FastBlack Update: Florida Track Circuit
Dear all,
Pada update kali ini, FastBlack akan menambahkan Track baru untuk kalian taklukkan, berikut ini infonya..
Update FastBlack ini akan dilakukan pada:
Hari : Kamis
Tanggal : 19/05/2011
Estimasi : pukul 12:00 - 15:00 WIB
Tanggal : 19/05/2011
Estimasi : pukul 12:00 - 15:00 WIB
Penambahan update Track untuk mode Arcade :
Circuit : Florida Track
Circuit : Florida Track
Sekilas tentang Track Baru ini :
Florida Track adalah sirkuit kenamaan yang berada di Amerika Serikat, sirkuit ini dikenal oleh masyarakat Amerika Serikat dan sering digunakan untuk balapan bergengsi antar mobil mobil yang memiliki cc besar. Di track ini para pembalap Fastblack akan merasakan bagaimana sesungguhnya mengadu kecepatan di rute yang sering digunakan oleh para pembalap legendaris seluruh dunia. Keahlian menyetir dan kepintaran para pemain akan sangat membantu para pembalap untuk dapat mengungguli lawannya di track yang tingkat kesulitannya terbilang lumayan sulit untuk ditaklukkan.
Florida Track adalah sirkuit kenamaan yang berada di Amerika Serikat, sirkuit ini dikenal oleh masyarakat Amerika Serikat dan sering digunakan untuk balapan bergengsi antar mobil mobil yang memiliki cc besar. Di track ini para pembalap Fastblack akan merasakan bagaimana sesungguhnya mengadu kecepatan di rute yang sering digunakan oleh para pembalap legendaris seluruh dunia. Keahlian menyetir dan kepintaran para pemain akan sangat membantu para pembalap untuk dapat mengungguli lawannya di track yang tingkat kesulitannya terbilang lumayan sulit untuk ditaklukkan.
- FastBlack -
Florida Trip Day 2-1: Tragedi Sedot Bensin | untuk semuanya |
Dalam tiga perempat hari, kami melintasi 2 negara bagian: dari Illinois melewati Tenneesee dan Georgia. Kami bersyukur sekali setengah perjalanan bisa kami lalui dengan lancar dan selamat. Sebenarnya kami agak khawatir dengan kondisi mobil yang sudah tua dan sebenarnya tidak bisa dibilang prima. Namun ternyata si Hyundai tua kami ini tahan banting juga dan masih sanggup berlari 60-80 mil per jam meski sering disalip mobil lain.
Setelah kami dan mobil kami beristirahat semalaman, di pagi hari kami bersiap lagi untuk berangkat. Sebelumnya kami sarapan di lobi ruang makan yang tersedia di dekat lobi hotel. Pilihan menunya: sereal, waffle hangat yang harus kami buat sendiri, jus jeruk, susu dan kopi. Kami meilih makan waffle yang mesinnya berbentuk besi besar yang musti dibalik. Aku ingat pertama kali membuat waffle dengan mesin ini sempat membiarkan mesinnya berbunyi "Tut tuuuut" lama sekali karena tak mengerti bahwa harus dibalik sampai diberi tahu oleh resepsionis.
Kami makan waffle dengan maple syrup dan minum jus jeruk. Cukup mengenyangkan ternyata. Tak lupa aku juga mengantongi beberapa sereal dalam bentuk sachet yang disediakan. Siapa tahu nanti bisa dipakai. Ogah rugi banget..he..he.
Kami berangkat sekitar jam 8 pagi saat kota dan jalanan masih sepi. Saat jam makan siang, kami berhenti di rest area tapi karena bekal yang ada cuma lumpia, kami tak bisa makan siang dan menyesali kenapa makanan dari Chinese Rasoy yang masih sedikit tersisa tidak kami simpan saja. Sebelum berangkat dari hotel, kami membuang makanan tersebut karena takut tumpah di jalan dan untuk menyedikitkan barang bawaan. Padahal kami lihat banyak pengunjung rest area yang makan siang dengan bekal bawaan di gazebo-gazebo yang tersedia.
Alhasil, yang kami lakukan cuma berfoto di plang "Selamat Datang di Florida" setelah mengantri di belakang turis-turis lain yang juga berfoto di situ. Setelah itu kami berangkat lagi melintasi Osceola National Park.
Ternyata Osceola National Park membentang begitu panjang. Kami sempat menikmati perubahan vegetasi dari pepohonan yang kering tanpa daun menjadi pepohonan tinggi yang daun-daunnya masih hijau atau berseling hijau merah seperti di musim gugur. Tanpa kami sadari, ternyata bensin mobil kami nyaris habis dan selama bermil-mil kami tak melihat tanda akan ada pom bensin.
Aku segera mengecek GPS untuk melihat pom bensin terdekat. Ternyata adanya sekitar 50 km lagi! Loh? Langsung kami panik karena takut bensin tak akan cukup hingga ke pom bensin terdekat. Kepanikan bertambah setelah di sisi jalan kami melihat ada sekurangnya tiga mobil yang berhenti di tepi jalan, yang kemungkinan besar karena mogok (padahal belum tentu juga...he...he).
