Selayang Pandang SI-2009 PPI se-Dunia di Den Haag, Belanda
Ditulis oleh Khoirul AnwarKita bersyukur kepada Tuhan, sebuah acara besar, simposium internasional 2009 (SI-2009), yang digagas oleh persatuan pelajar Indonesia di seluruh dunia (PPI se-Dunia) yang sedianya diadakan di Jerman untuk menyambut 100 tahun Sumpah Pemuda (1928 – 2008), telah sukses dilaksanakan di Belanda tahun ini. SI melibatkan para ilmuwan Indonesia di seluruh dunia untuk bersama-sama menyatukan langkah membangun Indonesia. SI juga menjadi salah satu penyemangat saudara kita di tanah air bahwa kita di luar negeri pun turut memikirkan Indonesia. Kita patut berbangga dengan terselenggaranya acara ini terlepas dari beberapa kekurangan yang ada. Berkat acara ini pula, telah lahir Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4) yang diharapkan menjadi penghubung ilmuwan luar negeri, pemerintah dan ilmuwan dalam negeri. Sehari sebelum pelaksanaan SI-2009 yang berlangsung pada 3-5 Juli 2009, seluruh peserta simposium diundang untuk menghadiri acara ramah tamah dengan Duta Besar (Dubes) RI untuk Kerajaan Belanda, Bapak. J. E. Habibie. Dalam sambutannya, Bapak Dubes menyemangati peserta dengan semangat nasionalisme salah satunya dengan mengingatkan kembali bahwa kemerdekaan Indonesia digagas dari luar negeri oleh para mahasiswa waktu itu seperti Muhammad Hatta, Sutan Syahrir dan beberapa mahasiswa lain ketika mereka menempuh pendidikan di Belanda. Hatta di Rotterdam School of Commerce (kini Erasmus University), dan Syahrir di Amsterdam University, Leiden, Belanda. Acara ramah tamah selesai pada sekitar pukul 22:00, namun matahari baru akan terbenam.
Para pembicara menginap di penginapan yang telah disediakan oleh panitia SI, yaitu di Sekolah Indonesia Netherland (SIN) ataupun di hostel. Penulis sendiri menginap di Stayokay Den Haag Hostel, Scheepmakersstraat 27, 2515VA. Kami tiba di Hostel pada pukul 22:15, tapi suasana masih cukup terang. Dengan nilai tukar mata uang untuk harga yang sama, fasilitas penginapan Eropa lebih sederhana dibandingkan dengan yang ada di Jepang, misalnya tidak ada pembuat air panas, slipper, sisir, dan pengering rambut. Namun penulis tidak menyangka kalau pihak hostel pun tidak menyediakan handuk.
Gambar 1. Ramah tamah peserta SI-2009 di Wisma Kedutaan RI di Belanda
Hari Pertama, 3 Juli 2009; Pembukaan SI-2009
Setelah menikmati sarapan khas Eropa, roti isi keju, Kami melaju dengan mobil KBRI menuju tempat pembukaan acara SI-2009, yang bertempat di Museon, sebuah museum yang terkenal di Den Haag. Jarak dari Stayokay ke Museon tidak begitu jauh, sekitar 15 menit. Jalan-jalan di Belanda cukup sempit sehingga mobil diparkir di bahu jalan. Jalan-jalan kebanyakan datar, yang memungkinkan untuk bersepeda.
Pembukaan acara SI-2009 disampaikan oleh Prof. Dr. H. Achmad Satori Ismail, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta yang membuka dengan doa agar SI-2009 berjalan lancar dan menghasilkan rekomendasi yang bermanfaat untuk kemajuan Indonesia. Sambutan pertama disampaikan oleh Achmad Aditya, ketua panitia SI-2009. Dalam sambutannya, Aditya melaporkan bahwa ada 35 delegasi PPI dari seluruh dunia. Dia mengatakan bahwa para pelajar negara lain pun mungkin melakukan hal yang sama bagi negara mereka di tempat yang berlainan. Sehingga, kita memang bersaing dengan para pemuda negara lain misalnya Malaysia, Eropa, Amerika, Australia dan negara-negara Asia lainnya yang tentunya juga berjuang untuk kemajuan negara mereka masing-masing.
Sambutan kedua disampaikan oleh ketua PPI Belanda, Yohanes Widodo. Beliau menyampaikan bahwa ide simposium ini sebenarnya adalah ide teman-teman PPI Jerman, yang sedianya dilaksanakan tahun lalu bertepatan dengan 100 tahun sumpah pemuda. Namun karena beberapa hal, baru bisa dilaksakan tahun ini. Sebelum menutup sambutannya, Widodo menutup dengan pertanyaan “Akankah simposium ini dapat membawa Indonesia menjadi negara yang kuat pada 2020?”
Gambar 2. Logo yang menjadi latar belakang SI-2009.
Sambutan Dubes yang disampaikan langsung oleh Dubes RI untuk Belanda, Bapak J. E. Habibie, mengakhiri rangkaian acara pembukaan dan sambutan simposium. Dubes menceritakan tentang seorang pemuda Belanda datang ke Tanjungpriok sebagai tentara tidak terlatih. Pertama kali dia beranggapan bahwa orang Indonesia adalah extrimist, namun pikirannya kemudian berubah total setelah bertemu dengan para pemimpin muda Indonesia seperti Soekarno, Hatta, Syahrir dan pemuda lainnya yang cerdas dan berwawasan luas.
Bapak Dubes mengingatkan kepada para pelajar PPI se-Dunia agar tidak merasa bahwa pelajar di luar negeri lebih baik daripada pelajar di dalam negeri. Para pelajar di tanah air menghadapi langsung perjuangan berat dan sulitnya permasalahan nyata di Indonesia Beliau juga mengingatkan bahwa mahasiswa di luar negeri harus mempertahankan rasa kebanggaan yang tinggi terhadap Indonesia. Kebanggaan itu berpotensi menipis karena adanya globalisasi dan perkembangan teknologi di negara maju yang memunculkan pemujaan pada negara bersangkutan dan meremehkan bangsa sendiri. Dubes mengingatkan bahwa pemuda harus membawa pikiran yang baru, pemikiran ke depan, dan tidak berhenti untuk membangun Indonesia.
We are truly global
Pembicara pertama hari itu adalah Dirjen Dikti, Prof. Fasli Jalal, yang memperoleh gelar Doktor dari Universitas Cornell, Amerika Serikat tahun 1991 dan juga seorang guru besar di Univeritas Andalas, Sumatra Barat. Disampaikan oleh beliau bahwa Indonesia memiliki keberagaman yang begitu besar, dengan 3.5 juta km2 laut, 17,548 pulau, 80,000 km panjang pantai, 135 gunung berapi aktif, 300 suku, 700 bahasa dan lain-lain. Ini adalah potensi luar biasa bangsa Indonesia. Ketika negara tetangga menyebut dirinya “we are truly Asia” dengan keragaman budaya mereka, maka kita dengan pengolahan potensi yang baik akan bangga menyebut diri kita “we are truly global”, lalu tepuk tangan menggema dari pada peserta simposium.
Pada tahun 2007, pendapatan per kapita kita US$ 3.843, dan angka harapan hidup 69.7 tahun. Namun disayangkan nilai urbanisasi kita masih tinggi, yaitu sekitar 45.5% dari jumlah populasi 217.4 juta jiwa. Ini artinya bahwa kesejahteraan belum merata. Kita harus berusaha menjaga agar masyarakat desa tertarik bekerja di tempat mereka, dengan menciptakan lapangan kerja dan kehidupan yang lebih layak untuk warga desa.
Kualitas fisik SDM kita juga rendah, yaitu masalah gizi buruk yang menyebabkan tinggi badan yang tidak memenuhi standar dan merebaknya penyakit kurang gizi kronis. World Health Organization (WHO), menyatakan tinggi badan anak Indonesia rawan sekali, yaitu hampir menyentuh batas terendah ketika usia mereka beranjak naik dari 8 tahun. Masalah ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat.
Terkait dengan pengembangan riset dan teknologi, pemerintah sampai saat ini telah menaikkan dana penelitian dari 173 miliar menjadi 1.057 miliar. Sebuah peningkatan yang patut kita syukuri. Dengan penambahan dana tersebut ditargetkan 30 jurnal dari total 400 jurnal ilmiah nasional yang ada sekarang menjadi jurnal internasional dengan menjalin kerja sama misalnya dengan Elsevier. Pemerintah juga akan menyediakan langganan e-journal gratis untuk, perguruan tinggi negeri (PTN) dan peguruan tinggi swasta (PTS), dan akan memilih 50 orang penemu dengan prestasi luar biasa. Sebelum ditutup, Fasli Jalal menyampaikan prestasi anak-anak Indonesia, tahun 2009 cukup membanggakan dengan diperolehnya 117 medali emas dari berbagai macam kompetisi sains dan teknologi tingkat dunia.
Para Pemuda dan Pemimpin
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan sambutan melalui telekonferensi selama lebih kurang 20 menit dan berpesan bahwa siapapun presidennya, hasil-hasil SI-2009 harus tetap dilaksanakan untuk kemajuan bangsa Indonesia. Seusai telekonferensi dilakukan bincang-bincang tentang pesta demokrasi dengan tiga pembicara yaitu, Anis Baswedan, Pipit Kartawijaya, dan Nasir Tamara.
Anis menggarisbawahi bahwa disain arsitektur sistem politik di Indonesia harus dipikirkan dengan matang, misalnya mengapa presiden, DPR memiliki masa jabatan 5 tahun, selama ini tidak ada yang bias menjawab. Jika masa jabatan mereka 2 tahun, mereka dipastikan tidak akan sempat melupakan rakyat. Di sinilah perlunya disain arsitektur politik secara logis dan membangun. Kemudian Indonesia masih memerlukan perbaikan mekanisme pergantian kepemimpinan. Saat ini, Ketika kepemimpinan berubah, semuanya turut berubah, sehingga pembangunan menjadi lambat karena mulai dari nol kembali.
Bagaimana sikap seorang pemuda dalam pembangunan bangsa dicontohkan melalui pidato Bung Hatta saat meresmikan Bendungan Asahan tahun 1950, yaitu dengan mengungkapkan kebutuhan insinyur listrik yang meningkat sejalan dengan kebutuhan membangun bendungan yang juga meningkat. Para pemuda Indonesia saat itu berbondong-bondong mengambil jurusan listrik. Ini mengartikan bahwa pemimpin harus menciptakan mimpi, maka pemuda akan merealisasikannya
Peran Media Massa
Liberalisasi media massa memerlukan perhatian khusus dari bangsa Indonesia. Selama ini Indonesia diberitakan dengan menonjolkan sisi negatifnya . Media massa saatnya dibantu dan didorong untuk menyiarkan berita dengan komposisi berita baik yang lebih besar, misalnya berita baik 80% dan berita buruk 20% untuk menjaga suasana optimis tetapi tetap kritis. Nasir Tamara dari Singapura yang menulis buku tentang revolusi Iran dan sebentar lagi akan merilis buku Indonesia Rising, menambahkan bahwa suasana positif harus didukung. Sedangkan Pipit K, menyoroti undang-undang yang kurang logis/kontradiktif secara matematis, misalnya kasus jumlah kursi anggota dewan. Nusa Tenggara Timur yang hanya berpenduduk 3.754.200 jiwa berhak atas 13 kursi, sementara tetangganya Nusa Tenggara Barat yang penduduknya 4.136.000 jiwa malah hanya memperoleh 9 kursi. Sumatera Barat yang penduduknya 4.511.800 jiwa berhak mendapat 14 kursi, sementara Riau yang penduduknya tidak berbeda jauh, sebanyak 4.330.100 jiwa, hanya memperoleh 10 kursi.
Cadangan Minyak dan Gas
Setelah istirahat, sholat dan makan siang, diskusi selanjutnya adalah bersama Henricus Herwin, dari Total Indonesie dan Agusman Effendi dari dewan energi nasional. Presentasi keduanya menarik dan dapat disimpulkan bahwa cadangan minyak Indonesia tinggal 8 tahun lagi sedangkan cadangan gas tinggal 18 tahun lagi. Indonesia harus segera beralih ke sumber energi terbarukan mulai dari sekarang. Jika tidak segera, maka dipastikan cukup kesulitan setelah 18 tahun ke depan.
Hari Kedua, 4 Juli 2009; Sidang Komisi
Hari kedua adalah hari sidang komisi. Sebagai salah satu presenter pada sidang komisi sains dan teknologi. Heru Susanto (Univ. Diponegoro) mempresentasikan tentang aplikasi membrane yang sangat bermanfaat di Indonesia salah satunya untuk keperluan mencuci darah. Kemudian Khoirul Anwar (JAIST) tentang teknologi WiMAX dan LTE advanced untuk menghubungkan desa-desa di Indonesia dengan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Analisis MicoAlgae untuk biomass, karena hasilnya yang lebih besar daripada sumber-sumber lainnya seperti jarak maupun jagung dipresentasikan oleh Hadiyanto (TU Delft). Deddy H.B. Wicaksono (TU Delft) menyampaikan tentang INSPIRE sebuah nanto-satelit untuk penelitian dan pendidikan mahasiswa Indonesia. Ibu Aiyen (Univ. Tadulako) dan Prof Maggie T.S. (IPB) menyampaikan tentang Inovasi bioteknologi menuju Indonesia sejahtera. Terakhir adalah Prof. Endang Sukara (LIPI) menutup dengan presentasi yang menarik tentang Indonesia sebagai negara dengan megabiodiversiti yang kalau tidak kita jaga, spesiesnya akan berkurang/mati dari 1 spesies/tahun menjadi 100 spesies/tahun.
Hari ketiga, 5 Juli 2009; Pembacaan Rekomendasi
Hari ini adalah hari terakhir simposium. Seperti pada pembukaan, acara penutupan dilakukan pula di Museon. Pagi hari ini, seluruh peserta sidang komisi menyatu bersama untuk saling mendengarkan rekomendasi yang dihasilkan oleh komisi lainnya. Beberapa rekomendasi yang sempat Kami catat adalah sebagai berikut.
Gambar 3. Presentasi hasil final rekomendasi dari setiap komisi.
Rekomendasi Hukum: (a). Supremasi hukum harus dijalankan konsisten, berkomitmen dan berani. (b) Presiden harus berani re-negoisasi (c) Semangat dalam pemberantasan korupsi (d) Penuntasan kasus pelanggaran hak asasi manusia.
Rekomendasi Sosial-kemasyarakatan: (a) Mendesak pemerintah untuk mengoptimalkan aksesibiltas pendidikan (b) Menolak kapitalisme (c) Melakukan efektifitas alokasi anggaran pendidikan 20% di mana dalam anggaran 20% tidak termasuk angaran kepegawaian (d) Penjaringan anak-anak berbakat bekerja sama dengan pemuda dan jaringan universitas bermutu di Indonesia (e) Konsisten dalam menerapkan UU kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) (f) Menghentikan pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) tak terlatih (g) Mengalokasikan waktu dalam pelajaran untuk penyadaran publik atas bahaya penyakit sosial (h) Filterisasi pengaruh globalisasi yang negatif dan destruktif (i) Memaksimalkan peran bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan kesatuan.
Rekomendasi Sains dan Teknologi: (a) Sains adalah kunci kemandirian bangsa yang didukung oleh teknologi yang kuat dan dikembangkan secara mandiri (b) Pengembangan energi sesuai dengan potensi lokal tiap daerah (c) Harus mulai dikembangkan sistem ketahanan pangan, sebagai antisipasi dini terhadap perubahan iklim global.
(Rekomendasi komisi lainnya tidak sempat tercatat oleh penulis)
Deklarasi Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4)
Saat yang paling dinantikan setelah pembacaan rekomendasi adalah ketika para peserta ditantang oleh panitia dengan pertanyaan ”Perlukah kita membentuk sebuah wadah untuk menyatukan ilmuwan Indonesia di luar negeri?” Alhamdulillah semua peserta sepakat tentang perlunya wadah ikatan tersebut yang kemudian diberi nama Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4). Setelah melakukan diskusi yang begitu panjang tentang siapa yang berhak menandatangani pendeklarasian I-4, akhirnya disepakati bahwa semua peserta tanda tangan setelah sebelumnya hanya perwakilan ilmuwan (saya sendiri, Khoirul Anwar) dan ketua panitia Si-2009 (Achmad Aditya). Namun deklarator akhirnya dilakukan bertiga yaitu saya sendiri, Achmad Aditya dan Arif (maaf saya lupa nama lengkapnya).
Gambar 4. Pendeklarasian I-4, Den Haag, 5 Juli 2009, Belanda.
Hari ke-4, 6 Juli 2009; Peserta Pulang ke negara masing-masing
Bagi peserta yang jauh seperti, Jepang, India, Singapura, Indonesia, Mesir, Yaman, Canada dan negara lainnya, bisa jadi ini adalah hari terakhir di Belanda. Saya mengucapkan terima kasih kepada KBRI Belanda yang telah mengantarkan ke Bandara Schiphol, Den Haag. Semoga SI-2009 benar-benar memberikan kontribusi terhadap kemajuan bangsa melalui pelaksanaan rekomendasi yang dihasilkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar