Ikuti program pensiun yang mendebet sejumlah persentase 5%-10% dari penghasilan per bulan begitu pertama kali bekerja (mungkin usia 22 tahun) dan lakukan terus sampai usia 55 tahun ketika memasuki umur pensiun. Masa akumulasi 33 tahun ini akan menghasilkan ratusan juta, bahkan miliaran rupiah sebagai modal awal hidup pensiun.
be well,
Dwika
Muda, lajang, banyak uang!
Anak muda hampir selalu tidak bisa melakukan dua hal yang sesungguhnya
sangat penting: a) Sabar; b) Sendirian. Mereka harus selalu melakukan
sesuatu, menginginkan apa pun yang diinginkan orang lain sekarang.
Alasan di balik segala kehebohan ini adalah sikap ikut-ikutan yang
disebut kekinian alias tren. Ketika seorang anak muda mengartikan sukses
sebagai "membeli apa yang orang lain beli" itu akan menciptakan
kekuatan gajah yang segera menarik kelompok usia ini ke dalam budaya
konsumtivisme. Bisakah melawannya? Dengan perencanaan keuangan, anak
muda bisa.
Titik kritis bernama pernikahan
Dunia romantisme yang dijejali kisah pangeran dan putri yang hidup
bahagia selamanya, membuat masyarakat terobsesi dengan pernikahan.
Bahkan anak perempuan sudah menggendong boneka bayi mereka seakan-akan
ibunya. Anak laki-laki? Oh...mereka asyik bermain apa pun, kecuali
menjadi ayah boneka.
Perempuan mungkin baru menyadarinya ketika dewasa, bahwa meminta seorang lelaki menikahinya sama saja menyuruh kucing mandi!
Banyak yang belum menyadari bahwa isu pernikahan adalah isu utama
keuangan anak muda lajang. Ini adalah titik kritis yang akan mengubah
tidak hanya status seseorang, tetapi bagaimana dia harus mengelola
keuangan.
Sayangnya. pernikahan terutama di masyarakat kita, adalah sesuatu yang
dianggap otomatis, artinya Anda pasti tahu sendirinya nantinya. Termasuk
soal keuangan, nanti saja diatur setelah menikah, persis orangtua kita
dulu.
Alih-alih merencanakan keuangan untuk persiapan kehidupan pernikahan,
anak muda justru menunggu pernikahan mengajarkan itu pada mereka.
Padahal di luar karier, pekerjaan kantor, dan bisnis maka benak anak
muda dipenuhi oleh satu dorongan besar - lawan jenis mereka. Dengan
kultur budaya masyarakat kita, ini hanya berarti satu hal yaitu
pernikahan.
Masa lajang umumnya singkat, karena gairah anak muda sulit membuat
mereka hidup sendirian (tak seorang pun yang bisa). Sayangnya persiapan
keuangan ke arah kehidupan berkeluarga tidak direncanakan dengan baik
oleh perempuan maupun laki-laki.
Akibatnya, anak muda lajang cenderung ceroboh dengan uang mereka,
dikarenakan tidak mengintegrasikan antara fase kehidupan selanjutnya,
yaitu kehidupan berkeluarga dengan keuangan mereka.
5 Prioritas keuangan
Prioritas berarti mendahulukan yang utama dibandingkan dengan yang
lain, yaitu kebutuhan yang harus ada bahkan tak jarang bersifat genting
dan tidak bisa ditunda. Dalam prioritas, anak muda kebanyakan masih
bersikap seperti anak kecil. Mereka cenderung malawan aturan dan
semaunya terhadap apa yang mereka ingin utamakan.
Ini menggeser makna prioritas sebagai kebutuhan menjadi keinginan.
Hanya membutuhkan sepersekian menit untuk menebak apa keinginan anak
muda. Sebut saja dua kata gaul dan gaya maka Anda akan bisa membuat
daftar belanja terdiri dari ratusan barang, tempat-tempat nongkrong dan
sederetan aktivitas ala sosialita, yang semuanya membutuhkan uang.
Berikut adalah lima prioritas yang sebaiknya dilaksanakan sejak pertama kali anak muda bekerja atau menerima penghasilan:
- Dana darurat: kumpulkan dana tabungan sejumlah 3 - 6 kali penghasilan per bulan. Tujuannya adalah untuk mengantisipasi kemungkinan terhentinya penghasilan sementara waktu akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) atau karena kondisi usaha yang menjadi sumber penghasilan menurun. Jika anak muda dapat mengalokasikan 50% dari penghasilannya untuk membentuk dana darurat maka dalam waktu 6 - 12 bulan akan tercapai kuotanya.
- Dana pernikahan: kumpulkan dana tabungan sejumlah 6 - 12 kali penghasilan per bulan. Tujuannya adalah untuk mengantisipasi kemungkinan menikah dalam waktu dekat. Jika anak muda dapat mengalokasikan 50% dari penghasilannya untuk membentuk dana pernikahan maka dalam waktu 1 - 2 tahun akan tercapai kuotanya. Lakukan ini setelah dana darurat terkumpul.
- Rumah: kumpulkan dana tabungan sejumlah 24-36 kali penghasilan per bulan. Tujuannya adalah untuk membayar uang muka rumah (atau uang muka mobil) dan biaya-biaya seputar pembelian rumah. Asumsinya karena kebanyakan orang tidak mampu membeli tunai untuk rumahnya maka mereka mengambil kredit pemilikan rumah (KPR) bank. Jika anak muda dapat mengalokasikan 50% dari penghasilannya untuk uang muka rumah, dalam waktu 4 - 6 tahun akan tercapai kuotanya.
- Pensiun: ikuti program pensiun yang mendebet sejumlah persentase 5%-10% dari penghasilan per bulan begitu pertama kali bekerja (mungkin usia 22 tahun) dan lakukan terus sampai usia 55 tahun ketika memasuki umur pensiun. Masa akumulasi 33 tahun ini akan menghasilkan ratusan juta, bahkan miliaran rupiah sebagai modal awal hidup pensiun.
-
Kesehatan: beli asuransi kesehatan murni - hanya
jika perusahaan tempat bekerja tidak menanggung biaya pengobatan. Ini
terutama berlaku untuk para profesional dan pebisnis yang menanggung
sendiri biaya kesehatan mereka. Alokasikan 5%-10% dari penghasilan
tahunan untuk membayar premi asuransi kesehatan.
Jika dihitung secara konservatif dengan kuota maksimal,
keseluruhannya akan membutuhkan alokasi 50%-60% dari penghasilan untuk
ditabung dan waktu 72 bulan atau 6 tahun tahun untuk membentuk dana
darurat (1 tahun), dana pernikahan (2 tahun) dan dana rumah (6 tahun).
Anda boleh menggunakan kuota minimal jika ingin lebih ringan. Jika anak
muda mulai bekerja usia 22 tahun, dia secara finansial akan siap
berkeluarga pada usia 28 tahun.
Dengan melaksanakan ke lima prioritas di atas, anak muda secara otomatis mempersiapkan masa tua mereka dengan dana pensiun serta mampu mengantisipasi risiko keuangan dengan dana darurat dan asuransi kesehatan.
Kekhawatiran ketidakmampuan finansial yang sering menyebabkan tertundanya pernikahan pun dapat dihindari. Karena masing-masing dapat menggabungkan dana pernikahan dan dana rumah mereka sebagai modal awal menuju siklus hidup finansial selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar