link: Mananging Consultant

Cari Blog Ini

Minggu, 07 Oktober 2012

Melayani dan memenuhi kebutuhan orang

Pekerjaan kita adalah bagaimana kita bisa melayani dan memenuhi kebutuhan orang yang menggunakan produk yang kita hasilkan. 
Banyak orang yang tidak peduli pada kebutuhan orang lain kagi mereka yang terpenting adalah menyelesaikan pekerjaan sesegera mungkin dan mendapatkan uang. 
wass,
Dwika

-------------------------------------
Aku hanya peduli pada uangmu
oleh : Arvan Pradiansyah 

Suatu hari gigi saya terasa sakit sekali. Wah, ini benar-benar kabar buruk bagi saya. Betapa tidak, hari itu saya harus memberikan pelatihan untuk para eksekutif sebuah perusahaan besar. 

Berbicara sehari penuh, memberikan inspirasi, motivasi, berdiskusi, dan menjawab pertanyaan mereka dalam kondisi seperti ini benar-benar merupakan tantangan yang luar biasa bagi saya. 

Akan tetapi ada juga manfaatnya. Saya jadi lebih bisa berempati dengan orang yang sedang sakit gigi. Saya juga baru paham mengapa banyak orang bilang bahwa "sakit gigi bisa lebih sakit daripada sakit hati". 

Karena pelatihan masih akan berlangsung esok harinya, maka pada sore hari saya buru-buru berobat ke dokter gigi di sebuah rumah sakit terdekat. Dokter gigi yang saya jumpai bekerja dengan cepat dan tak banyak bicara. 

Ketika saya menjelaskan kondisi saya dia hanya diam saja dan dari pandangan matanya seolah-olah dia mengatakan, "Sudahlah tak usah Anda ceritakan pun saya sudah tahu apa yang terjadi. Saya kan sudah bertahun-tahun jadi dokter gigi." 

Hanya dalam waktu 15 menit, si dokter selesai melayani saya. Dia menambal gigi saya yang berlubang dengan tambalan permanen. "Masih terasa ada yang mengganjal, dok," kata saya sebelum meninggalkan dokter. "Tambalannya terasa kurang rata, bagaimana kalau dibuat rata saja," ujar saya. 

Dokter itu memandang saya dengan tak bergairah. Sambil bergegas seakan-akan sudah segera ingin pulang dia mengatakan, "Sudahlah, nanti juga akan baik sendiri." Saya pun segera pulang dan membayar biayanya yang ternyata cukup mahal. 

Namun, keesokan harinya sakit saya malah semakin parah. Kalau sebelumnya saya hanya merasa nyeri, sekarang rasanya sakit sekali, bahkan ketika gigi atas bersentuhan dengan gigi bawah yang ditambal si dokter. 

Seharian itu pun saya tidak bisa makan. Padahal pelatihan masih berlangsung. Namun demikian, saya berusaha untuk tetap semangat seolah-olah segala sesuatunya baik-baik saja. 

Sore harinya saya kembali ke rumah sakit yang sama, dan karena dokter itu tidak praktik, saya ditangani dokter lain. Begitu melihat gigi saya si dokter segera menyadari kesalahan yang dibuat koleganya. 

"Tambalan ini terlalu tinggi, jadi sudah pasti rasanya sakit sekali," katanya. Ia pun segera meratakan tambalan tersebut. Namun, ternyata bukan hanya itu kesalahan yang dibuat dokter pertama. 

Menurut dokter kedua, gigi saya sudah mengalami masalah dengan akarnya sehingga yang mestinya dilakukan bukanlah menambalnya melainkan melakukan perawatan syaraf. Menambal gigi ini apalagi dengan tambalan permanen malah hanya akan memperunyam masalah. Karena di rumah sakit ini setiap dokter mempunyai spesialisasi sendiri maka saya diminta untuk berobat ke dokter spesialis konservasi gigi. 

Beberapa hari kemudian saya menemui dokter yang dimaksud. Dokter ini masih muda, bersemangat dan berbicara dengan tempo yang cepat, tetapi tampaknya dia tidak suka mendengarkan orang lain. 

Ketika saya baru menjelaskan masalah yang saya hadapi, tiba-tiba dia memotong pembicaraan saya sambil berkata, "Sudahlah, saya sudah tahu apa yang terjadi pada you. Kalau you mau sembuh maka you harus mengikuti kata-kata saya." 

Saya terdiam sejenak. Ketika dia menyebutkan berapa banyak biaya yang harus saya bayar untuk perawatan syaraf gigi saya sudah tidak lagi berkonsentrasi pada pembicaraannya. 

Terus terang saya merasa kurang nyaman, bukan hanya karena si dokter tidak mau mendengarkan dan segera memotong kata-kata saya, melainkan juga karena dia menyebut saya dengan sebutan you. 

Bila ia berbicara pada saya dalam bahasa Inggris tentu saja you adalah cara menyapa seseorang yang wajar, tetapi karena dia bicara dalam bahasa Indonesia maka kata you terasa kurang pas di telinga saya. Bukankah akan lebih tepat bila kita menyapa seseorang dengan panggilan Anda? 

Pembaca yang budiman, ilustrasi di atas saya sampaikan kepada Anda untuk menggambarkan mengenai betapa sulitnya kita melayani orang lain. 

Ketika memberikan pelatihan di salah satu perusahaan perkebunan terbesar di Indonesia beberapa waktu yang lalu, saya mendapatkan banyak pertanyaan dari para peserta mengenai hal ini. "Bagaimana mungkin saya bisa melayani orang lain? Bukankah dalam pekerjaan saya di kebun atau di pabrik saya berinteraksi dengan benda-benda dan bukan dengan manusia?" 

Ini tentu saja sebuah pertanyaan yang menarik. Kawan-kawan yang bekerja di pabrik, perkebunan, pertambangan dan sebagainya pasti merasa bahwa sehari-hari pekerjaan mereka adalah berhubungan dengan benda bukan dengan manusia. 

Ini tentu saja berbeda dengan mereka yang bekerja di dunia perbankan, asuransi, sektor finansial, telekomunikasi, bagian penjualan, dunia hiburan, perhotelan, dan rumah sakit. Akan tetapi, apa benar kawan-kawan yang bekerja dengan benda ini tidak melayani manusia? Apakah ada pekerjaan yang tidak melayani manusia? 

Inilah pertanyaan yang perlu kita pikirkan dalam-dalam. Bukankah tidak ada pekerjaan di dunia ini yang tidak berkaitan dengan manusia? Bukankah pekerjaan itu justru hanya ada bila dia dibutuhkan oleh manusia? Karena itu bukankah bila ia tidak melayani manusia maka ia tidak dapat disebut sebagai sebuah pekerjaan yang benar? 

Karena itu kita seharusnya tidak hanya melihat pekerjaan sebatas aspek fisiknya. Aspek fisik hanyalah hal yang terlihat, padahal bukankah hakikat pekerjaan kita adalah bagaimana kita bisa melayani dan memenuhi kebutuhan orang yang menggunakan produk yang kita hasilkan? 

Yang lebih menarik lagi, bahkan walaupun suatu pekerjaan secara fisik langsung berhubungan dengan orang lain, hal itu tidaklah menjamin pelakunya bisa melihat pekerjaan tersebut sebagai upaya untuk melayani orang lain. 

Banyak orang yang tidak peduli pada kebutuhan orang lain sekalipun orang tersebut sedang berada di hadapannya. Bagi mereka yang terpenting adalah menyelesaikan pekerjaan sesegera mungkin dan mendapatkan uang. Dokter gigi saya hanyalah salah satu dari sekian banyak contohnya.

Tidak ada komentar: