Penghasilan, Harta, NPWP, SPT dan Sunset Policy
Dari beberapa komentar yang masuk di blog ini saya mendapatkan kesan masih adanya kebingungan pemahaman antara penghasilan dan harta dalam kaitannya dengan Pajak Penghasilan serta pelaporan SPT Tahunan. Kesalah fahaman juga terjadi bilai dikaitkan dengan sunset policy. Salah satu pertanyaan yang memperkuat kesan saya ini misalnya : ” saya memiliki deposito sekian rupiah, mempunyai tanah sekian rupiah, berapa besar pajak yang harus saya bayar?”. Nah, bingung kan?
Tulisan di bawah ini hanya sekedar ingin memberikan gambaran perbedaan antara penghasilan dan harta dikaitkan dengan kewajiban NPWP, SPT dan Sunset Policy.
Penghasilan vs Harta
Perlu saya jelaskan mungkin perbedaan harta dan penghasilan. Oke, biar jelas pake contoh saja. Saya punya deposito Rp 100 Juta. Dalam tahun 2007 deposito itu memberikan hasil berupa bunga Rp 5 Juta. Nah, deposito yang Rp 100 juta itu adalah harta. Bunga deposito sebesar Rp 5 Juta itu adalah penghasilan. Jelas kan?
Contoh lain. Saya memiliki rumah senilai Rp 200 Juta. Rumah saya tersebut saya sewakan seharga Rp 8 Juta setahun. Nah, rumah yang bernilai Rp 200 Juta tersebut adalah harta. Hasil sewa Rp 8 Juta itu adalah penghasilan.
Bila saya sebutkan contoh-contoh penghasilan lainnya adalah gaji dan tunjangan, laba usaha, hadiah, bunga, sewa, royalti, capital gain dan lain-lain. Kalu harta? Rumah, tanah, deposito, uang kas, tabungan, perhiasan, kendaraan bermotor, saham, obligasi, reksadana dan lain-lain.
Nah, sampai di sini saya kira jelas perbedaan antara harta dan penghasilan.
Objek Pajak : Penghasilan Atau Harta?
Mungkin itu pertanyaan berikutnya di benak Anda. Saya jawab, PPh itu adalah pajak atas penghasilan bukan pajak atas harta. Jadi, kalau kita bicara NPWP, SPT dan pajak, maka yang dimaksud adalah pajak atas penghasilan yang biasa disebut PPh.
Apakah ada pajak atas harta? Ada, yaitu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Namun apabila pajak dikaitkan dengan NPWP dan SPT serta sunset policy, maka yang dimaksud adalah Pajak Penghasilan.
Mengapa Perlu Melaporkan Harta Dalam SPT?
Mungkin itu adalah pertanyaan berikutnya di benak Anda. Ya, mengapa Wajib Pajak harus melaporkan harta (dan kewajiban atau hutang) dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi? Kan PPh itu pajak atas penghasilan, bukan pajak atas harta.
Jawabannya adalah karena harta dan penghasilan berhubungan erat. Seseorang mendapatkan harta kemungkinan besar berasal dari penghasilannya. Ya, penghasilan yang diterima seseorang penggunaannya kemungkinan ada dua, dikonsumsi habis dan sebagian lagi menjadi harta. Harta di sini bisa berupa uang kas, tabungan di bank, deposito, reksadana, kendaraan dll. Yang jelas harta bersumber dari penghasilan. Jika tidak, maka harta tersebut kemungkinan berasal dari hibah atau sumbangan.
Nah, karena alasan itulah maka data mengenai harta perlu dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi. Gunanya adalah untuk mengecek kewajaran penghasilan yang dilaporkan sebagai dasar perhitungan PPh.
Misal dalam tahun 2007, seorang Wajib Pajak melaporkan adanya pertambahan harta sebesar Rp100 Juta dibandingkan dengan hartanya pada tahun 2007, maka penghasilan orang tersebut dalam tahun 2007 pasti lebih dari Rp 100 Juta.
Sunset Policy vs Harta
Pemerintah selama ini gencar mengkampanyekan sunset policy. Nah, masalah ini juga nampaknya masih membingungkan masyarakat. Sunset policy hanyalah penghapusan sanksi administrasi berupa bunga karena Wajib Pajak membetulkan SPT yang mengakibatkan kurang bayar. Kekurangan pembayaran pajak ini umumnya adalah karena dalam SPT sebelumnya ada penghasilan (bukan harta) yang belum dilaporkan.
Jadi sebenarnya tidak ada hubungan langsung antara melaporkan harta dengan sunset policy. Misalnya seorang Wajib Pajak tidak melaporkan harta berupa saham pada SPT Tahun 2006. Pada tahun 2008 ini baru diketahui dan kemudian SPT nya dibetulkan dengan melaporkan harta berupa saham. Pada kasus seperti ini, tidak ada kekurangan pembayaran pajak karena pembetulan SPT hanya melengkapi daftar harta, tidak menambah penghasilan.
Lain ceritanya jika misalnya dari saham tersebut pada tahun 2006 menghasilkan dividen dan dividen ini belum dilaporkan sebagai penghasilan di tahun 2006. Wajib Pajak kemudian membetulkan SPT Tahunan 2006 pada tahun 2008 dengan menambahkan daftar harta berupa saham dan menambah jumlah penghasilan dividen. Dalam kasus ini ada kekurangan pembayaran pajak. Atas kekurangan pembayaran pajak ini Wajib Pajak menyetor pajaknya tetapi sanksi atas keterlambatan bayar tidak dikenakan bunga. Nah, inilah yang dimaksud dengan sunset policy. Yang membuat terjadinya sunset policy adalah penghasilan dividen, bukan harta berupa saham. Jadi, sunset policy tidak terkait langsung dengan pelaporan harta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar