Mont Blanc, Chamonix (part I)
Ini adalah cerita perjalanan kami ketika hendak kembali ke Belanda. Kami sempat mampir ke Montreux, Swiss, dan melakukan wisata agri di ItaliaPerjalanan yang dari Il-Caggio, Italia, semula lancar-lancar saja sesuai dengan rencana. Tapi 30 menit menjelang tiba di tujuan, kami harus mengalami macet selama tiga jam di tunnel Monte Bianco-Italia (Tunnel Mont Blanc). Pasalnya hanya beberapa mobil saja yang diijinkan melewati terowongan Monte Bianco pada saat bersamaan untuk menghindari kecelakaan fatal. Kecepatan mobil yang diperbolehkan juga hanya 70 km per jam. Sangat rendah! Tak heran, ratusan mobil mengantri karenanya. Pada saat menunggu antrian, aku melihat secercah cahaya di balik salah satu puncak pegunungan, langsung aku ambil kamera aspret-ku untuk mengabadikannya.
Menjelang jam delapan malam, akhirnya kami tiba di hotel yang sudah kami booking, di desa Les Houches, tak jauh dari Chamonix. Begitu check-in antar barang ke kamar, langsung kami menuju ke restaurant hotel. Rasa lapar tak dapat lagi di tahan. Kami segera memesan makanan. Untuk si kecil cukup menu anak-anak (Chicken Nugget dan French Fries), untuk sang suami Beef Tournado dan untukku si bebek dengan saus Port. Sayangnya, bebek yang kupesan cukup alot, terlalu lama dimasak. Sudahlah…yang penting perut terisi!
Kali ini, kami menyempatkan beberapa hari untuk menikmati alam terbuka di daerah pegunungan Alpen. Pegunungan yang melintang melintasi beberapa negara, Swiss, Italia, Perancis, Jerman, Austria, Slovenia, dan Liechtenstein. Puncak tertinggi pegunungan Alpen berada di belahan barat dikenal sebagai Mont Blanc (4810.45 m). Kota ini terletak di wilayah negara Perancis. Karena keasrian dan keindahan Mont Blanc, kami kembali mengunjunginya. Pada kesempatan kedua ini si kecil ikut serta.
Chamonix mulai dikenal banyak orang semenjak kota ini menjadi penyelenggara pertama Olympiade musim dingin pada 1924. Kota kecil ini memiliki banyak fasilitas untuk liburan atau olah raga musim dingin. Tak hanya musim dingin, Chamonix juga terlihat sangat indah pada musim panas terutama dengan latar belakang Mont Blanc. Saat musim kemarau, gunung putih abadi ini bahkan tetap memiliki salju.
Pagi hari, matahari masih malu-malu menunjukan kekuatan sinarnya. Kami sudah tiba di tengah kota Chamonix. Suasana belum terlalu ramai! Udara masih terasa segar membuat kami semangat untuk berkeliling menyusuri kota. Sesekali terdengar rengekan si kecil minta digedong ketika ia merasa kelelahan.
Bunga beraneka warna memeriahkan suasana kota yang dipenuhi bangunan-bangunan khas. Gemericik aliran sungai yang membelah pusat kota mengiringi langkah kami menyusuri kota. Keasrian ini membuat kami menyadari indahnya karunia alam.
Menjelang siang hari, kami memutuskan untuk mencapai salah satu puncak gunung. Ada beberapa pilihan yang bisa diraih dari sini, tapi aku hanya mengetahui dua tujuan, yaitu Aguille du midi atau Le Brévent. Apabila ingin lebih dekat ke Glacier Mont Blanc, puncak Aiguille du Midi yang berada 3842 meter di atas permukaan laut menjadi pilihan. Akhirnya kami memutuskan ke puncak ke Le Brévent yang berada 2525 m di atas permukaan laut. Pertimbangannya, kami akan melihat Mont Blanc sebagai pemandangan di seberang.
Untuk mencapai Le Brévent, kami harus melalu Les Praz yang tingginya 1060 m di atas permukaan laut dengan cable car. Tiket kereta gantung berkapasitas maksimal enal orang ini dapat dibeli satu arah atau pulang-pergi, hanya sampai Les Praz atau kembali ke Le Brevent. Tentu saja kami memembeli tiket pulang pergi. Banyak wisatawan yang merasa kuat secara fisik hanya membeli tiket satu arah. Mereka memilih pulang dengan menuruni gunung.
Perjalanan dengan cable car menuju perhentian pertama di Les Praz cukup mencekam buat aku. Maklum saja, aku sedikit takut akan ketinggian. Rupanya, anak pertamaku merasakan hal sama. Pertama kali naik cable car membuat mukanya tegang sekali!
Begitu sampai di “halte” pertama, udara dingin langsung menyambut kami. Kontan saja, jaket-jaket yang sudah dipersiapkan segera kami gunakan. Sambil melihat suasana pegunungan di Le Praz, kami berjalan menuju cable car yang lebih besar. Kereta gantung ini bisa mengantar 20 orang sekaligus ke puncak Le Brevent. Dalam perjalanan, kami melihat dua orang pendaki gunung sedang menuju puncak yang sama.
Jarak antara Le Praz dan le Brevent cukup jauh membuat hati deg-degan dan pikiran ngelantur. Bagaimana kalau kabelnya putus? Bagaimana kalau kereta berhenti di tengah-tengah dan kita terkatung-katung? Kereta gantung dari puncak Les Praz menuju ke Le Brévent berjalan di atas kabel berdiameter besar dan dihubungkan oleh dua penopang, seperti penopang jemuran baju. Konstruksi kereta gantung dengan kabel yang begitu kuat da besar membuat aku sangat takjub.
Perjalanan ke Mont Blanc berlanjut ke bagian dua.......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar