Europe: Rome
Untuk para pecinta sejarah, Roma (Rome) adalah open air museum terbesar di dunia. Untuk pecinta makanan, siapa yang tidak kenal dengan Italian food. Untuk para pecinta hidup, Roma adalah jantung Itali: tempat segala keindahan dinikmati, to the maximum! Huh, baru membayangkannya saja saya sudah deg-deg-an....
Roma konon dibangun 753 tahun sebelum Masehi, jadi kurang lebih sudah berumur 2760 tahun. Dari Amsterdam, ke kota purba inilah perjalanan saya selanjutnya. Saya memilih naik Easy Jet (low cost carrier-nya Eropa) dari Amsterdam ke Milan, lalu melanjutkan ke Roma dengan kereta.
Day 9
Saya tiba pagi itu di stasiun kereta Termini yang ternyata tidak jauh dari hotel yang saya pesan on-line sebelumnya. Hotel ini juga tidak jauh dari Piazza della Repubblica, salah satu piazza (ruang terbuka di kota) yang terkenal di Roma dengan basilika Santa Maria degli Angeli e dei Martiri (panjang banget..), yang sebagian didesain Michaelangelo, di salah satu sisinya.
Karena waktu sudah lumayan siang dan saya belum punya rencana apa-apa hari itu, saya lalu menyewa scooter untuk mengitari Roma, in style.. (mengikuti gaya Audrey Hepburn di film Roman Holiday, hehehe) Saya pun dengan pe-de langsung memacu scooter dengan berbekal sebuah peta di tangan.
Jalan-jalan di Roma tidak diaspal melainkan dilapisi batu-batu yang membuatnya sangat unik. Sepanjang jalan, mata saya tidak lepas menemukan bangunan-bangunan kuno maupun klasik, semuanya masih ditinggali bahkan dijadikan apartemen. Bunga-bunga aneka warna menggantung dari balkon, restoran-restoran berjejer di trotoar jalanan, dan orang-orang dengan gaya super stylish maupun yang jelas-jelas backpacker tourists berseliweran di mana-mana.
Setelah beberapa waktu, akhirnya saya menyimpulkan kalau saya cuma muter-muter di satu tempat karena bertemu satu bangunan besar yang itu-itu juga. Akhirnya saya memutuskan untuk makan siang di piazza depan bangunan itu.
Dari membaca contekan (Lonely Planet Guide to Europe), barulah saya tahu kalau bangunan besar itu adalah Monument de Vittorio Emanuele II, didirikan di awal abad ke-20 untuk menghormati raja pertama Italia bersatu. Menurut saya sih bangunan ini lumayan cantik. Namun karena desainnya yang terlalu mencolok dibanding bangunan sekitarnya, juga pendiriannya yang sempat menelan sebagian dari situs bukit Palatine yang bersejarah, banyak yang sinis bahkan menyebutnya "kue pengantin" atau malah "mesin ketik".
Selesai makan siang, saya mengambil kesimpulan bahwa pizza paling tidak enak ternyata saya rasakan di sini. Saya juga mengambil kesimpulan kalau es krim di Itali rasanya tidak bisa disamakan dengan es krim di bagian dunia mana pun-- bahkan tidak seharusnya disebut es krim. Rasa dan teksturnya magical, pilihan rasanya juga luar biasa banyaknya. Pantas saja kalau italians tidak mau menyebutnya es krim, mereka menyebutnya gelato. Because they are not the same! (sejak itu, di Roma saya makan es krim, eh, gelato, lebih dari lima kali sehari. Bahkan Wall's pun rasanya berbeda di sini... sugesti mungkin ya...)
Puas mencoba beberapa rasa gelato, saya pun memacu scooter menuju bangunan paling terkenal di Itali. Apalagi kalau bukan Colosseum.
Persis di balik distrik modern yang sangat sibuk di Roma, berdirilah bangunan berusia hampir dua millenia ini. Colosseum, nama aslinya Amphitheatrum Flavium, fungsi aslinya mungkin mirip dengan stadion pertunjukan. Seperti dipopulerkan oleh Hollywood, Colosseum dulunya menjadi tempat pertunjukan gladiator di mana manusia diadu dengan binatang buas. Konon orang kristen awal yang dulunya dianggap musuh negara, juga dihukum mati di sini dengan perantara binatang buas. Karena inilah, setiap hari Paskah, Paus memimpin prosesi Via Crucis (jalan kesedihan) ke arah Colosseum.
Ternyata, setelah melihat dengan mata kepala sendiri, Colosseum lebih mirip dengan reruntuhan (yang diiklankan dengan baik ke seluruh dunia). Bagian luarnya sudah separuh runtuh dan bagian dalamnya sudah nyaris tak berbentuk. Kalau dihitung-hitung, masih banyak roman amphitheatre yang lebih utuh di bagian dunia lainnya. Ibaratnya, masih banyak penyanyi yang lebih bagus suaranya dari Madonna, tapi semua orang mengakui siapa yang paling terkenal!
Day 10
Setelah ber-scooter di hari pertama di Roma, hari kedua saya bergabung dengan para turis lainnya untuk mengikuti guided tour keliling Roma.
Kami mulai memasuki lorong-lorong sempit di Roma. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Trevi Fountain, air mancur antik paling terkenal di Roma (gambar kanan bawah). Di sini konon kalau kita melempar koin, kita akan kembali ke Roma. Jadi semua orang pun melempar koin ke sini, termasuk saya, karena tidak ada yang menolak kembali ke kota yang begitu menawan ini.
Dari Trevi Fountain, kami lalu dibawa ke salah satu landmark Roma yang tidak kalah terkenal: Pantheon (foto kanan atas). Pantheon yang dibangun oleh kaisar Agrippa, awalnya dimaksudkan sebagai kuil pemujaan dewa-dewa Romawi. Setelah Kristen menjadi agama resmi kerajaan Romawi, pada abad ke-7 Pantheon diubah menjadi gereja. Bangunan ini sangat terkenal karena masih terpelihara baik, dan juga karena menggunakan desain yang luar biasa rumit. Kubah betonnya, yang konon terbesar di dunia, tidak disemen namun mampu menyangga beratnya sendiri yang sekitar 5000 ton selama hampir dua milenia. Bayangkan betapa hebatnya ilmu sipil orang Roma kuno ini, terlebih hingga kini 'resep beton' kubah Pantheon masih misterius.
Kami lalu melanjutkan ke Piazza Navona untuk melihat Fountain of the Four Rivers (Fontana dei Quattro Fiumi....$%#*@!), yang sering disebut sebagai karya terbaik Bernini (gambar kiri atas). Empat sungai yang dilukiskan di sini adalah Nil: mewakili Afrika, Danube: mewakili Eropa, Gangga: mewakili Asia, dan Rio de la Plata: mewakili Amerika. Jangan kecewa, Bengawan Solo atau Kapuas belum sempat dijelajahi oleh si Bernini ini.
Perjalanan diteruskan menelusuri jalan-jalan kecil yang cantik. Kami berjalan melintasi Via dei Condotti yang dipenuhi dengan butik-butik desainer Itali paling terkenal. Tersiar kabar kalau Valentino (buat yang belum pernah dengar.. hehe... dia ini desainer Itali terkenal..) pernah mencoba maju ke pengadilan supaya McDonald's membatalkan pembukaan gerainya di jalan bergengsi ini. Tentu saja dia kalah....
(Sambil melewati butik-butik Hermes, Ferragamo, Bvlgari, dan kroni-kroninya yang memasang label ratusan hingga ribuan dolar untuk tiap item-nya, saya memandang celana jeans yang saya beli di Matahari waktu ada diskon 20%. Kayaknya nggak kalah keren tuh, hehehe...)
Kami pun tiba di Piazza di Spagna, tempat Spanish Steps yang terkenal itu (foto kiri bawah). Berupa barisan tangga lebar yang berpuncak di gereja Trinita Dei Monti, Spanish steps terbentang hingga ke air mancur Barcaccia yang merupakan bagian Piazza di Spagna. Kanan kirinya dihiasi bunga Azalea warna-warni. Pemandangannya memang enak, jadi ratusan orang duduk-duduk di situ dengan berbagai aktivitas. Cuma di sini dilarang makan, jadi saya pun tidak berlama-lama di situ karena perut sudah bergeriyut tidak karuan.
.
Setelah mengistirahatkan kaki beberapa saat dan makan siang dengan risotto seafood, saya melanjutkan sendirian ke Palatine Hill konon merupakan awal sejarah Roma. Konon di Palatine Hill-lah letak gua Lupercal, di mana legenda menyebutkan dua pendiri Roma, Romus dan Romulus, dipelihara oleh serigala betina. Meskipun cerita ini lebih dekat ke mitos, yang jelas Palatine Hill dipenuhi dengan reruntuhan bersejarah.
Mengunjungi Palatine membutuhkan buku panduan dan imajinasi yang tinggi, soalnya semuanya sudah dalam bentuk reruntuhan. Untuk westerners yang menyadari di sinilah kebudayaannya lahir, harusnya sangat menarik. Tapi buat saya agak membosankan...
Day 11
Pagi itu saya merencanakan cara lain untuk menikmati Roma: mengendarai Smart. Mobil kecil dua penumpang favorit Eropa, hemat energi, dan rendah emisi, benar-benar cara paling hijau dan hemat (sewanya murah) untuk menikmati jalan-jalan sempit di Roma.
Tujuan pertama adalah negara dalam negara di Roma yang cuma seluas 44 hektar dan dihuni 800 orang, tapi punya kedaulatan sendiri dan pernah menjadi tempat nasib dunia diputuskan. Apalagi kalau bukan Vatikan. Di sinilah Basilika St.Peter dan Sistine Chapel yang terkenal itu berdiri, demikian juga apartemen Paus. Vatikan juga memiliki 'swiss guard' yang terkenal dengan seragam uniknya, prajurit pribadi Paus yang memang khusus direkrut dari kalangan katolik Swiss.
Dengan Smart yang luar biasa irit bensin dan imut-imut, saya pun menghabiskan sore itu ke setiap sudut Roma, termasuk duduk-duduk di tepian sungai Tiber (Fiume Tevere) yang legendaris. Masih banyak tempat menarik di Roma yang wajib dikunjungi... mungkin nanti di kunjungan kedua...
Roma konon dibangun 753 tahun sebelum Masehi, jadi kurang lebih sudah berumur 2760 tahun. Dari Amsterdam, ke kota purba inilah perjalanan saya selanjutnya. Saya memilih naik Easy Jet (low cost carrier-nya Eropa) dari Amsterdam ke Milan, lalu melanjutkan ke Roma dengan kereta.
Day 9
Saya tiba pagi itu di stasiun kereta Termini yang ternyata tidak jauh dari hotel yang saya pesan on-line sebelumnya. Hotel ini juga tidak jauh dari Piazza della Repubblica, salah satu piazza (ruang terbuka di kota) yang terkenal di Roma dengan basilika Santa Maria degli Angeli e dei Martiri (panjang banget..), yang sebagian didesain Michaelangelo, di salah satu sisinya.
Karena waktu sudah lumayan siang dan saya belum punya rencana apa-apa hari itu, saya lalu menyewa scooter untuk mengitari Roma, in style.. (mengikuti gaya Audrey Hepburn di film Roman Holiday, hehehe) Saya pun dengan pe-de langsung memacu scooter dengan berbekal sebuah peta di tangan.
Jalan-jalan di Roma tidak diaspal melainkan dilapisi batu-batu yang membuatnya sangat unik. Sepanjang jalan, mata saya tidak lepas menemukan bangunan-bangunan kuno maupun klasik, semuanya masih ditinggali bahkan dijadikan apartemen. Bunga-bunga aneka warna menggantung dari balkon, restoran-restoran berjejer di trotoar jalanan, dan orang-orang dengan gaya super stylish maupun yang jelas-jelas backpacker tourists berseliweran di mana-mana.
Setelah beberapa waktu, akhirnya saya menyimpulkan kalau saya cuma muter-muter di satu tempat karena bertemu satu bangunan besar yang itu-itu juga. Akhirnya saya memutuskan untuk makan siang di piazza depan bangunan itu.
Dari membaca contekan (Lonely Planet Guide to Europe), barulah saya tahu kalau bangunan besar itu adalah Monument de Vittorio Emanuele II, didirikan di awal abad ke-20 untuk menghormati raja pertama Italia bersatu. Menurut saya sih bangunan ini lumayan cantik. Namun karena desainnya yang terlalu mencolok dibanding bangunan sekitarnya, juga pendiriannya yang sempat menelan sebagian dari situs bukit Palatine yang bersejarah, banyak yang sinis bahkan menyebutnya "kue pengantin" atau malah "mesin ketik".
Selesai makan siang, saya mengambil kesimpulan bahwa pizza paling tidak enak ternyata saya rasakan di sini. Saya juga mengambil kesimpulan kalau es krim di Itali rasanya tidak bisa disamakan dengan es krim di bagian dunia mana pun-- bahkan tidak seharusnya disebut es krim. Rasa dan teksturnya magical, pilihan rasanya juga luar biasa banyaknya. Pantas saja kalau italians tidak mau menyebutnya es krim, mereka menyebutnya gelato. Because they are not the same! (sejak itu, di Roma saya makan es krim, eh, gelato, lebih dari lima kali sehari. Bahkan Wall's pun rasanya berbeda di sini... sugesti mungkin ya...)
Puas mencoba beberapa rasa gelato, saya pun memacu scooter menuju bangunan paling terkenal di Itali. Apalagi kalau bukan Colosseum.
Persis di balik distrik modern yang sangat sibuk di Roma, berdirilah bangunan berusia hampir dua millenia ini. Colosseum, nama aslinya Amphitheatrum Flavium, fungsi aslinya mungkin mirip dengan stadion pertunjukan. Seperti dipopulerkan oleh Hollywood, Colosseum dulunya menjadi tempat pertunjukan gladiator di mana manusia diadu dengan binatang buas. Konon orang kristen awal yang dulunya dianggap musuh negara, juga dihukum mati di sini dengan perantara binatang buas. Karena inilah, setiap hari Paskah, Paus memimpin prosesi Via Crucis (jalan kesedihan) ke arah Colosseum.
Ternyata, setelah melihat dengan mata kepala sendiri, Colosseum lebih mirip dengan reruntuhan (yang diiklankan dengan baik ke seluruh dunia). Bagian luarnya sudah separuh runtuh dan bagian dalamnya sudah nyaris tak berbentuk. Kalau dihitung-hitung, masih banyak roman amphitheatre yang lebih utuh di bagian dunia lainnya. Ibaratnya, masih banyak penyanyi yang lebih bagus suaranya dari Madonna, tapi semua orang mengakui siapa yang paling terkenal!
Day 10
Setelah ber-scooter di hari pertama di Roma, hari kedua saya bergabung dengan para turis lainnya untuk mengikuti guided tour keliling Roma.
Kami mulai memasuki lorong-lorong sempit di Roma. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Trevi Fountain, air mancur antik paling terkenal di Roma (gambar kanan bawah). Di sini konon kalau kita melempar koin, kita akan kembali ke Roma. Jadi semua orang pun melempar koin ke sini, termasuk saya, karena tidak ada yang menolak kembali ke kota yang begitu menawan ini.
Dari Trevi Fountain, kami lalu dibawa ke salah satu landmark Roma yang tidak kalah terkenal: Pantheon (foto kanan atas). Pantheon yang dibangun oleh kaisar Agrippa, awalnya dimaksudkan sebagai kuil pemujaan dewa-dewa Romawi. Setelah Kristen menjadi agama resmi kerajaan Romawi, pada abad ke-7 Pantheon diubah menjadi gereja. Bangunan ini sangat terkenal karena masih terpelihara baik, dan juga karena menggunakan desain yang luar biasa rumit. Kubah betonnya, yang konon terbesar di dunia, tidak disemen namun mampu menyangga beratnya sendiri yang sekitar 5000 ton selama hampir dua milenia. Bayangkan betapa hebatnya ilmu sipil orang Roma kuno ini, terlebih hingga kini 'resep beton' kubah Pantheon masih misterius.
Kami lalu melanjutkan ke Piazza Navona untuk melihat Fountain of the Four Rivers (Fontana dei Quattro Fiumi....$%#*@!), yang sering disebut sebagai karya terbaik Bernini (gambar kiri atas). Empat sungai yang dilukiskan di sini adalah Nil: mewakili Afrika, Danube: mewakili Eropa, Gangga: mewakili Asia, dan Rio de la Plata: mewakili Amerika. Jangan kecewa, Bengawan Solo atau Kapuas belum sempat dijelajahi oleh si Bernini ini.
Perjalanan diteruskan menelusuri jalan-jalan kecil yang cantik. Kami berjalan melintasi Via dei Condotti yang dipenuhi dengan butik-butik desainer Itali paling terkenal. Tersiar kabar kalau Valentino (buat yang belum pernah dengar.. hehe... dia ini desainer Itali terkenal..) pernah mencoba maju ke pengadilan supaya McDonald's membatalkan pembukaan gerainya di jalan bergengsi ini. Tentu saja dia kalah....
(Sambil melewati butik-butik Hermes, Ferragamo, Bvlgari, dan kroni-kroninya yang memasang label ratusan hingga ribuan dolar untuk tiap item-nya, saya memandang celana jeans yang saya beli di Matahari waktu ada diskon 20%. Kayaknya nggak kalah keren tuh, hehehe...)
Kami pun tiba di Piazza di Spagna, tempat Spanish Steps yang terkenal itu (foto kiri bawah). Berupa barisan tangga lebar yang berpuncak di gereja Trinita Dei Monti, Spanish steps terbentang hingga ke air mancur Barcaccia yang merupakan bagian Piazza di Spagna. Kanan kirinya dihiasi bunga Azalea warna-warni. Pemandangannya memang enak, jadi ratusan orang duduk-duduk di situ dengan berbagai aktivitas. Cuma di sini dilarang makan, jadi saya pun tidak berlama-lama di situ karena perut sudah bergeriyut tidak karuan.
.
Setelah mengistirahatkan kaki beberapa saat dan makan siang dengan risotto seafood, saya melanjutkan sendirian ke Palatine Hill konon merupakan awal sejarah Roma. Konon di Palatine Hill-lah letak gua Lupercal, di mana legenda menyebutkan dua pendiri Roma, Romus dan Romulus, dipelihara oleh serigala betina. Meskipun cerita ini lebih dekat ke mitos, yang jelas Palatine Hill dipenuhi dengan reruntuhan bersejarah.
Mengunjungi Palatine membutuhkan buku panduan dan imajinasi yang tinggi, soalnya semuanya sudah dalam bentuk reruntuhan. Untuk westerners yang menyadari di sinilah kebudayaannya lahir, harusnya sangat menarik. Tapi buat saya agak membosankan...
Day 11
Pagi itu saya merencanakan cara lain untuk menikmati Roma: mengendarai Smart. Mobil kecil dua penumpang favorit Eropa, hemat energi, dan rendah emisi, benar-benar cara paling hijau dan hemat (sewanya murah) untuk menikmati jalan-jalan sempit di Roma.
Tujuan pertama adalah negara dalam negara di Roma yang cuma seluas 44 hektar dan dihuni 800 orang, tapi punya kedaulatan sendiri dan pernah menjadi tempat nasib dunia diputuskan. Apalagi kalau bukan Vatikan. Di sinilah Basilika St.Peter dan Sistine Chapel yang terkenal itu berdiri, demikian juga apartemen Paus. Vatikan juga memiliki 'swiss guard' yang terkenal dengan seragam uniknya, prajurit pribadi Paus yang memang khusus direkrut dari kalangan katolik Swiss.
Basilika St.Peter yang berumur 5 abad ini boleh dimasuki siapa saja, asal berpakaian sopan (no short, mini skirt, or sleeveless). Arsitekturnya benar-benar luar biasa indah, dilengkapi dengan patung-patung orang suci dan lukisan-lukisan indah. Desainnya melibatkan artis-artis barat terkenal seperti Bernini, Michaelangelo, dan Raphael. Bahkan saya sempat melihat sebuah prosesi katolik yang tengah berlangsung, dipimpin oleh beberapa pendeta. Tentu saja karena bukan penganut katolik, saya tidak terlalu tahu, namun bisa merasakan suasana religiusnya.
Dengan Smart yang luar biasa irit bensin dan imut-imut, saya pun menghabiskan sore itu ke setiap sudut Roma, termasuk duduk-duduk di tepian sungai Tiber (Fiume Tevere) yang legendaris. Masih banyak tempat menarik di Roma yang wajib dikunjungi... mungkin nanti di kunjungan kedua...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar