Copy paste dari forwardan pak Dwika Sudrajat: Jennie S Bev?......
Q: Konon, salah satu kelemahan sebagian besar orang Indonesia adalah iri melihat kesuksesan orang lain dan suka melihat penderitaan orang lain. Apa sebenarnya yang terjadi dengan kebanyakan orang di sini, dan bagaimana mengubah mentalitas seperti itu?
Pernyataan ini sama sekali tidak benar, karena bukan orang Indonesia saja yang suka merasa kurang nyaman dengan kebahagiaan orang lain. Ini terjadi di mana saja, namun lebih tampak nyata di negara-negara yang secara ekonomi agak lemah. Ini adalah sifat manusia pada umumnya, mungkin mereka ini yang 80 persen pecundang. Ingat Teori Pareto: 80 persen dan 20 persen. Dua puluh persen yang pemenang meminimalisasi mentalitas seperti itu, namun sisanya kebanyakan ya begitu. Ini perlu diakui dan disadari dulu, sebelum berusaha mengubahnya. Kita bisa mulai dari hal-hal kecil seperti meningkatkan dignity (harga diri kesatriaan) seseorang. Misalnya, jika tidak diberi, jangan meminta. Juga jangan mengambil melebihi yang diberi maupun yang dibutuhkan. Kalau saja para politisi kita punya mentalitas dignified seperti ini, korupsi dengan sendirinya tidak terjadi karena perbuatan korupsi merupakan perbuatan mengambil dan meminta.
Saya dan suami merantau dengan cara yang sangat mandiri. Suami saya berlari ke tempat kerja ketika kami belum mampu membeli mobil. Saya sendiri naik kendaraan umum sambil menggigil kedinginan di halte bus. Kami hidup super hemat karena saat itu kami tidak mampu untuk membeli barang-barang untuk kenikmatan, namun kami tidak pernah satu kali pun meminta dari orang lain, tidak juga dari tunjangan pemerintah AS yang dikenal cukup dermawan. Kami bekerja luar biasa giat, luar biasa cerdas, dan hidup luar biasa hemat tanpa melupakan dignity.
Intinya adalah harga diri dengan semangat kesatriaan. Dengan adanya hal ini, iri dan dengki berbalik menjadi semangat untuk maju dan memberi.
Q: Konon, salah satu kelemahan sebagian besar orang Indonesia adalah iri melihat kesuksesan orang lain dan suka melihat penderitaan orang lain. Apa sebenarnya yang terjadi dengan kebanyakan orang di sini, dan bagaimana mengubah mentalitas seperti itu?
Pernyataan ini sama sekali tidak benar, karena bukan orang Indonesia saja yang suka merasa kurang nyaman dengan kebahagiaan orang lain. Ini terjadi di mana saja, namun lebih tampak nyata di negara-negara yang secara ekonomi agak lemah. Ini adalah sifat manusia pada umumnya, mungkin mereka ini yang 80 persen pecundang. Ingat Teori Pareto: 80 persen dan 20 persen. Dua puluh persen yang pemenang meminimalisasi mentalitas seperti itu, namun sisanya kebanyakan ya begitu. Ini perlu diakui dan disadari dulu, sebelum berusaha mengubahnya. Kita bisa mulai dari hal-hal kecil seperti meningkatkan dignity (harga diri kesatriaan) seseorang. Misalnya, jika tidak diberi, jangan meminta. Juga jangan mengambil melebihi yang diberi maupun yang dibutuhkan. Kalau saja para politisi kita punya mentalitas dignified seperti ini, korupsi dengan sendirinya tidak terjadi karena perbuatan korupsi merupakan perbuatan mengambil dan meminta.
Saya dan suami merantau dengan cara yang sangat mandiri. Suami saya berlari ke tempat kerja ketika kami belum mampu membeli mobil. Saya sendiri naik kendaraan umum sambil menggigil kedinginan di halte bus. Kami hidup super hemat karena saat itu kami tidak mampu untuk membeli barang-barang untuk kenikmatan, namun kami tidak pernah satu kali pun meminta dari orang lain, tidak juga dari tunjangan pemerintah AS yang dikenal cukup dermawan. Kami bekerja luar biasa giat, luar biasa cerdas, dan hidup luar biasa hemat tanpa melupakan dignity.
Intinya adalah harga diri dengan semangat kesatriaan. Dengan adanya hal ini, iri dan dengki berbalik menjadi semangat untuk maju dan memberi.
- You, Pramudya Yanuanto, Deni Priandono, Marko Kanadi and 4 others like this.
- Rahmarini Budi Utami Sifat iri dengki itu milik MANUSIA
Dari segala Ras Agama Warna kulit apapun & level Pendidikan apapun
Karna iri & dengki berawal di Mata Pikiran & Hati Manusia ...See More - Pramudya Yanuanto Kebanyakan kerusuhan yang katanya rasial di negara kita sebenarnya berlatar belakang ekonomi di mana satu ras yg makmur menjadi korban dari ras yang kurang makmur. Saya tidak hanya bicara tentang ras cina, tetapi juga ras-ras lain yang menjadi makmur di luar wilayah asalnya di indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar