Perjalanan Merealisasi Mimpi
23 04 2011
Please remain seated and fasten your seatbelt, because I’m taking you to The United States of America!
Chapter 1
Mimpi ini berawal saat aku berumur 12 tahun. Disaat sebagian besar ABG mulai mengenal mall, aku mulai mengenal Albert Einstein. Sekalipun dia yahudi, tp aku tetap mengagumi kegilaannya dalam menguak alam semesta. Sejak itu, segala buku yg bergambar dia aku beli. Bermacam buku dan benda yg berbau luar angkasa aku koleksi. Sampai akhirnya aku harus bolak balik ke guru BP di SMAku lantaran tidak mau kuliah dimanapun kecuali astronomi.
Pada suatu malam, ayahku bercerita. Alkisah ada seorang anak yg ingin menjadi arkeolog. Sang ayah pun menjelaskan bahwa kehidupan arkeolog di Indonesia kurang berkembang. Jikalau sang anak mau realistis dgn memilih bidang lain yg lbh komersil dan menghasilkan banyak uang, sang anak nantinya bisa menjadikan arkeologi sebagai hobi yg sangat menyenangkan. Sang anakpun menurut. Setelah dewasa dan sukses memimpin sebuah perusahaan, sang anak akhirnya bisa berkelana dan menjadi saksi peninggalan sejarah di segala penjuru dunia.
Dari cerita itu, ayahku kembali meyakinkanku bahwa lebih baik punya hobi astronomi ketimbang menjadi astronom. Dengan kuliah ekonomi aku diharapkan dpt lebih mudah mengais rejeki dan mewujudkan cita-cita dengan pergi ke Amerika, berkunjung ke NASA kemudian naik Concorde ke Perancis. Konon pesawat ini kecepatannya lebih dari suara, sehingga aku bisa merasakan setidaknya setengah dari sensasi menjadi seorang astronot. Tapi apa boleh dikata, belum juga sempat aku menabung untuk pergi ke Amerika, Concorde sudah dipensiunkan di akhir tahun 2003.
Chapter 2
Pada suatu siang aku mendengar kabar, suamiku harus melakukan audit di salah satu anak perusahaan yang bertempat di Texas US. Timbul keinginan untuk menyusul. Alhamdulillah Allah mencukupkan rejeki dan ndilalahnya dari kantor dapat extra cuti, jadilah aku berencana untuk bergabung ke US tanggal 16 April 2011 disaat tugas suami sudah usai. Dan perjuanganpun dimulai.
Pembuatan Paspor dan Visa
7 Maret 2011.
Baru sadar kalau pasporku sudah expired. Belum lagi aku berencana membawa si kecil untuk turut serta supaya tetap mendapatkan asupan ASI disana. So, segala dokumen harus dipersiapkan termasuk membuat akta lahir anakku yang kelupaan belum dibuat.
17 Maret 2011
Setelah cukup lama tertunda karena menunggu akta lahir anakku selesai diproses, akhirnya dokumen pengajuan pasporpun siap untuk dikirim ke salah satu “agen” paspor di Kantor Imigrasi TB Simatupang Jakarta. Supaya tidak bolak balik, sekaligus kedua anak aku daftarkan. Ternyata paspor anak saat ini sudah terpisah dari orang tua, sehingga biayanya jadi 3x lipat untuk kita bertiga.
18 Maret 2011
Sesi pemotretan dimulai. Kami datang ke kantor imigrasi di sore hari bersama kedua anak dengan harapan disana mendapat tempat tunggu yang memadai. Ternyata tidak! Kami harus parkir di restoran sebelah karena tempat parkir di kantor Imigrasi penuuuh sekali, dan menunggu di mobil untuk beberapa saat. Menjelang nomer antri kami akan dipanggil kamipun memasuki ruangan kantor dan naik ke lantai 2. Ruangan dengan beberapa kursi tunggu menjadi sangat tidak nyaman karena sesak dengan para aplikan dan AC di yang berasal dari lt.1 terlalu lemah untuk menjangkau ke lantai diatasnya, belum lagi ditambah dengan asap rokok beberapa orang dengan santainya ngepul didalam ruangan (gimana nih Foke, perlu dipampang ga fotonya di media?). Dengan muka demek dan tangisan lelah anak-anak kitapun masuk ke ruang foto. Ternyata memotret anak butuh kesabaran luar biasa. Salut untuk kesabaran petugas fotonya.
23 Maret 2011
Setelah paspor dan semua dokumen pendukung siap, saatnya mengajukan visa ke kedutaan Amerika. Sebenernya agak nekat jg baru ngajuin sebulan sebelum rencana keberangkatan. Beberapa menyarankan kita untuk apply visa setidaknya 3 bulan sebelumnya untuk mengantisipasi antrian jadwal wawancara dan belum lagi kalau ada hal-hal yang belum lengkap sehingga kita harus bolak balik menjadwalkan ulang wawancara di kedutaan.
Untuk pendaftaran kita harus masuk ke website ini: https://ceac.state.gov/GenNIV/ dan mengisi formulirnya secara online. Namun sebelum mengisi, kita perlu mempersiapkan foto khusus untuk diupload ke situs tsb dan 1 hasil cetak yang nanti akan dibawa saat wawancara di kedutaan. Beberapa studio foto (seperti di jalan sabang) sudah cukup faseh dengan pengaturan foto yang dipersyaratkan untuk pengajuan visa US yaitu foto berwarna ukuran 5 x 5 cm dengan latar belakang putih (tidak boleh warna lain) serta beberapa aturan komposisi dan persyaratan lainnya yang harus dipatuhi. Jangan coba-coba iseng dengan motret sendiri, karena sekali tidak sesuai, pada saat wawancara anda akan disuruh pulang untuk foto ulang.
Bersambung..
Chapter 1
Mimpi ini berawal saat aku berumur 12 tahun. Disaat sebagian besar ABG mulai mengenal mall, aku mulai mengenal Albert Einstein. Sekalipun dia yahudi, tp aku tetap mengagumi kegilaannya dalam menguak alam semesta. Sejak itu, segala buku yg bergambar dia aku beli. Bermacam buku dan benda yg berbau luar angkasa aku koleksi. Sampai akhirnya aku harus bolak balik ke guru BP di SMAku lantaran tidak mau kuliah dimanapun kecuali astronomi.
Pada suatu malam, ayahku bercerita. Alkisah ada seorang anak yg ingin menjadi arkeolog. Sang ayah pun menjelaskan bahwa kehidupan arkeolog di Indonesia kurang berkembang. Jikalau sang anak mau realistis dgn memilih bidang lain yg lbh komersil dan menghasilkan banyak uang, sang anak nantinya bisa menjadikan arkeologi sebagai hobi yg sangat menyenangkan. Sang anakpun menurut. Setelah dewasa dan sukses memimpin sebuah perusahaan, sang anak akhirnya bisa berkelana dan menjadi saksi peninggalan sejarah di segala penjuru dunia.
Dari cerita itu, ayahku kembali meyakinkanku bahwa lebih baik punya hobi astronomi ketimbang menjadi astronom. Dengan kuliah ekonomi aku diharapkan dpt lebih mudah mengais rejeki dan mewujudkan cita-cita dengan pergi ke Amerika, berkunjung ke NASA kemudian naik Concorde ke Perancis. Konon pesawat ini kecepatannya lebih dari suara, sehingga aku bisa merasakan setidaknya setengah dari sensasi menjadi seorang astronot. Tapi apa boleh dikata, belum juga sempat aku menabung untuk pergi ke Amerika, Concorde sudah dipensiunkan di akhir tahun 2003.
Chapter 2
Pada suatu siang aku mendengar kabar, suamiku harus melakukan audit di salah satu anak perusahaan yang bertempat di Texas US. Timbul keinginan untuk menyusul. Alhamdulillah Allah mencukupkan rejeki dan ndilalahnya dari kantor dapat extra cuti, jadilah aku berencana untuk bergabung ke US tanggal 16 April 2011 disaat tugas suami sudah usai. Dan perjuanganpun dimulai.
Pembuatan Paspor dan Visa
7 Maret 2011.
Baru sadar kalau pasporku sudah expired. Belum lagi aku berencana membawa si kecil untuk turut serta supaya tetap mendapatkan asupan ASI disana. So, segala dokumen harus dipersiapkan termasuk membuat akta lahir anakku yang kelupaan belum dibuat.
17 Maret 2011
Setelah cukup lama tertunda karena menunggu akta lahir anakku selesai diproses, akhirnya dokumen pengajuan pasporpun siap untuk dikirim ke salah satu “agen” paspor di Kantor Imigrasi TB Simatupang Jakarta. Supaya tidak bolak balik, sekaligus kedua anak aku daftarkan. Ternyata paspor anak saat ini sudah terpisah dari orang tua, sehingga biayanya jadi 3x lipat untuk kita bertiga.
18 Maret 2011
Sesi pemotretan dimulai. Kami datang ke kantor imigrasi di sore hari bersama kedua anak dengan harapan disana mendapat tempat tunggu yang memadai. Ternyata tidak! Kami harus parkir di restoran sebelah karena tempat parkir di kantor Imigrasi penuuuh sekali, dan menunggu di mobil untuk beberapa saat. Menjelang nomer antri kami akan dipanggil kamipun memasuki ruangan kantor dan naik ke lantai 2. Ruangan dengan beberapa kursi tunggu menjadi sangat tidak nyaman karena sesak dengan para aplikan dan AC di yang berasal dari lt.1 terlalu lemah untuk menjangkau ke lantai diatasnya, belum lagi ditambah dengan asap rokok beberapa orang dengan santainya ngepul didalam ruangan (gimana nih Foke, perlu dipampang ga fotonya di media?). Dengan muka demek dan tangisan lelah anak-anak kitapun masuk ke ruang foto. Ternyata memotret anak butuh kesabaran luar biasa. Salut untuk kesabaran petugas fotonya.
23 Maret 2011
Setelah paspor dan semua dokumen pendukung siap, saatnya mengajukan visa ke kedutaan Amerika. Sebenernya agak nekat jg baru ngajuin sebulan sebelum rencana keberangkatan. Beberapa menyarankan kita untuk apply visa setidaknya 3 bulan sebelumnya untuk mengantisipasi antrian jadwal wawancara dan belum lagi kalau ada hal-hal yang belum lengkap sehingga kita harus bolak balik menjadwalkan ulang wawancara di kedutaan.
Untuk pendaftaran kita harus masuk ke website ini: https://ceac.state.gov/GenNIV/ dan mengisi formulirnya secara online. Namun sebelum mengisi, kita perlu mempersiapkan foto khusus untuk diupload ke situs tsb dan 1 hasil cetak yang nanti akan dibawa saat wawancara di kedutaan. Beberapa studio foto (seperti di jalan sabang) sudah cukup faseh dengan pengaturan foto yang dipersyaratkan untuk pengajuan visa US yaitu foto berwarna ukuran 5 x 5 cm dengan latar belakang putih (tidak boleh warna lain) serta beberapa aturan komposisi dan persyaratan lainnya yang harus dipatuhi. Jangan coba-coba iseng dengan motret sendiri, karena sekali tidak sesuai, pada saat wawancara anda akan disuruh pulang untuk foto ulang.
Bersambung..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar