To Me
Today at 9:05 AM
Mantap Dwika..Think First
From: Dwika Sudrajat [mailto:dwikasudrajat@yahoo.com]
Sent: 05 Juni 2014 19:48
To: Yasir Hadi; Akhmariadi Andhika; Nezatullah Ramadhan; Ostiawan Yudiantoro
Subject: Bersahabat
Sent: 05 Juni 2014 19:48
To: Yasir Hadi; Akhmariadi Andhika; Nezatullah Ramadhan; Ostiawan Yudiantoro
Subject: Bersahabat
Ada 4 langkah mujarab untuk mengatasi setiap masalah dalam hidup:
1.Mengakui adanya masalah
2.Setiap masalah pasti ada sumber atau akar masalahnya
3.Bila akar masalah ditemukan maka masalah dapat dipecahkan
4.Jalan keluar untuk menyelesaikan masalah
I deliver Happiness,
Dwika
1.Mengakui adanya masalah
2.Setiap masalah pasti ada sumber atau akar masalahnya
3.Bila akar masalah ditemukan maka masalah dapat dipecahkan
4.Jalan keluar untuk menyelesaikan masalah
I deliver Happiness,
Dwika
Bersahabat Dengan Masalah
If a problem doesn’t kill you, it will make you stronger
Seorang
kawan mengeluh, ”Pak, saya kok sering kena masalah ya? Padahal saya ini
sudah rajin berdoa, selalu positive thinking, tidak
pernah bikin susah orang lain, suka menolong orang lain, jujur dalam
bekerja, dan nggak neko-neko. Kenapa ya Pak? Apa masalah saya? Saya
sudah bosan kena masalah terus.”
”Wah, selamat ya”, balas saya.
”Lho,
bagaimana sih Pak Adi ini. Saya punya banyak masalah kok malah diberi
selamat. Senang ya Pak kalo lihat orang susah?”, kawan
saya balik bertanya dan agak jengkel.
“Sabar...sabar...
bukan begitu maksud saya. Jangan tersinggung dong”, jawab saya cepat
sambil berusaha menenangkan kawan saya ini.
Nah, pembaca, apa yang saya tulis di artikel ini merupakan hasil obrolan saya dan kawan saya.
Masalah.
Setiap orang pasti punya masalah. Setiap hari kita pasti berhadapan
dengan masalah. Kita berusan dengan masalah. Kita mendapat
masalah. Kita membuat masalah. Kita bahkan bisa jadi sumber masalah.
Masalah terbesar adalah kalau kita tidak tahu bahwa masalah kita adalah
kita merasa tidak punya masalah.
Pembaca, waktu anda mengalami masalah, bagaimana reaksi anda?
Apakah
anda marah? Jengkel? Sakit hati? Frustrasi? Takut? Menyalahkan diri
sendiri? Atau anda cenderung untuk menyalahkan orang lain?
Anda
mungkin bertanya-tanya mengapa saya menggunakan judul ” Bersahabat
Dengan Masalah”. Apa nggak salah, nih? Kita kok diminta bersahabat
dengan masalah?
Benar.
”Masalah” sebenarnya adalah hal yang sangat positif. Mari kita bahas
terlebih dahulu makna di balik kata ”masalah”. Masalah,
yang dalam bahasa Inggris adalah ”problem”, ternyata mempunyai akar
kata yang maknanya sangat berbeda dengan yang kita pahami selama ini.
Akar
kata ”problem” berasal dari bahasa Yunani, proballein, yang bila
ditelusuri lebih jauh mengandung makna yang sangat positif. Pro
berarti forward atau maju. Sedangkan ballein berarti to drive atau to
throw . Jadi, problem berarti bergerak maju. Problem berarti kesempatan
untuk maju dan berkembang.
Sewaktu
pertama kali mengetahui bahwa akar kata problem, proballein, artinya
bergerak maju, saya sempat terhenyak dengan perasaan kaget
dan takjub. Sungguh luar biasa dan sungguh benar. Coba kita renungkan
bersama. Masalah sebenarnya adalah suatu simtom yang menunjukkan adanya
suatu penyebab atau akar masalah. Justru dengan seringnya seseorang
mendapat “masalah”, bila orang ini cukup bijak
dan jujur pada dirinya sendiri, ia akan berkembang dan bisa lebih maju.
Lha, kok bisa begini?
Pernahkah anda, atau mungkin orang yang anda kenal, mendapat atau mengalami masalah?
Jawabannya, “Sudah tentu pernah.”
Pertanyaan saya selanjutnya, “Apakah masalah yang dialami anda mirip dengan masalah sebelumnya?
Jika
kita mau bersikap jujur dan jeli dalam mengamati maka seringkali
masalah yang kita alami sifatnya “mengulang” masalah sebelumnya.
Ada kemiripan atau kesamaan. Bentuk masalahnya bisa berbeda namun
polanya sama.
Satu
contoh. Ada seorang wanita yang putus dengan pacarnya. Ia marah,
kecewa, sakit hati, dendam, dan bersumpah akan mencari pasangan
yang jauh lebih baik. Namun kenyataannya? Ia mendapatkan pacar baru
yang mempunyai karakter yang serupa dengan mantan pacarnya.
Ada
lagi seorang pengusaha besar, kawan saya, berulang kali kena tipu.
Sekali kena tipu jumlahnya nggak main-main. Bukan puluhan juta
tapi ratusan juta. Dan ini terjadi berulang kali.
Seorang
kawan yang lain seringkali ribut dengan istrinya hanya karena hal-hal
sepele. Misalnya hanya karena si istri memencet pasta
gigi tidak dari bawah, tetapi dari tengah, ia marah besar. Sebaliknya
si istri walaupun telah diberitahu suaminya tetap mengulangi pola
perilaku yang sama.
Masalah
yang kita hadapi sebenarnya menunjukkan ”level” kita. Siapa diri kita
sebanding dengan masalah yang kita hadapi. Bukankah ada
tertulis bahwa Tuhan tidak akan membiarkan kita dicobai melampaui
kekuatan kita untuk mengatasinya? Dan setiap masalah pasti ada jalan
keluarnya?
Masalah
atau problem sebenarnya guru sejati yang seringkali kita abaikan.
Kebanyakan orang mengalami masalah yang serupa atau berulang
karena mereka tidak belajar dari masalah yang pernah mereka alami.
Ibarat
anak sekolah bila kita tidak naik kelas, karena nilai ujian kita jelek,
maka kita akan mengulang di level atau kelas yang sama.
Tidak mungkin guru akan menaikkan kita ke kelas berikutnya. Mengapa?
Lha, soal ujian di level ini saja kita nggak lulus apalagi kalau diberi
soal ujian level di atasnya.
Kita
harus mengulang, tidak naik kelas, dengan harapan kita akan belajar,
meningkatkan diri, dan akhirnya mampu mengerjakan soal ujian
dengan benar. Dengan demikian kita ”lulus” ke kelas berikutnya.
Saat
tidak naik kelas, bukannya belajar dari ”masalah” ini, banyak yang
malah membuat masalah baru dengan menjadi marah, frustrasi,
dan menyalahkan guru atau sekolah. Anda pernah bertemu dengan orang
seperti ini?
”Ah, itu kan anak sekolah. Memang harusnya begitu”, ujar kawan saya.
Lho,
kita ini kan juga anak sekolah. Kita sekolah di Sekolah Kehidupan.
Kehidupan adalah tempat kita belajar. Untuk maju kita harus
menjadi pembelajar seumur hidup atau life long learner.
Ada
yang mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang paling baik. Saya
kurang setuju dengan pernyataan ini. Menurut saya pengalaman
adalah guru terbaik bila itu pengalaman orang lain. Jadi, kita belajar
dan mendapat pengetahuan dan kebijaksanaan dengan menelaah dan
mempelajari pengalaman orang lain dan kita terapkan untuk kemajuan hidup
kita.
Lha,
lebih baik mana, anda kena tipu Rp. 1 Miliar atau anda belajar dari
pengalaman orang lain yang tertipu Rp. 1 Miliar dan anda gunakan
pengetahuan ini untuk melindungi diri anda agar tidak mengalami masalah
yang sama?
Pengalaman
adalah guru yang terbaik bila kita dapat memetik pelajaran berharga
dari apa yang kita alami. Kebanyakan orang mengalami
”pengalaman” hanya sekedar mengalami. Mereka tidak memetik pelajaran
atau manfaat apapun dari pengalaman (baca: masalah) mereka.
OK. Sekarang sudah jelas bahwa kita bisa belajar dari masalah. Tapi bagaimana caranya?
Ada 4 langkah mujarab untuk mengatasi setiap masalah dalam hidup:
1.Mengakui adanya masalah
2.Setiap masalah pasti ada sumber atau akar masalahnya
3.Bila akar masalah ditemukan maka masalah dapat dipecahkan
4.Jalan keluar untuk menyelesaikan masalah
1.Mengakui adanya masalah
2.Setiap masalah pasti ada sumber atau akar masalahnya
3.Bila akar masalah ditemukan maka masalah dapat dipecahkan
4.Jalan keluar untuk menyelesaikan masalah
Contoh konkritnya?
Mari kita analisis kasus yang dialami kawan saya. Itu lho, yang bolak-balik kena tipu ratusan juta rupiah.
Langkah
pertama adalah mengakui atau menerima bahwa ia punya masalah. Ia harus
berani mengakui dan memutuskan untuk mengubah hal ini.
Masalahnya adalah ia berkali-kali kena tipu. Banyak orang yang bila
mendapat masalah, hanya bisa berdoa, pasrah, nerimo, dan berkata bahwa
masalah mereka adalah bentuk cobaan dari Tuhan. Mereka meyakini bahwa
masalah yang mereka alami, karena merupakan cobaan
dari Tuhan, maka Tuhan-lah yang harus mengubah keadaan ini. Saya tidak
setuju dengan pandangan ini. Bukankah ada tertulis bahwa Allah tidak
akan membantu mengubah nasib umatNya apabila umatNya tidak bersedia
mengubah nasib mereka sendiri.
Langkah
kedua adalah memahami bahwa masalah (simtom) yang ia alami pasti ada
sumber atau akar masalah. Dan akar masalahnya bukan terletak
di luar dirinya, misalnya ia tertipu karena ke-lihay-an si penipu dalam
meyakinkan dirinya sehingga mau meminjami uang, tapi akar masalahnya
terletak di dalam dirinya.
Langkah ketiga, bila akar masalah yang ada di dalam dirinya berhasil ditemukan, maka ia dapat mengatasi masalahnya.
Langkah
keempat adalah memilih solusi terbaik yang akan digunakan dalam
mengatasi masalah. Setelah sukses melakukan empat langkah di
atas maka ia dapat memetik hikmah dari apa yang ia alami.
Sekarang akan saya uraikan langkah demi langkah yang dilakukan kawan saya.
Langkah 1. Masalah : Saya tertipu ratusan juta berkali kali.
Langkah 2. Saya menyadari bahwa akar masalah terletak di dalam diri saya
Langkah 3. Akar masalah saya adalah belief yang menyatakan bahwa saya adalah kasirnya Tuhan.
Langkah 4. Saya mengubah belief saya, dari kasirnya Tuhan menjadi Fund Manager uangnya Tuhan. Saya akan mengelola uang yang dipercayakan kepada saya dengan hati-hati karena saya harus mempertanggungjawabkan uang ini setiap akhir tahun buku.
Langkah 2. Saya menyadari bahwa akar masalah terletak di dalam diri saya
Langkah 3. Akar masalah saya adalah belief yang menyatakan bahwa saya adalah kasirnya Tuhan.
Langkah 4. Saya mengubah belief saya, dari kasirnya Tuhan menjadi Fund Manager uangnya Tuhan. Saya akan mengelola uang yang dipercayakan kepada saya dengan hati-hati karena saya harus mempertanggungjawabkan uang ini setiap akhir tahun buku.
Hikmah yang didapat dari masalah ini adalah bahwa apa yang ia alami dipengaruhi oleh belief-nya. Setiap
belief mengakibatkan konsekuensi tertentu. Cara paling tepat
untuk mengevaluasi apakah suatu belief bermanfaat atau justru merugikan
diri kita bisa dilihat dari akibat yang ditimbulkan oleh
belief-belief itu terhadap hidup kita.
Selama seseorang masih tetap memegang
belief yang sama maka ia akan mendapat hasil yang sama. Tidak mungkin terjadi seseorang mendapat hasil yang berbeda dengan
belief yang sama. Einstein menjelaskan dengan sangat tepat saat ia berkata, ”Insanity is doing the same thing over and over but expecting different result”.
If a problem doesn’t kill you, it will make you stronger
Seorang
kawan mengeluh, ”Pak, saya kok sering kena masalah ya? Padahal saya ini
sudah rajin berdoa, selalu positive thinking, tidak
pernah bikin susah orang lain, suka menolong orang lain, jujur dalam
bekerja, dan nggak neko-neko. Kenapa ya Pak? Apa masalah saya? Saya
sudah bosan kena masalah terus.”
”Wah, selamat ya”, balas saya.
”Lho,
bagaimana sih Pak Adi ini. Saya punya banyak masalah kok malah diberi
selamat. Senang ya Pak kalo lihat orang susah?”, kawan
saya balik bertanya dan agak jengkel.
“Sabar...sabar...
bukan begitu maksud saya. Jangan tersinggung dong”, jawab saya cepat
sambil berusaha menenangkan kawan saya ini.
Nah, pembaca, apa yang saya tulis di artikel ini merupakan hasil obrolan saya dan kawan saya.
Masalah.
Setiap orang pasti punya masalah. Setiap hari kita pasti berhadapan
dengan masalah. Kita berusan dengan masalah. Kita mendapat
masalah. Kita membuat masalah. Kita bahkan bisa jadi sumber masalah.
Masalah terbesar adalah kalau kita tidak tahu bahwa masalah kita adalah
kita merasa tidak punya masalah.
Pembaca, waktu anda mengalami masalah, bagaimana reaksi anda?
Apakah
anda marah? Jengkel? Sakit hati? Frustrasi? Takut? Menyalahkan diri
sendiri? Atau anda cenderung untuk menyalahkan orang lain?
Anda
mungkin bertanya-tanya mengapa saya menggunakan judul ” Bersahabat
Dengan Masalah”. Apa nggak salah, nih? Kita kok diminta bersahabat
dengan masalah?
Benar.
”Masalah” sebenarnya adalah hal yang sangat positif. Mari kita bahas
terlebih dahulu makna di balik kata ”masalah”. Masalah,
yang dalam bahasa Inggris adalah ”problem”, ternyata mempunyai akar
kata yang maknanya sangat berbeda dengan yang kita pahami selama ini.
Akar
kata ”problem” berasal dari bahasa Yunani, proballein, yang bila
ditelusuri lebih jauh mengandung makna yang sangat positif. Pro
berarti forward atau maju. Sedangkan ballein berarti to drive atau to
throw . Jadi, problem berarti bergerak maju. Problem berarti kesempatan
untuk maju dan berkembang.
Sewaktu
pertama kali mengetahui bahwa akar kata problem, proballein, artinya
bergerak maju, saya sempat terhenyak dengan perasaan kaget
dan takjub. Sungguh luar biasa dan sungguh benar. Coba kita renungkan
bersama. Masalah sebenarnya adalah suatu simtom yang menunjukkan adanya
suatu penyebab atau akar masalah. Justru dengan seringnya seseorang
mendapat “masalah”, bila orang ini cukup bijak
dan jujur pada dirinya sendiri, ia akan berkembang dan bisa lebih maju.
Lha, kok bisa begini?
Pernahkah anda, atau mungkin orang yang anda kenal, mendapat atau mengalami masalah?
Jawabannya, “Sudah tentu pernah.”
Pertanyaan saya selanjutnya, “Apakah masalah yang dialami anda mirip dengan masalah sebelumnya?
Jika
kita mau bersikap jujur dan jeli dalam mengamati maka seringkali
masalah yang kita alami sifatnya “mengulang” masalah sebelumnya.
Ada kemiripan atau kesamaan. Bentuk masalahnya bisa berbeda namun
polanya sama.
Satu
contoh. Ada seorang wanita yang putus dengan pacarnya. Ia marah,
kecewa, sakit hati, dendam, dan bersumpah akan mencari pasangan
yang jauh lebih baik. Namun kenyataannya? Ia mendapatkan pacar baru
yang mempunyai karakter yang serupa dengan mantan pacarnya.
Ada
lagi seorang pengusaha besar, kawan saya, berulang kali kena tipu.
Sekali kena tipu jumlahnya nggak main-main. Bukan puluhan juta
tapi ratusan juta. Dan ini terjadi berulang kali.
Seorang
kawan yang lain seringkali ribut dengan istrinya hanya karena hal-hal
sepele. Misalnya hanya karena si istri memencet pasta
gigi tidak dari bawah, tetapi dari tengah, ia marah besar. Sebaliknya
si istri walaupun telah diberitahu suaminya tetap mengulangi pola
perilaku yang sama.
Masalah
yang kita hadapi sebenarnya menunjukkan ”level” kita. Siapa diri kita
sebanding dengan masalah yang kita hadapi. Bukankah ada
tertulis bahwa Tuhan tidak akan membiarkan kita dicobai melampaui
kekuatan kita untuk mengatasinya? Dan setiap masalah pasti ada jalan
keluarnya?
Masalah
atau problem sebenarnya guru sejati yang seringkali kita abaikan.
Kebanyakan orang mengalami masalah yang serupa atau berulang
karena mereka tidak belajar dari masalah yang pernah mereka alami.
Ibarat
anak sekolah bila kita tidak naik kelas, karena nilai ujian kita jelek,
maka kita akan mengulang di level atau kelas yang sama.
Tidak mungkin guru akan menaikkan kita ke kelas berikutnya. Mengapa?
Lha, soal ujian di level ini saja kita nggak lulus apalagi kalau diberi
soal ujian level di atasnya.
Kita
harus mengulang, tidak naik kelas, dengan harapan kita akan belajar,
meningkatkan diri, dan akhirnya mampu mengerjakan soal ujian
dengan benar. Dengan demikian kita ”lulus” ke kelas berikutnya.
Saat
tidak naik kelas, bukannya belajar dari ”masalah” ini, banyak yang
malah membuat masalah baru dengan menjadi marah, frustrasi,
dan menyalahkan guru atau sekolah. Anda pernah bertemu dengan orang
seperti ini?
”Ah, itu kan anak sekolah. Memang harusnya begitu”, ujar kawan saya.
Lho,
kita ini kan juga anak sekolah. Kita sekolah di Sekolah Kehidupan.
Kehidupan adalah tempat kita belajar. Untuk maju kita harus
menjadi pembelajar seumur hidup atau life long learner.
Ada
yang mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang paling baik. Saya
kurang setuju dengan pernyataan ini. Menurut saya pengalaman
adalah guru terbaik bila itu pengalaman orang lain. Jadi, kita belajar
dan mendapat pengetahuan dan kebijaksanaan dengan menelaah dan
mempelajari pengalaman orang lain dan kita terapkan untuk kemajuan hidup
kita.
Lha,
lebih baik mana, anda kena tipu Rp. 1 Miliar atau anda belajar dari
pengalaman orang lain yang tertipu Rp. 1 Miliar dan anda gunakan
pengetahuan ini untuk melindungi diri anda agar tidak mengalami masalah
yang sama?
Pengalaman
adalah guru yang terbaik bila kita dapat memetik pelajaran berharga
dari apa yang kita alami. Kebanyakan orang mengalami
”pengalaman” hanya sekedar mengalami. Mereka tidak memetik pelajaran
atau manfaat apapun dari pengalaman (baca: masalah) mereka.
OK. Sekarang sudah jelas bahwa kita bisa belajar dari masalah. Tapi bagaimana caranya?
Ada 4 langkah mujarab untuk mengatasi setiap masalah dalam hidup:
1.Mengakui adanya masalah
2.Setiap masalah pasti ada sumber atau akar masalahnya
3.Bila akar masalah ditemukan maka masalah dapat dipecahkan
4.Jalan keluar untuk menyelesaikan masalah
1.Mengakui adanya masalah
2.Setiap masalah pasti ada sumber atau akar masalahnya
3.Bila akar masalah ditemukan maka masalah dapat dipecahkan
4.Jalan keluar untuk menyelesaikan masalah
Contoh konkritnya?
Mari kita analisis kasus yang dialami kawan saya. Itu lho, yang bolak-balik kena tipu ratusan juta rupiah.
Langkah
pertama adalah mengakui atau menerima bahwa ia punya masalah. Ia harus
berani mengakui dan memutuskan untuk mengubah hal ini.
Masalahnya adalah ia berkali-kali kena tipu. Banyak orang yang bila
mendapat masalah, hanya bisa berdoa, pasrah, nerimo, dan berkata bahwa
masalah mereka adalah bentuk cobaan dari Tuhan. Mereka meyakini bahwa
masalah yang mereka alami, karena merupakan cobaan
dari Tuhan, maka Tuhan-lah yang harus mengubah keadaan ini. Saya tidak
setuju dengan pandangan ini. Bukankah ada tertulis bahwa Allah tidak
akan membantu mengubah nasib umatNya apabila umatNya tidak bersedia
mengubah nasib mereka sendiri.
Langkah
kedua adalah memahami bahwa masalah (simtom) yang ia alami pasti ada
sumber atau akar masalah. Dan akar masalahnya bukan terletak
di luar dirinya, misalnya ia tertipu karena ke-lihay-an si penipu dalam
meyakinkan dirinya sehingga mau meminjami uang, tapi akar masalahnya
terletak di dalam dirinya.
Langkah ketiga, bila akar masalah yang ada di dalam dirinya berhasil ditemukan, maka ia dapat mengatasi masalahnya.
Langkah
keempat adalah memilih solusi terbaik yang akan digunakan dalam
mengatasi masalah. Setelah sukses melakukan empat langkah di
atas maka ia dapat memetik hikmah dari apa yang ia alami.
Sekarang akan saya uraikan langkah demi langkah yang dilakukan kawan saya.
Langkah 1. Masalah : Saya tertipu ratusan juta berkali kali.
Langkah 2. Saya menyadari bahwa akar masalah terletak di dalam diri saya
Langkah 3. Akar masalah saya adalah belief yang menyatakan bahwa saya adalah kasirnya Tuhan.
Langkah 4. Saya mengubah belief saya, dari kasirnya Tuhan menjadi Fund Manager uangnya Tuhan. Saya akan mengelola uang yang dipercayakan kepada saya dengan hati-hati karena saya harus mempertanggungjawabkan uang ini setiap akhir tahun buku.
Langkah 2. Saya menyadari bahwa akar masalah terletak di dalam diri saya
Langkah 3. Akar masalah saya adalah belief yang menyatakan bahwa saya adalah kasirnya Tuhan.
Langkah 4. Saya mengubah belief saya, dari kasirnya Tuhan menjadi Fund Manager uangnya Tuhan. Saya akan mengelola uang yang dipercayakan kepada saya dengan hati-hati karena saya harus mempertanggungjawabkan uang ini setiap akhir tahun buku.
Hikmah yang didapat dari masalah ini adalah bahwa apa yang ia alami dipengaruhi oleh belief-nya. Setiap
belief mengakibatkan
konsekuensi tertentu. Cara paling tepat untuk mengevaluasi apakah suatu
belief bermanfaat atau justru merugikan diri kita bisa dilihat dari
akibat yang ditimbulkan oleh
belief-belief itu terhadap hidup kita.
Selama seseorang masih tetap memegang
belief yang sama maka ia akan mendapat hasil yang sama. Tidak mungkin terjadi seseorang mendapat hasil yang berbeda dengan
belief yang sama. Einstein menjelaskan dengan sangat tepat saat ia berkata, ”Insanity is doing the same thing over and over but expecting different result”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar