b. Pada saat prosedur pengaksesan untuk up linkc. Notification prosedur untuk call setup, hand over dll
B. Mobility ManagementPada Mobility management menyampaikan pesan antara MS dan MSC tanpa dipengaruhi dari sisi BSS. Pesan tersebut dikirimkan melalui A-bis dan A-Interface dalam RSL (Radio Signaling Link) ataupun DTAP (Direct Transfer Application Part) ke BSC. Fungsi utamanya adalah mensupport mobilitas pengguna sehingga informasi network untuk pemberian lokasi channel dan menyediakan identitas yang dibutuhkan antara MS dan network.Prosedur dasar yang dilakukan dalam Mobility Management adalah sebagai berikut :1. Mobility Management Common Prosedure : suatu Prosedur Mobility Management yang dilakukan dalam keadaan biasa yaitu pada saat merealokasikan TMSI (Temporary Mobile subscriber Idensifier), Autentifikasi, Identifikasi, IMSI detach,prosedur pembatalan dan pada saat prosedur informasi pada Mobility Management.
2. Mobility Management specific Prosedure : suatu prasedur dimana Mobility management memerlukan prosedur khusus yaitu pada saat Location update, periodic updating dan pada saat IMSI attach.
3. Connection Management Sub layer service provision : suatu prosedur pada saat connection management sublayer untuk layanan yang bersyarat yaitu :Mobility Management Connection establishment (pembukaan hubungan pada Mobility management), Mobility Management connection Information transfer Phase dan pada saat Mobility Management Connection release.
C. Connection ManagementConnection Management terdiri dari : Call Control, Short Massage danSupplementary Service Support. Pada bagian ini pesan dikirimkan antara MS dan MSColeh karena itu sebagian besar dipertimbangkan untuk segera dilaksanakan.Selain Call Control pada connection management terdapat juga Supplementaryservice support yang digunakan untuk call forwarding dan Layanan pengenalan nomoryang merupakan layanan call line identification presentation (CLIP), call line identificationrestriction (CLIR), dan SMS (Short Messege Service).Prosedur mendasar yang dilakukan pada call control adalah sebagai berikut :
- Prosedur pembukaan panggilan (Call establishment prosedur) : suatu prosedurpembuka pada saat akan melakukan panggilan dimana pada prosedur ini terdapat prosedur pada saat akan melakukan panggilan (Mobil originating call) dan pada saat penerimaan panggilan (Mobil terminating Call).
- Prosedur Signaling sampai pada kondisi active pada prosedur ini terdapat : UserNotification, call rearrangement, user initiated level up dan down grading.
- Call Clearing suatu prosedur dimana dilakukan (clearing) percakapan, pada prosedur ini terdapat clearing yang dilakukan oleh mobile station dan ada juga clearing yang dilakukan oleh network serta clearing yang dilakukan secara berbarengan.
3. Proses Location update pada Um interface
Location Update akan dilakukan mobile station pada saat :1. MS pindah kelokasi area yang lain ( Normal location up dating)2. Pada saat network membutuhkan informasi updating (Priodic updating)3. Pada saat IMSI attach/detach (pada saat mematikan atau menghidupkan handphone)
Pada saat Mobile Station mendapatkan signal dari BTS yang lain dan menemukan location Area Identification (LAI) yang baru pada BCCH, Maka MS akan melakukan permohonan Signaling Dedicated Control Channel (SDCCH) lewat RACH (Random Access Channel) ke network tersebut. Setelah mendapatkan Signaling Channel yang terdapat pada AGCH (Access Grand Channel) MS melakukan set up pada layer 2 connection termasuk melakukan Set Asynchronous Balance Mode pada layer 3 message yaitu permohonan location update (location update request). Sebagai indikasi tambahan MS menginformasikan bahwa permohonan location update yang akan dilakukan adalah Normal location update (bukan priodik ataupun IMSI attch /detach).
VLR (Visitor Location Register) akan menentukan IMSI berdasarkan pada TIMSI dan LAI dan memungkinkan juga dari pemeriksaan VLR sebelumnya dan ketentuan admistrasi dari HLR (Home Location Register). Sebelum dilakukan konfirmasi location update dan memberikan TMSI baru ke mobile station, VLR melakukan pembuktian (authentication request dan authentication response) dan mengaktivekan ciphering (Ciphering mode command dan ciphering mode complete).Setelah melakukan proses diatas maka TMSI baru akan dialokasikan dengan pesan yang dikodekan pada kondisi ini location update telah diterima dan mobile station merespon dengan realokasi TMSI yang lengkap, selanjutnya Base station melepaskan radio resource connection.