Akhirnya suamiku memutuskan untuk berhenti di rest area berikutnya yang tak seramai rest area sebelumnya. Dia lalu memberanikan diri untuk meminta bensin pada pengunjung rest area lainnya! Wadoh! Tapi daripada mogok di jalan. Dia juga menanyakan pom bensin terdekat pada yang lain, tapi rata2 either gak tahu atau mengatakan yang terdekat masih 12 mil lagi. Akhirnya ada turis keturunan India yang bersedia memberikan bensinnya dan bahkan menolak saat suamiku menyatakan akan membeli bensinnya. Masalahnya, gimana cara mengeluarkan bensin dari tangki mobilnya?
Disedot! Ya itulah caranya. Suamiku mencari selang dengan pertolongan pengunjung lain (orang bule Amrik) dan berusaha menyedot bensin dari tangki mobil si India itu. Aku sedih banget melihat pengorbanan suamiku.
Ternyata gak berhasil! Rupanya katup bensinnya dilindungi sehingga bensin tak bisa disedot begitu saja. Akhirnya si India menanyakan seberapa bensin yang masih kami miliki. Pas dia tahu bahwa indikatornya belum sampai ke "empty", dia langsung bilang, "Loh, masih bisa itu. Masih cukup." Dia langsung meyakinkan kami bahwa kami bisa sampai ke pom bensin terdekat.
Suamiku langsung cerah lagi dan dengan membaca basmallah kami berangkat dari rest area. Tahu tidak pom bensinnya ada dimana? Tak sampai setengah jam menyetir, muncul tanda pom bensin di Exit berikutnya! Astaga! Jeduk2 kepala ke dashboard! Kami langsung ketawa lebar. Selain bersyukur, juga mentertawakan kekonyolan situasi kami. Gila gak sih! Udah panik2 sampai mau sedot bensin segala, ternyata pom bensinnya dekat sekali dengan rest area tadi!
Sepanjang perjalanan berikutnya, kami berulang-ulang tertawa bersama mengingat tragedi bensin isep. Ah, pengalaman yang lucu sekali sekaligus membuat kami selalu ingat: Pilih isi atau isep!
(to be continued)
Setelah kami dan mobil kami beristirahat semalaman, di pagi hari kami bersiap lagi untuk berangkat. Sebelumnya kami sarapan di lobi ruang makan yang tersedia di dekat lobi hotel. Pilihan menunya: sereal, waffle hangat yang harus kami buat sendiri, jus jeruk, susu dan kopi. Kami meilih makan waffle yang mesinnya berbentuk besi besar yang musti dibalik. Aku ingat pertama kali membuat waffle dengan mesin ini sempat membiarkan mesinnya berbunyi "Tut tuuuut" lama sekali karena tak mengerti bahwa harus dibalik sampai diberi tahu oleh resepsionis.
Kami makan waffle dengan maple syrup dan minum jus jeruk. Cukup mengenyangkan ternyata. Tak lupa aku juga mengantongi beberapa sereal dalam bentuk sachet yang disediakan. Siapa tahu nanti bisa dipakai. Ogah rugi banget..he..he.
Kami berangkat sekitar jam 8 pagi saat kota dan jalanan masih sepi. Saat jam makan siang, kami berhenti di rest area tapi karena bekal yang ada cuma lumpia, kami tak bisa makan siang dan menyesali kenapa makanan dari Chinese Rasoy yang masih sedikit tersisa tidak kami simpan saja. Sebelum berangkat dari hotel, kami membuang makanan tersebut karena takut tumpah di jalan dan untuk menyedikitkan barang bawaan. Padahal kami lihat banyak pengunjung rest area yang makan siang dengan bekal bawaan di gazebo-gazebo yang tersedia.
Alhasil, yang kami lakukan cuma berfoto di plang "Selamat Datang di Florida" setelah mengantri di belakang turis-turis lain yang juga berfoto di situ. Setelah itu kami berangkat lagi melintasi Osceola National Park.
Ternyata Osceola National Park membentang begitu panjang. Kami sempat menikmati perubahan vegetasi dari pepohonan yang kering tanpa daun menjadi pepohonan tinggi yang daun-daunnya masih hijau atau berseling hijau merah seperti di musim gugur. Tanpa kami sadari, ternyata bensin mobil kami nyaris habis dan selama bermil-mil kami tak melihat tanda akan ada pom bensin.
Aku segera mengecek GPS untuk melihat pom bensin terdekat. Ternyata adanya sekitar 50 km lagi! Loh? Langsung kami panik karena takut bensin tak akan cukup hingga ke pom bensin terdekat. Kepanikan bertambah setelah di sisi jalan kami melihat ada sekurangnya tiga mobil yang berhenti di tepi jalan, yang kemungkinan besar karena mogok (padahal belum tentu juga...he...he).
Akhirnya suamiku memutuskan untuk berhenti di rest area berikutnya yang tak seramai rest area sebelumnya. Dia lalu memberanikan diri untuk meminta bensin pada pengunjung rest area lainnya! Wadoh! Tapi daripada mogok di jalan. Dia juga menanyakan pom bensin terdekat pada yang lain, tapi rata2 either gak tahu atau mengatakan yang terdekat masih 12 mil lagi. Akhirnya ada turis keturunan India yang bersedia memberikan bensinnya dan bahkan menolak saat suamiku menyatakan akan membeli bensinnya. Masalahnya, gimana cara mengeluarkan bensin dari tangki mobilnya?
Disedot! Ya itulah caranya. Suamiku mencari selang dengan pertolongan pengunjung lain (orang bule Amrik) dan berusaha menyedot bensin dari tangki mobil si India itu. Aku sedih banget melihat pengorbanan suamiku.
Ternyata gak berhasil! Rupanya katup bensinnya dilindungi sehingga bensin tak bisa disedot begitu saja. Akhirnya si India menanyakan seberapa bensin yang masih kami miliki. Pas dia tahu bahwa indikatornya belum sampai ke "empty", dia langsung bilang, "Loh, masih bisa itu. Masih cukup." Dia langsung meyakinkan kami bahwa kami bisa sampai ke pom bensin terdekat.
Suamiku langsung cerah lagi dan dengan membaca basmallah kami berangkat dari rest area. Tahu tidak pom bensinnya ada dimana? Tak sampai setengah jam menyetir, muncul tanda pom bensin di Exit berikutnya! Astaga! Jeduk2 kepala ke dashboard! Kami langsung ketawa lebar. Selain bersyukur, juga mentertawakan kekonyolan situasi kami. Gila gak sih! Udah panik2 sampai mau sedot bensin segala, ternyata pom bensinnya dekat sekali dengan rest area tadi!
Sepanjang perjalanan berikutnya, kami berulang-ulang tertawa bersama mengingat tragedi bensin isep. Ah, pengalaman yang lucu sekali sekaligus membuat kami selalu ingat: Pilih isi atau isep!
(to be continued)
Florida Trip Day 2-2: Akhirnya Sampai Juga | untuk semuanya |
Setelah mengisi bensin sampai penuh, maka kami melaju lagi menuju Daytona beach. Daytona adalah kota kecil yang terletak di pesisir pantai timur Florida bagian tengah. Pantai ini memagari laut Atlantik. Yang suka balap mobil mungkin pernah mendengar balapan Daytona 500. Nah, kota ini memiliki landmark Daytona Speedway yang merupakan arena balap Nascar. Pengunjung bisa masuk ke arena balap dan mengikuti tur dengan mengeluarkan beberapa puluh dollar.
Jadi begini, seperti sudah aku ceritakan sebelumnya, saat pertama kali berniat liburan ke Florida, aku memang sudah mencoba menyiapkan segalanya termasuk tempat menginap selama seminggu di Daytona beach. Aku mencari tempat di situs tempat para pemilik kondominium menyewakan tempatnya. Biasanya harganya bersaing dengan harga hotel dan lebih personal sifatnya karena kita berhubungan dengan orang/pemilik langsung bukan dengan pegawai hotel. Tapi resikonya juga ada karena pembatalan pemesanan atau cancellation untuk tempat-tempat seperti ini biasanya batas waktunya jauh sekali dari masa menginap, bisa bahkan sebulan sebelumnya. Padahal hotel biasanya menetapkan pembatalan boleh di hari pertama menginap pada jam 6 sore. Uang depositnya juga lebih besar daripada hotel yang kebanyakan malah tak pakai deposit (untuk reservasi online biasa, bukan paket diskon).
Dari sekian banyak pemilik condo yang aku kontak melalui email, salah satunya adalah Marge yang kondonya terletak di resort bernama Hawaiian Inn. Resort ini cuma bintang tiga, tapi fasilitasnya cukup bagus meski sudah tergolong tua (55 tahun usia bangunannya). Kondo (gak pake 'm' lo, jangan keliru!) milik Marge baru saja direnovasi tahun 2009 dan dari foto-foto di situs otu terlihat cukup bagus. Yang paling memikatku adalah posisinya yang tepat di depan pantai, alias oceanfront.
Setelah bolak-balik berkirim email dengan Marge sampai sempat aku batalkan terus kemudian menghubungi dia lagi dengan malu2, gimana enggak, wong sudah bilang gak jadi eh tiba-tiba bilang jadi, akhirnya aku dan suami sepakat menyewa kondonya si Marge ini. Hitung punya hitung, tarif semalamnya jauh di bawah tarif hotel yang letaknya juga pas di pinggir pantai. Biarlah kamarnya mungil dan tidak terlalu mewah, yang penting fasilitas lengkap dan bahkan ada dapur kecil biar kami bisa makan makanan rumahan (baca: nasi plus lauk). Kemungkinan besar tarifnya jadi turun karena sebagian bangunan Hawaiian Inn sedang direnovasi balkonnya. Tapi menurut Marge, bagian kondonya sudah lebih dulu direnovasi dan tak akan terkena dampak proses renovasi sayap bangunan yang lain.
Setelah lega karena tragedi bensin isep sudah terlewati, kami menelepon Marge yang ternyata tengah berada di condonya untuk menunggu kami. Dia kaget karena disangkanya kami tak jadi pergi akibat badai salju di Illinois. Padahal aku sudah mengirim email yang menyatakan kami akan berangkat tanggal 24 pagi. Tak enak juga rasanya kami menyebabkan Marge dan anak perempuannya harus menunggu di situ padahal mereka sedang merayakan natal dan malamnya akan bersiap makan malam natal. Tapi mau bagaimana lagi, suamiku baru mulai dapat cuti tanggal 24 dan kami hanya bisa sampai ke Florida dengan bermobil keesokan harinya.
Saat kami tiba, hari sudah gelap, tapi Marge, seorang nenek2 yang masih berdandan dengan bergaya, dengan sabarnya menerangkan fasilitas yang ada di kondonya sebelum akhirnya pergi bersama anaknya untuk makan malam. Kami tak bisa melihat laut karena gelap sekali dan hanya bisa mendengar deburan ombaknya. Besoknya baru kami melihat indahnya pemandangan yang menyambut pagi kami dan itulah yang akan kami nikmati selama tujuh hari ke depan.
(to be continued)
Jadi begini, seperti sudah aku ceritakan sebelumnya, saat pertama kali berniat liburan ke Florida, aku memang sudah mencoba menyiapkan segalanya termasuk tempat menginap selama seminggu di Daytona beach. Aku mencari tempat di situs tempat para pemilik kondominium menyewakan tempatnya. Biasanya harganya bersaing dengan harga hotel dan lebih personal sifatnya karena kita berhubungan dengan orang/pemilik langsung bukan dengan pegawai hotel. Tapi resikonya juga ada karena pembatalan pemesanan atau cancellation untuk tempat-tempat seperti ini biasanya batas waktunya jauh sekali dari masa menginap, bisa bahkan sebulan sebelumnya. Padahal hotel biasanya menetapkan pembatalan boleh di hari pertama menginap pada jam 6 sore. Uang depositnya juga lebih besar daripada hotel yang kebanyakan malah tak pakai deposit (untuk reservasi online biasa, bukan paket diskon).
Dari sekian banyak pemilik condo yang aku kontak melalui email, salah satunya adalah Marge yang kondonya terletak di resort bernama Hawaiian Inn. Resort ini cuma bintang tiga, tapi fasilitasnya cukup bagus meski sudah tergolong tua (55 tahun usia bangunannya). Kondo (gak pake 'm' lo, jangan keliru!) milik Marge baru saja direnovasi tahun 2009 dan dari foto-foto di situs otu terlihat cukup bagus. Yang paling memikatku adalah posisinya yang tepat di depan pantai, alias oceanfront.
Setelah bolak-balik berkirim email dengan Marge sampai sempat aku batalkan terus kemudian menghubungi dia lagi dengan malu2, gimana enggak, wong sudah bilang gak jadi eh tiba-tiba bilang jadi, akhirnya aku dan suami sepakat menyewa kondonya si Marge ini. Hitung punya hitung, tarif semalamnya jauh di bawah tarif hotel yang letaknya juga pas di pinggir pantai. Biarlah kamarnya mungil dan tidak terlalu mewah, yang penting fasilitas lengkap dan bahkan ada dapur kecil biar kami bisa makan makanan rumahan (baca: nasi plus lauk). Kemungkinan besar tarifnya jadi turun karena sebagian bangunan Hawaiian Inn sedang direnovasi balkonnya. Tapi menurut Marge, bagian kondonya sudah lebih dulu direnovasi dan tak akan terkena dampak proses renovasi sayap bangunan yang lain.
Setelah lega karena tragedi bensin isep sudah terlewati, kami menelepon Marge yang ternyata tengah berada di condonya untuk menunggu kami. Dia kaget karena disangkanya kami tak jadi pergi akibat badai salju di Illinois. Padahal aku sudah mengirim email yang menyatakan kami akan berangkat tanggal 24 pagi. Tak enak juga rasanya kami menyebabkan Marge dan anak perempuannya harus menunggu di situ padahal mereka sedang merayakan natal dan malamnya akan bersiap makan malam natal. Tapi mau bagaimana lagi, suamiku baru mulai dapat cuti tanggal 24 dan kami hanya bisa sampai ke Florida dengan bermobil keesokan harinya.
Saat kami tiba, hari sudah gelap, tapi Marge, seorang nenek2 yang masih berdandan dengan bergaya, dengan sabarnya menerangkan fasilitas yang ada di kondonya sebelum akhirnya pergi bersama anaknya untuk makan malam. Kami tak bisa melihat laut karena gelap sekali dan hanya bisa mendengar deburan ombaknya. Besoknya baru kami melihat indahnya pemandangan yang menyambut pagi kami dan itulah yang akan kami nikmati selama tujuh hari ke depan.
(to be continued)
Florida Trip Day 2-3: Nasi Goreng Ala Kadarnya dan Kesan Pertama | untuk semuanya |
Malam pertama kami menginap di Hawaiian Inn, suhu udara yang tadinya hangat sekali sampai 75 F, tiba-tiba ngedrop jadi 35 F. Karena memang sampai sudah menjelang malam dan kondisi tubuh kami juga sangat lelah, maka malam itu yang bisa kami lakukan hanya mencari bahan makanan karena kulkas milik Marge kosong melompong. Yang tersedia malah sebotol white wine yang diberikan sebagai hadiah oleh Marge. Untung sudah bawa beras, jadi bisa segera dimasak di rice cooker yang sengaja kami boyong dari rumah.
Kami pun bergegas mencari toko terdekat yang alamak ternyata susah sekali. Karena kami tiba pas hari Natal, maka hampir semua toko tutup. Dengan dipandu GPS kami berkali-kali menemui toko yang tutup dan akhirnya malah mampir ke sebuah warung (toko kecil) yang tak terlacak di GPS yang kebetulan kami lewati. Karena berniat belanja lagi yang lebih lengkap esok hari, kami hanya membeli sedikit bahan makanan seperti telur dan kecap asin. Setelah itu kami langsung kembali ke hotel dan aku pun menyiapkan makanan. Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam ketika kami menyantap nasi goreng seadanya dengan lahap. Ternyata meski cuma berbumbu seadanya dan diisi telur saja, nasi goreng pertama ini terasa nikmaaat banget saat kami menyantapnya bersama.
Saat bangun pagi keesokan harinya kami baru melihat jelas pemandangan luar biasa yang menyambut kami. Tepat di bawah balkon kamar kami yang terletak di lantai 5 terhampar Daytona beach yang berwarna putih dan laut hanya beberapa meter saja. Aku coba mencerna semuanya, dari aroma laut, angin dingin musim dingin yang berhembus, dan juga suara burung camar yang bersahut-sahutan. Rasanya seperti mimpi. Sungguhkah aku sekarang di Daytona, Florida?
Darrel melihat ke luar dan berkata, "This is the first time I see the sea." Oh iya, ini memang kali pertama dia melihat laut secara langsung, kalau Imo sudah berkali-kali diajak main ke pantai ketika kami masih di Jakarta. Tadinya aku khawatir jika dia akan takut melihat laut yang sedekat ini dengan hotel karena dulu sekali aku pernah menginap di sebuah hotel di pinggir pantai selatan dan agak ngeri karena deburan ombaknya terdengar nyaring dari kamar hotel. Tapi ternyata Darrel tak apa-apa dan nantinya aku akan menyaksikan sendiri betapa dia justru menyukainya.
Sayangnya, cuaca masih belum bersahabat dengan kami. Di luar udara terasa dingin dan angin berhembus kencang. Kami melihat kolam renang besar berbentuk kepala Mickey Mouse yang terletak di luar tak ada pengunjung sama sekali. Begitu pula arena golf mini yang tersedia di bawah balkon kami. Kami yang tadinya telah melepas jaket saat memasuki Florida kemarin siang, pagi ini harus kembali memakai jaket saat berniat ke luar untuk berjalan-jalan di pantai.
Sebelum turun, aku sempat melihat dan memotret pemandangan dari balkon dan juga sayap hotel lain yang tertangkap dari balkon kami. Ternyata hampir semua balkon dan jendela sayap tengah telah dilucuti karena mereka memang dalam masa renovasi. Hotel-hotel di daerah yang tak mengenal salju seperti Florida memang biasanya melakukan renovasi di musim dingin, hal ini kami lihat sendiri dari banyaknya hotel2 di sepanjang pantai Daytona yang melakukan perombakan. Awal peak season mereka berlangsung di saat Spring Break alias liburan musim semi untuk mahasiswa/i kampus yang jatuh sekitar pertengahan Maret. Jadi mereka berusaha mengejar waktu agar saat Spring Break hotel mereka sudah siap untuk menyambut banyak tamu.
Sebelum ke luar, kami melintasi lobi hotel yang luas yang ditata ala Hawaii dengan perabotan rotan dan kipas besar berbentuk daun di langit-langitnya. Sarana hiburan yang tersedia adalah empat permainan seperti balap mobil dan pinball serta satu meja ping-pong.
Jalan menuju kolam renang dan pantai menjadi tidak indah karena tertutup tripleks dan rangka besi. Kami melihat kolam renang di luarpun tampak kotor. Ah... aku mulai merasa sedikit menyesal telah memilih hotel ini. Tapi melihat suami dan kedua anakku masih bersemangat untuk menyusuri pantai, maka aku cerah kembali.
Pantai sepi sekali, hanya ada kami berempat. Tapi kami melihat beberapa mobil diparkir di ujung sana. Pantai Daytona memang terkenal sebagai pantai yang bisa dilintasi mobil karena pasirnya yang padat dan lebar pantainya. Mobil-mobil hanya boleh melintas sejak matahari terbit sampai matahari terbenam. Sepanjang hari, mobil patroli pantai bolak-balik melintasi jalur sepanjang lebih dari 2,5 mil. Dahulu, pantai ini kerap dijadikan ajang balap mobil/motor dan arena percobaan mobil2 baru. Tapi kini, kecepatan maksimum yang dibolehkan di pantai itu hanya 10 mil/jam (16 km/jam).
Setelah berfoto-foto di tengah hembusan angin yang makin kencang, kami pun kembali ke kamar hotel untuk memutuskan tujuan pertama hari ini. Mudah-mudahan masih bisa menikmati meski cuacanya sangat dingin.
(to be continued)
Kami pun bergegas mencari toko terdekat yang alamak ternyata susah sekali. Karena kami tiba pas hari Natal, maka hampir semua toko tutup. Dengan dipandu GPS kami berkali-kali menemui toko yang tutup dan akhirnya malah mampir ke sebuah warung (toko kecil) yang tak terlacak di GPS yang kebetulan kami lewati. Karena berniat belanja lagi yang lebih lengkap esok hari, kami hanya membeli sedikit bahan makanan seperti telur dan kecap asin. Setelah itu kami langsung kembali ke hotel dan aku pun menyiapkan makanan. Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam ketika kami menyantap nasi goreng seadanya dengan lahap. Ternyata meski cuma berbumbu seadanya dan diisi telur saja, nasi goreng pertama ini terasa nikmaaat banget saat kami menyantapnya bersama.
Saat bangun pagi keesokan harinya kami baru melihat jelas pemandangan luar biasa yang menyambut kami. Tepat di bawah balkon kamar kami yang terletak di lantai 5 terhampar Daytona beach yang berwarna putih dan laut hanya beberapa meter saja. Aku coba mencerna semuanya, dari aroma laut, angin dingin musim dingin yang berhembus, dan juga suara burung camar yang bersahut-sahutan. Rasanya seperti mimpi. Sungguhkah aku sekarang di Daytona, Florida?
Darrel melihat ke luar dan berkata, "This is the first time I see the sea." Oh iya, ini memang kali pertama dia melihat laut secara langsung, kalau Imo sudah berkali-kali diajak main ke pantai ketika kami masih di Jakarta. Tadinya aku khawatir jika dia akan takut melihat laut yang sedekat ini dengan hotel karena dulu sekali aku pernah menginap di sebuah hotel di pinggir pantai selatan dan agak ngeri karena deburan ombaknya terdengar nyaring dari kamar hotel. Tapi ternyata Darrel tak apa-apa dan nantinya aku akan menyaksikan sendiri betapa dia justru menyukainya.
Sayangnya, cuaca masih belum bersahabat dengan kami. Di luar udara terasa dingin dan angin berhembus kencang. Kami melihat kolam renang besar berbentuk kepala Mickey Mouse yang terletak di luar tak ada pengunjung sama sekali. Begitu pula arena golf mini yang tersedia di bawah balkon kami. Kami yang tadinya telah melepas jaket saat memasuki Florida kemarin siang, pagi ini harus kembali memakai jaket saat berniat ke luar untuk berjalan-jalan di pantai.
Sebelum turun, aku sempat melihat dan memotret pemandangan dari balkon dan juga sayap hotel lain yang tertangkap dari balkon kami. Ternyata hampir semua balkon dan jendela sayap tengah telah dilucuti karena mereka memang dalam masa renovasi. Hotel-hotel di daerah yang tak mengenal salju seperti Florida memang biasanya melakukan renovasi di musim dingin, hal ini kami lihat sendiri dari banyaknya hotel2 di sepanjang pantai Daytona yang melakukan perombakan. Awal peak season mereka berlangsung di saat Spring Break alias liburan musim semi untuk mahasiswa/i kampus yang jatuh sekitar pertengahan Maret. Jadi mereka berusaha mengejar waktu agar saat Spring Break hotel mereka sudah siap untuk menyambut banyak tamu.
Sebelum ke luar, kami melintasi lobi hotel yang luas yang ditata ala Hawaii dengan perabotan rotan dan kipas besar berbentuk daun di langit-langitnya. Sarana hiburan yang tersedia adalah empat permainan seperti balap mobil dan pinball serta satu meja ping-pong.
Jalan menuju kolam renang dan pantai menjadi tidak indah karena tertutup tripleks dan rangka besi. Kami melihat kolam renang di luarpun tampak kotor. Ah... aku mulai merasa sedikit menyesal telah memilih hotel ini. Tapi melihat suami dan kedua anakku masih bersemangat untuk menyusuri pantai, maka aku cerah kembali.
Pantai sepi sekali, hanya ada kami berempat. Tapi kami melihat beberapa mobil diparkir di ujung sana. Pantai Daytona memang terkenal sebagai pantai yang bisa dilintasi mobil karena pasirnya yang padat dan lebar pantainya. Mobil-mobil hanya boleh melintas sejak matahari terbit sampai matahari terbenam. Sepanjang hari, mobil patroli pantai bolak-balik melintasi jalur sepanjang lebih dari 2,5 mil. Dahulu, pantai ini kerap dijadikan ajang balap mobil/motor dan arena percobaan mobil2 baru. Tapi kini, kecepatan maksimum yang dibolehkan di pantai itu hanya 10 mil/jam (16 km/jam).
Setelah berfoto-foto di tengah hembusan angin yang makin kencang, kami pun kembali ke kamar hotel untuk memutuskan tujuan pertama hari ini. Mudah-mudahan masih bisa menikmati meski cuacanya sangat dingin.
(to be continued)
Florida Trip Day 3-1: Hari Yang Terbuang (Or Not) | untuk semuanya |
Hanya sekitar 10 menit saja kami tahan berada di pantai. Karena dingin dan berangin, kami langsung menuju mobil dan melaju mencari supermarket. Sebenarnya aku tak suka jika sudah jauh-jauh ke sini ternyata masih harus menghabiskan waktu di supermarket yang notabene tak ada bedanya dengan yang ada di kota asal kami. Tapi ketiadaan bahan makanan, camilan (ini yang penting!), dan juga air minum yang menipis memaksa kami untuk mengunjungi Wal-Mart.
Di sini, aku sempat tergoda hendak membeli pancingan besar untuk memancing di laut. Tapi sayang suamiku menolak dengan pertimbangan nanti akan menambah penuh bagasi mobil saja, padahal saat pulang nanti bisa dipastikan bawaan kami akan memenuhi bagasi seperti saat kami berangkat. Ya sudahlah, aku tak mau memaksa. Lagipula apa enaknya memancing kalau cuma sendirian sementara suami dan anak-anakku pasti inginnya melakukan kegiatan yang lain.
Ternyata belanja buat kebutuhan seminggu makan waktu lama dan jam 1 lebih kami baru kembali ke hotel. Setelah selesai makan siang, kami berniat mengunjungi wahana kereta gantung dan ferris wheel (bianglala) yang ada di Daytona Beach boardwalk alias dermaga panjang yang dipenuhi toko dan permainan seperti pasar malam meskipun permainannya tak banyak.
Kami sengaja memilih menyusuri pantai untuk menuju Boardwalk. Sore itu, bukan hanya mobil kami yang berjalan pelan di atas pantai Daytona, tapi juga beberapa mobil-mobil lain. Roda ban tak terhambat sama sekali karena tekstur pasir pantai yang padat. Oya, tak semua bagian pantai ini bisa dilalui mobil. Di bagian ujung utara dan timur, mobil tidak boleh melaju di pantai karena merupakan daerah konservasi alam. Di musim semi, kura2 akan datang ke pantai dan bertelur, sehingga di segala musim, daerah pantai tempat mereka bertelur tertutup dari
mobil-mobil. Bahkan hotel-hotel di daerah tersebut akan mematikan lampu bagian luar agar kura-kura mau datang dan nyaman bertelur.
Sampai di Daytona Boardwalk, ternyata ferris wheelnya dan kereta gantungnya tutup dan hanya ada sling shot alias kabel elastis yang diikat di badan dan memantulkan kita ke atas dan ke bawah berulang kali. Ah, mana berani aku mencoba yang seperti itu, apalagi saat cuaca tak enak seperti ini.
Aku tengok kursi belakang. Kedua bocah lincahku sudah tertidur pulas. Rupanya dampak perjalanan sehari semalam masih membekas pada mereka. Ya sudahlah, kami akhirnya memutar balik ke arah hotel sambil melihat-lihat pemandangan yang ada.
Cukup unik karena berkali-kali saat melintasi jalan-jalan di daytona, aku dan suamiku selalu teringat suasana di Indonesia. Saat semalam kami mencari toko yang buka, kami melintasi sebuah jalan yang di satu sisinya
terdapat kali yang sejajardengan jalan, di sisi seberangnya terdapat rumah-rumah yang bentuknya tak beraturan. Kami berdua sepakat kalau suasanannya mirip seperti di Rawa Bambu, Pasar Minggu. Rumah-rumah yang tak seragam bentuknya, berhalaman tak terlalu luas, lalu toko-toko berukuran kecil di sepanjang jalan, mengingatkanku pada kota-kota di pinggiran Jakarta.
Di sepanjang jalan North Atlantic terlihat pemandangan yang kontras. Sisi yang menyusuri pantai penuh dengan hotel-hotel yang menjulang tinggi berselang-seling dengan penginapan ala losmen yang rendah. Dari tampilan depannya, kita bisa melihat mana gedung yang baru dan mana yang tua. Sedangkan di sesi seberang pantai, terlihat banyak juga penginapan losmen (tak ada gedung tinggi sama sekali), pertokoan yang beragam bentuk dan warnanya, serta rumah. Ya, rumah! Jadi, masih banyak penduduk Daytona Beach yang tak merelakan rumahnya diubah menjadi industri pariwisata sehingga rumah-rumah mereka tetap berdiri dan bahkan beberapa berada di tengah himpitan gedung-gedung hotel. Sudah terbayang betapa tingginya nilai tanah dan rumah mereka.
Sesampai di hotel, kami hanya makan dan beristirahat sambil merancang hendak kemana besok. Seperti sudah pernah kuceritakan, perjalanan ke Florida adalah perjalanan yang hampir dibatalkan yang artinya perencanaan yang sebelumnya kususun belum rampung. Artinya, kami belum punya itinerary yang jelas selama di sini. Niatku sih baru akan merancangnya saat sudah sampai di Daytona. Nah, untuk besok, kami masih belum pasti untuk memilih perjalanan ke masa depan atau ke masa lalu.
(to be continued)
Di sini, aku sempat tergoda hendak membeli pancingan besar untuk memancing di laut. Tapi sayang suamiku menolak dengan pertimbangan nanti akan menambah penuh bagasi mobil saja, padahal saat pulang nanti bisa dipastikan bawaan kami akan memenuhi bagasi seperti saat kami berangkat. Ya sudahlah, aku tak mau memaksa. Lagipula apa enaknya memancing kalau cuma sendirian sementara suami dan anak-anakku pasti inginnya melakukan kegiatan yang lain.
Ternyata belanja buat kebutuhan seminggu makan waktu lama dan jam 1 lebih kami baru kembali ke hotel. Setelah selesai makan siang, kami berniat mengunjungi wahana kereta gantung dan ferris wheel (bianglala) yang ada di Daytona Beach boardwalk alias dermaga panjang yang dipenuhi toko dan permainan seperti pasar malam meskipun permainannya tak banyak.
Kami sengaja memilih menyusuri pantai untuk menuju Boardwalk. Sore itu, bukan hanya mobil kami yang berjalan pelan di atas pantai Daytona, tapi juga beberapa mobil-mobil lain. Roda ban tak terhambat sama sekali karena tekstur pasir pantai yang padat. Oya, tak semua bagian pantai ini bisa dilalui mobil. Di bagian ujung utara dan timur, mobil tidak boleh melaju di pantai karena merupakan daerah konservasi alam. Di musim semi, kura2 akan datang ke pantai dan bertelur, sehingga di segala musim, daerah pantai tempat mereka bertelur tertutup dari
mobil-mobil. Bahkan hotel-hotel di daerah tersebut akan mematikan lampu bagian luar agar kura-kura mau datang dan nyaman bertelur.
Sampai di Daytona Boardwalk, ternyata ferris wheelnya dan kereta gantungnya tutup dan hanya ada sling shot alias kabel elastis yang diikat di badan dan memantulkan kita ke atas dan ke bawah berulang kali. Ah, mana berani aku mencoba yang seperti itu, apalagi saat cuaca tak enak seperti ini.
Aku tengok kursi belakang. Kedua bocah lincahku sudah tertidur pulas. Rupanya dampak perjalanan sehari semalam masih membekas pada mereka. Ya sudahlah, kami akhirnya memutar balik ke arah hotel sambil melihat-lihat pemandangan yang ada.
Cukup unik karena berkali-kali saat melintasi jalan-jalan di daytona, aku dan suamiku selalu teringat suasana di Indonesia. Saat semalam kami mencari toko yang buka, kami melintasi sebuah jalan yang di satu sisinya
terdapat kali yang sejajardengan jalan, di sisi seberangnya terdapat rumah-rumah yang bentuknya tak beraturan. Kami berdua sepakat kalau suasanannya mirip seperti di Rawa Bambu, Pasar Minggu. Rumah-rumah yang tak seragam bentuknya, berhalaman tak terlalu luas, lalu toko-toko berukuran kecil di sepanjang jalan, mengingatkanku pada kota-kota di pinggiran Jakarta.
Di sepanjang jalan North Atlantic terlihat pemandangan yang kontras. Sisi yang menyusuri pantai penuh dengan hotel-hotel yang menjulang tinggi berselang-seling dengan penginapan ala losmen yang rendah. Dari tampilan depannya, kita bisa melihat mana gedung yang baru dan mana yang tua. Sedangkan di sesi seberang pantai, terlihat banyak juga penginapan losmen (tak ada gedung tinggi sama sekali), pertokoan yang beragam bentuk dan warnanya, serta rumah. Ya, rumah! Jadi, masih banyak penduduk Daytona Beach yang tak merelakan rumahnya diubah menjadi industri pariwisata sehingga rumah-rumah mereka tetap berdiri dan bahkan beberapa berada di tengah himpitan gedung-gedung hotel. Sudah terbayang betapa tingginya nilai tanah dan rumah mereka.
Sesampai di hotel, kami hanya makan dan beristirahat sambil merancang hendak kemana besok. Seperti sudah pernah kuceritakan, perjalanan ke Florida adalah perjalanan yang hampir dibatalkan yang artinya perencanaan yang sebelumnya kususun belum rampung. Artinya, kami belum punya itinerary yang jelas selama di sini. Niatku sih baru akan merancangnya saat sudah sampai di Daytona. Nah, untuk besok, kami masih belum pasti untuk memilih perjalanan ke masa depan atau ke masa lalu.
(to be continued)
Dampak Berlibur Kemarin | untuk semuanya |
Sejak kembali dari Florida, ada satu perubahan besar di rutinitas pagiku. Darrel yang biasanya butuh waktu lama untuk dibangunkan, sekarang jadi bisa bangun sendiri dan lebih pagi dari biasanya. Ini perubahan yang bagus karena aku gak harus menghabiskan 10-15 menit untuk menyiumi pipinya agar dia bangun.
Jadi, saat kami menghabiskan waktu seminggu di Florida, kami sekeluarga bangun satu jam lebih pagi dari biasanya. Kenaa bisa begitu? Waktu di Florida adalah Eastern Time atau waktu Amrik bagian timur yang lebih cepat satu jam dari waktu kami yang termasuk Amrik bagian Tengah-Barat (Mid-West). Alhasil, yang tadinya kami biasa bangun jam 6 pagi (masih gelap lo... jangan salah), jadi harus bangun jam 5 pagi. Meskipun jam di kamar hotel ya sudah jam 6. Jam biologis kami jadi menyesuaikan, begitu pula dengan si kecil Darrel.
Sudah empat hari belakangan, dia bangun bersamaan dengan yang lain dan langsung ikut kakaknya bersiap-siap masuk sekolah tanpa tangisan atau rengek-rengek. Bisa jadi sih, semangat bangun paginya juga akibat sudah kangen sama sekolah yang ditinggal selama dua minggu. Apapun itu, aku anggap ini perubahan yang sangat positif dan tak disangka-sangka.
Jadi, saat kami menghabiskan waktu seminggu di Florida, kami sekeluarga bangun satu jam lebih pagi dari biasanya. Kenaa bisa begitu? Waktu di Florida adalah Eastern Time atau waktu Amrik bagian timur yang lebih cepat satu jam dari waktu kami yang termasuk Amrik bagian Tengah-Barat (Mid-West). Alhasil, yang tadinya kami biasa bangun jam 6 pagi (masih gelap lo... jangan salah), jadi harus bangun jam 5 pagi. Meskipun jam di kamar hotel ya sudah jam 6. Jam biologis kami jadi menyesuaikan, begitu pula dengan si kecil Darrel.
Sudah empat hari belakangan, dia bangun bersamaan dengan yang lain dan langsung ikut kakaknya bersiap-siap masuk sekolah tanpa tangisan atau rengek-rengek. Bisa jadi sih, semangat bangun paginya juga akibat sudah kangen sama sekolah yang ditinggal selama dua minggu. Apapun itu, aku anggap ini perubahan yang sangat positif dan tak disangka-sangka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar