link: Mananging Consultant

Cari Blog Ini

Sabtu, 08 Maret 2014

Inovasi

Re: Inovasi

Thu Mar 6, 2014 8:14 am (PST) . Posted by:

...urusan perut lebih utama...

Kroco

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-----Original Message-----
From: epsi sayidina <epsi.sayidina@gmail.com>
Sender: alumni_ftui@yahoogroups.com
Date: Thu, 06 Mar 2014 22:53:01
To: <alumni_ftui@yahoogroups.com>
Reply-To: alumni_ftui@yahoogroups.com
Subject: Re: [alumni_ftui] Inovasi

Bagus nih... soal jodoh...

On 03/06/2014 09:29 PM, murnikhuarizmi@yahoo.co.id wrote:
Mantap!!!!
Sent from Yahoo Mail on Android
<https://overview.mail.yahoo.com/mobile/?.src=Android>

To alumni_ftui@yahoogroups.com 
Mar 6 at 8:42 PM
“Kemerdekaan diri akan menghasilkan kemerdekaan (dalam suatu) rumah tangga.
Rumah tangga menghasilkan kemerdekaan negara.
Kemerdekaan diri akan menghasilkan kemerdekaan dunia.”
I Deliver Happiness,
Dwika

Fukuzawa Yukichi Bapak Inovasi Jepang

Oleh: Meta Sekar Puji Astuti*
Saat melakukan penelitian untuk penulisan skripsi S1, saya pertama kali mengenal tokoh kunci modernisasi Jepang, Fukuzawa Yukichi. Pendapatnya saya jadikan kutipan dalam tulisan saya. Kemudian belakangan ini, setelah waktu berlalu 12 tahun, ketika melakukan observasi untuk mencari jawaban atas keberhasilan bangsa Jepang dalam melakukan reformasi pendidikannya, kembali saya menjumpai tokoh yang satu ini. Ya, Fukuzawa Yukichi.
Entah, nasib apa yang mempertemukan dan kemudian “berjodoh” dengan sang tokoh Jepang yang fotonya tertampang di uang kertas 10.000 yen, uang kertas dengan nominal tertinggi di Jepang. Sampai akhirnya saya dipertemukan kembali oleh nasib untuk diterima menjadi peneliti dan terakhir menjadi mahasiswa di Keio University, universitas yang didirikan oleh Fukuzawa. Beberapa sumber menyebutkan bahwa universitas ini merupakan salah satu universitas swasta yang prestisius di Jepang.“Kun Faya Kun”, apa yang dikehendaki Tuhan memang harus terjadi. Sama seperti sebuah judul layar lebar Indonesia itu. Apa pun hasilnya, kata Pak Yohannes Surya, itulah hasil Mestakung alias Semesta Mendukung.
Mengenali pemikiran-pemikiran Fukuzawa memang betul-betul dahsyat. Serasa menembus batas ruang dan waktu. Pemihakannya pada orang-orang lemah (wanita dan orang-orang kecil), serta yang lebih penting lagi adalah semangatnya untuk mendidik bangsanya berdasar kemerdekaan (dalam cara berpikir), luar biasa! Kesadarannya untuk membentuk bangsa Jepang menjadi masyarakat yang maju membuatnya begitu bersemangat untuk menggali ilmu dari Barat.
“Dikatakan bahwa surga (Tuhan) tidak menciptakan manusia di atas atau di bawah sesama manusia. Adanya perbedaan antara yang bijaksana dan yang bodoh, antara yang kaya dan yang miskin datangnya dari masalah pendidikan”
Kutipan di atas adalah salah satu contoh kutipan yang paling popular dari pemikiran yang diambil dari bukunya Gakumon no Susume (Anjuran untuk Pembelajaran), kumpulan essai yang ditulis antara tahun 1872-1876.
Masyarakat Jepang selama berabad-abad memiliki pikiran tradisional dan kuno serta mengadaptasi pemikiran filosofi China yang diadaptasi sejak sekitar abad ke-6. Nara ibu kota Jepang di masa itu, dirancang dengan model dan filosofi China. Agama Buddha dan nilai-nilai kehidupan didominasi dengan teguh oleh pemikiran-pemikiran China.
Sebelum dilakukan modernisasi dan industrialisasi di masa Meiji (pra-tahun 1868), Jepang adalah negara yang miskin sumber daya alamnya dan masih terbelakang dibandingkan dengan negara Barat. Tidak banyak negara Eropa yang tertarik untuk menjadikannya negara kolonial mereka.
Konflik dan skandal berkepanjangan pernah terjadi di Jepang. Peperangan perebutan wilayah menjadi pemandangan umum dan terjadi perpecahan di mana-mana. Selama berabad-abad lamanya negara ini terisolasi sehingga informasi mengenai teknologi maju tersumbat. Oleh bangsa Jepang, bangsa Barat dianggap bangsa “bar-bar” karena dianggap tidak beradab.
Namun, memasuki zaman baru, pada saat restorasi Meiji, Jepang secara mencengangkan mengubah paradigma dan pandangannya terhadap ajaran Barat. Dalam waktu yang sangat cepat masyarakatnya kemudian berlomba-lomba dan memacu dirinya untuk menyamai kemajuan Barat. Meski informasi tentang dunia Barat sangat terbatas, hanya dari sumber-sumber negara Belanda atau rangaku (ilmu Belanda), namun berbagai keputusan dan kebijakan pemerintah dibuat sedemikian rupa untuk mengejar ketertinggalan ini. Berbagai misi resmi dikirim ke seluruh dunia, khususnya Eropa dan Amerika untuk belajar berbagai kemajuan yang telah dilakukan oleh bangsa-bangsa itu.
Fukuzawa Yukichi (1835-1901) percaya bahwa perubahan paradigma pikiran baru adalah kata kunci untuk berubah dan mengubah suatu bangsa. Untuk menjadi bangsa maju, besar, dan lebih modern harus berani membuka wawasan berpikir, dan juga siap menerima ide-ide baru. Itulah yang terjadi dalam bahasa Jepang. Pikiran-pikiran untuk mengubah peradaban Jepang yang lebih maju tertuang dalam karya Fukuzawa yang berjudul Bunmeiryoku no Gairyaku (Sebuah Teori Peradaban) yang diciptakannya tahun 1875. Karya fenomenal di samping Gakumon no Susume (Anjuran untuk Pembelajaran) yang merupakan kumpulan esai dari pemikiran-pemikirannya.
Prinsipnya, Fukuzawa secara simultan mengenalkan bangsa Jepang bahwa pemikiran Barat yang dahulunya dianggap budaya yang tak beradab bagi masyarakat Jepang. Ia juga mampu meyakinkan bahwa ilmu dari Barat penting untuk dipelajari dan tidak perlu ditakuti. Sebagian masyarakat Jepang takut mempelajari ilmu ini dikarenakan sejarah dalam negeri Jepang yang paranoid dengan orang Eropa. Pada saat ia mengembangkan dan menyosialisasikan ilmu ini, jiwanya dalam bahaya karena ancaman-ancaman kelompok Samurai yang menentang ajaran ini. Bahkan, seorang koleganya kehilangan nyawa. Ia teguh dengan pendiriannya untuk terus mengajar meski di tengah desingan peluru sekalipun.
Tapi, ia juga tidak mengajarkan untuk ditiru secara membabi buta. Ilmu Barat hanyalah sebuah model yang patut dicontoh oleh bangsa Jepang yang masih memegang erat tradisi kuno pada masa itu.
Buku-buku Fukuzawa ini secara kuantitas memang banyak dan menjadi best seller di Jepang pada masa itu. Namun, yang lebih hebatnya lagi adalah bahasa yang dipakai adalah bahasa sederhana dan bukannya bahasa ilmiah atau tingkat tinggi. Tujuannya adalah agar ajaran atau pemikirannya dapat dicerna oleh masyarakat di tingkat mana pun juga. Menurut kabar, sebelum ia menerbitkan karya-karyanya, tulisannya ia berikan kepada pembantu atau asisten di rumahnya. Apabila para pembantunya sudah memahami apa yang ia sampaikan, maka karya tulisnya itu akan ia terbitkan. Fukuzawa sangat yakin dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami oleh berbagai golongan memudahkan ide-idenya dipahami oleh siapa pun juga. Salah satunya adalahSeiyou Jiji (Situasi Barat), salah satu karya tulis awal untuk memahami kondisi dan situasi Barat. Tulisan ini dilengkapi dengan ilustrasi sederhana sebuah ilmu yang belum banyak dikenal oleh kebanyakan masyarakat Jepang pada masa itu.
Fukuzawa juga banyak berkarya dengan menulis buku-buku dan artikel untuk para cendikiawan. Kebanyakan tulisan ini dipublikasi oleh universitas atau surat kabar. Salah satu tulisannya yang klasik dan terkenal adalah Jiji-Shimpo (Surat Kabar Perjalanan Masa) yang diterbitkannnya pada tahun 1882. Ini merupakan surat kabar partikelir pertama di Jepang. Semenjak itu, Fukuzawa menulis berbagai artikel dan satir mengenai isu-isu terhangat di masanya, termasuk politik, hubungan internasional, ekonomi, dan masalah-masalah keuangan, kebijakan pendidikan, hak-hak perempuan, dan nilai-nilai moral.
Tema besar dari ide-ide atau pemikirannya adalah independence atau kemerdekaan. Ia sadar betul bahwa jiwa yang merdeka dan bangsa yang merdeka adalah fondasi yang sesungguhnya dari peradaban modern di Barat. Untuk mencapai kemerdekaan diri ini, Fukuzawa lebih memilih menganjurkan pemikiran Barat, pembelajaran yang lebih praktis dan ilmiah, dibandingkan dengan nilai-nilai tradisional China yang tertanam dalam masyarakat Jepang di masa itu. Prinsipnya adalah semakin terdidik masyarakat, maka kemerdekaan nasional dapat dicapai masyarakat yang beradab dan memiliki nilai sikap yang adiluhung.
Tidak hanya kemerdekaan bangsa. Kemerdekaan diri dan keluarga juga dasar dari kemerdekaan secara utuh. Hal ini menunjukkan Fukuzawa yang memiliki empat anak laki-laki dan lima anak perempuan ini juga sangat peduli dengan kebahagiaan dan keutuhan satu keluarga. Coba, kita simak pemikirannya akan arti kemerdekaan:
“Kemerdekaan diri akan menghasilkan kemerdekaan (dalam suatu) rumah tangga. Rumah tangga menghasilkan kemerdekaan negara. Kemerdekaan diri akan menghasilkan kemerdekaan dunia.”
(Pidato yang disampaikan di pesta perpisahan di Nakatsu)
Lahir dari keturunan Samurai tingkat rendah di kota Nakatsu (sekarang provinsi Oita). Fukuzawa dianggap salah satu pahlawan dan Bapak Reformasi Modern Jepang. Karena dialah yang dianggap sebagai peletak dasar “fondasi dan tiang” modernisasi Jepang. Dialah yang dengan semangat luar biasa melakukan pencerahan, khususnya membantu masyarakat Jepang “mencerna” dan memanfaatkan ilmu Barat sebagai dasar fondasi dari modernisasi Jepang. Minatnya kuat untuk mempelajari dunia Barat mendorongnya untuk belajar bahasa Inggris. Fukuzawalah penulis pertama kamus bahasa Inggris-Jepang.
Fukuzawa menerbitkan banyak sekali selebaran dan buku pelajaran yang digunakan untuk sekolah-sekolah yang bermunculan di era itu. Buku-buku semacam ini juga disambut sebagai buku “gaya baru” bagi kalangan pembaca Jepang. Daya tarik dari tulisan-tulisan ini, selain model dan gaya baru dalam dunia penulisan di Jepang, juga karena merupakan revolusi dalam sebuah kesederhanaan.
Kemampuan akademisnya yang luar biasa membuatnya mampu mempelajari berbagai ilmu dari berbagai bidang. Tidak sekadar menerjemahkan dan ahli dalam bahasa. Ketertarikannya pada bidang ilmu eksakta mengantarkannya untuk mempelajari bidang ilmu lainnya termasuk ilmu kedokteran dan juga ilmu di bidang-bidang teknik.
Di Jepang foto wajah Fukuzawa Yukichi terpampang di uang bernilai tertinggi, 10.000 yen sejak tahun 1993. Meski pada tahun 2004 uang kertas ini telah berubah gambar di sebaliknya, tapi foto tokoh ini tetap terpampang. Dalam fotonya, Fukuzawa Yukichi menggunakan baju tradisional Jepang dan bukan mengenakan pakaian Barat. Padahal, ia penganjur ajaran Barat di negeri ini. Hal ini menunjukkan meski pemikirannya sangat moderen, namun di lain sisi ia sangat tradisional dan juga menjaga serta menghormati tradisi bangsanya.
Di Amerika Serikat ketokohan Fukuzawa sering dibandingkan dengan Benjamin Franklin. Menariknya, foto Franklin juga terpampang di atas uang kertas 100 dolar, uang nilai tertinggi di Amerika Serikat. Bahkan, nilai kedua uang ini juga hampir sama apabila di-convert ke dalam masing-masing mata uang tersebut. Kedu tokoh ini dianggap memiliki banyak kesamaan antara lain ide-ide dan kebijaksanaannya di luar institusi pemerintahan, selain memang minat dan keahlian mereka di berbagai bidang yang sangat luas.
Nama Fukuzawa Yukichi mungkin asing di telinga kita, bangsa Indonesia (atau pun bangsa-bangsa lainnya). Padahal, tokoh ini termasuk pahlawan pembaharu Jepang yang dihormati dan terkenal. Tokoh ini selain dikenal sebagai tokoh Jepang dalam memahami dunia Barat, dia dikenal sebagai pendidik sekaligus penulis buku yang sangat produktif di zamannya, pada awal abad ke-19. Beberapa alumninya dikenal sebagai perdana menteri, menteri, dan tokoh politik. Fakultas Kedokterannya memiliki rumah sakit yang juga salah satu rumah sakit terbaik di Jepang. Karya-karyanya, khususnya Gakumon no Susume dan autobiografinya telah banyak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia. Arifin Bey telah menerjemahkan Gakumon ni Susume dalam buku yang berjudul Antara Feodalisme dan Modernisasi.
Hal yang menarik dan sangat inspiratif adalah Fukuzawa bergerak secara independen, dalam artian ia bukan tokoh politik. Ia merasa terlalu banyak manipulasi di dunia politik sehingga ia sama sekali tidak tertarik untuk terlibat di dalamnya. Meskipun ia bukan tokoh dalam pemerintahan dan berulang kali ditawari menjadi pejabat di pemerintahan, namun buah pemikirannya banyak dipakai dalam kebijakan pemerintahan. Ia melakukan gerakan yang murni dari kepeduliannya akan kemajuan bangsa Jepang yang menurutnya hanya dapat diperoleh dari masyarakat yang memiliki ilmu yang tinggi serta perilaku yang baik.
Coba saja bandingkan perilaku elit Indonesia saat ini yang begitu “serakah” dengan posisi elit politik dibandingkan dengan kepedulian pendidikan bangsa sendiri. Tidak ada salahnya tokoh-tokoh yang mengaku “tokoh reformis” mencoba belajar dari karya dan gerakan Fukuzawa yang inspiratif dari negara sakura ini.
Satu harapan saya, semoga “jodoh” saya dengan Fukuzawa ini mampu memberikan kontribusi dalam pembangunan dan pendidikan bangsa Indonesia. Klise? Saya kira begitu. Ya, boleh dong berharap dan berdoa.[mspa]
* Meta Sekar Puji Astuti

Tidak ada komentar: