link: Mananging Consultant

Cari Blog Ini

Minggu, 07 Oktober 2012

Beli Aset Produktif


http://profile.ak.fbcdn.net/profile6/488/47/q1502167460_5990.jpg


 Wednesday, September 16, 2009 at 7:20pm

Menunda kesenangan dengan menabung dari uang yang disisihkan bukan dari uang yang disisakan, belilah aset produktif seperti ORI, saham, reksa dana atau emas.
salam,
Dwika

===========
Disiplin pada SLD
oleh : Anatoli Karvof

Perencanaan pengeluaran merupakan suatu keharusan di tengah banyaknya persoalan ekonomi yang mengimpit dan menjepit setiap individu dan keluarga. Walaupun tidak ada aturan baku, sebaiknya pengeluaran maksimum sebesar 30% dari penghasilan. Sisanya bisa digunakan untuk amal, tabungan, asuransi, dan investasi.

Agar perencanaan pengeluaran berjalan sesuai dengan yang diharapkan, sebaiknya Anda perlu mempertimbangkan saving, life style, dan delay of gratification (SLD).

S atau saving, artinya menabung dulu baru sisanya digunakan untuk belanja. Jangan sebaliknya belanja dulu baru sisanya ditabung, ini namanya Anda membayar orang lain terlebih dulu. Harusnya Anda membayar diri Anda terlebih dahulu.

Jika selama ini Anda selalu berbelanja dulu ketika menerima gaji atau penghasilan dan sisanya ditabung. Mulai saat ini, Anda harus memutar balik proses itu. Misalnya, Anda menerima gaji setiap tanggal 1, sisihkan terlebih dulu uang gaji Anda untuk ditabung baru sisanya untuk dibelanjakan.

Menabunglah dari uang yang disisihkan bukan dari uang yang disisakan. Apabila Anda berencana menabung dari uang yang disisakan, hampir dipastikan Anda tidak akan pernah menabung. Jika Anda rutin menabung setiap bulannya, dalam waktu setahun Anda sudah mempunyai tabungan yang relatif besar nominalnya untuk membeli aset produktif seperti obligasi ritel Indonesia (ORI), saham, reksa dana atau emas.

L atau life style, artinya gaya hidup. Dalam hal ini Anda harus menentukan standar gaya hidup yang Anda inginkan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa menaikan standar gaya hidup relatif lebih mudah dibandingkan dengan menurunkannya. Kenapa?

Pada era semua serba-diukur dengan penampilan luar alias materi ini, menaikkan standar gaya hidup-walaupun tidak mampu tetapi dibuat seolah-olah mampu- sudah menjadi keharusan demi faktor gaya dan gengsi.

Bahkan banyak pihak yang menggunakan utang dari kartu kredit untuk meningkatkan gaya hidup. Sebaliknya, sangat sulit untuk menurunkan standar gaya hidup karena selain sudah merasa nyaman dengan standar gaya hidup tinggi, juga tidak ingin dikatakan sedang kesulitan keuangan jika menurunkan standar gaya hidup.

Tujuan dari penetapan standar gaya hidup agar Anda tidak mengalami defisit alias besar pasak dari pada tiang. Pertanyaannya, apakah tidak boleh menaikkan standar gaya hidup? Boleh-boleh saja menaikkan standar gaya hidup jika memang penghasilan Anda meningkat.

Tunda kesenangan

Sudah lumrah jika penghasilan meningkat diikuti dengan pengeluaran yang meningkat pula, bahkan uang dari kenaikan penghasilan habis digunakan untuk belanja.

Alangkah lebih baik, jika persentase kenaikan untuk gaya hidup lebih kecil dibandingkan dengan persentase kenaikan gaji. Tujuannya agar tabungan reguler yang Anda sisihkan lebih besar, tidak stagnan alias jalan ditempat.

Misalnya, gaji Anda saat ini Rp10 juta, Rp2 juta untuk ditabung dan Rp8 juta dibelanjakan. Jika bulan depan Anda naik gaji 10% menjadi Rp11 juta. Bisa saja Anda membelanjakan Rp1 juta dari kenaikan gaji tersebut. Jika hal ini yang Anda lakukan nilai tabungan reguler Anda tidak akan berubah tetap Rp2 juta per bulan. Namun, sebaliknya, menaikan standar gaya hidup Anda hanya 8%, berarti uang dari kenaikan gaji yang Anda belanjakan hanya Rp640 ribu, sisanya Rp360 ribu bisa Anda gunakan untuk tabungan regular menjadi Rp2,36 juta per bulan.

Apabila hal ini yang Anda lakukan, semakin besar kemampuan Anda untuk mengumpulkan aset arus kas positif yang akan memberikan pemasukan dalam jumlah yang cukup besar untuk mempertahankan standar gaya hidup yang Anda inginkan.

D atau delay of gratification yaitu menunda kesenangan atau kenyamanan.

Menunda kesenangan bukan berarti Anda tidak menikmati hidup layak, bukan pula Anda pelit. Menunda kesenangan lebih menekankan kepada pola hidup sederhana dan bijaksana, lebih mendahulukan kebutuhan dibandingkan dengan keinginan.

Bukankah menabung atau investasi itu pada hakikatnya adalah menunda kesenangan untuk berbelanja, yang pada kemudian hari kita akan menerima hasilnya lebih besar dari nilai awal yang kita keluarkan. Dengan mempraktikkan pola hidup menunda kesenangan, kita bisa melakukan kontroling terhadap pola pembelanjaan kita.

Menunda kesenangan ini bisa dilakukan oleh siapa saja termasuk Anda, yang menjadi persoalannya bukan karena kita tidak mampu tetapi masalah mau atau tidak mau saja. Masalah mau tidak mau ini banyak berhubungan dengan faktor gaya dan gengsi.

Sederhananya seperti ini, katakanlah Anda mampu membeli mobil baru seharga Rp300 juta, dengan menganut pola menunda kesenangan, Anda tidak membeli mobil seharga Rp300 juta tersebut, tetapi Anda hanya membeli mobil seharga Rp200 juta.

Adapun sisanya sebesar Rp100 juta bisa Anda tabung dan investasi. Harus diingat, fungsi tabungan hanya untuk jangka pendek (kebutuhan hidup sehari-hari dan berjaga-jaga karena likuiditasnya tinggi dan risikonya relatif rendah), sedangkan tujuan investasi adalah untuk jangka panjang agar uang Anda berkembang biak dan bisa mengalahkan inflasi.

Setelah memahami prinsip SLD, selanjutnya Anda bisa mengelompokkan pos pengeluaran menjadi pengeluaran rutin dan pengeluaran nonrutin.
Updated about 4 months ago · Comment · LikeUnlike
Smile Eve likes this.
Shiddarta Hidajat
Sebagai perbandingan saja, di paragraf pertama disebutkan bahwa belanja kalau bisa maksimal 30 %. Fantastis ! ini kalau mau kaya cepat ala TDW/Tony Robbins atau cocok bagi mereka yang 'sadarnya' agak telat seperti kita2 di usia 40-an :). Kalau sadar dari muda, setelah lulus kuliah dan kerja, dalam buku "The Riches Man in Babylon" dari George Samuel... See More Cleason (1926) yang terkenal, cukup membelanjakan maks 70 % dari penghasilan, 10 % charity (zakat orang bule, kalau muslim 2.5 %), 10 % Investment saving dan 10 % belajar dagang, dalam 20-25 tahun ke depan kita akan menjadi FINANCIAL INDEPENDENCE. Artinya kalau mulai kerja umur 25 dan disiplin melakukan prinsip 70/10/10/10, maka pada usia 45 - 50 kita sudah tidak pusing memikirkan uang :) katanya GSC lho, bukan saya :)
September 18, 2009 at 6:35pm ·
Dwika Sudrajat
Thanks for your comment, Darta.
Tidak ada kata terlambat untuk investasi.
September 18, 2009 at 10:33pm ·

Tidak ada komentar: