Standardisasi terhadap kompresi informasi audio-visual diperlukan untuk memfasilitasi pertukaran data berupa video digital secara global. Sebuah standardisasi pengkodean dikatakan efisien bila mendukung algoritma kompresi yang baik dan mengimplementasikan disain enkoder dan dekoder yang efisien. Untuk komunikasi multimedia, terdapat dua organisasi standard yang utamayaitu ITU-T dan International Organization for Standardization (ISO). Selama beberapa dekade belakangan ini, sejumlah standard dari ITU-T dan ISO, seperti MPEG-1, MPEG-2, MPEG-4, H.261, H.263 dan H.264 telah dikembangkan untuk banyak domain aplikasi. Standard-standard tersebut mendefinisikan bitstream dari data audio-visual dan menentukan sekumpulan aturan yang harus dipatuhi dalam pengembangan hardware maupun software untuk solusi kompresi.
Gambar 1. Perkembangan standar kompresi video
Standardisasi kompresi video tidak dengan tegas menentukan proses pengkodean, tetapi mengambil kelebihan dari riset-riset dalam bidang teknik kompresi yang banyak dilakukan dan merekomendasikan sejumlah agoritma untuk memperoleh teknik kompresi dan dekompresi yang efisien.
Tabel 1. Perbandingan standar kompresi video
- Standarisasi kompresi video H.261
Standar H.261 adalah standar yang diterbitkan oleh ITU-T pada tahun 1990. Standar H.261 didesain untuk kompresi video yang akan ditransmisikan melalui jaringan ISDN dengan bandwidth yang diizinkan sebesar px64 kbit/s, di mana p berkisar antara 1 sampai 30. Standar H.261 ini diimplementasikan untuk aplikasi video conferencing dan videophone.
Algoritma pengkodean yang digunakan pada standar H.261 antara lain hybrid of inter-picture prediction, transform coding, dan motion vector. Interpicture prediction menghapus temporal redundancy. Transform coding digunakan untuk menghapus spatial-redundancy. Motion vector digunakan untuk membantu codec dalam mengimbangi gerakan (motion). Untuk menghapus redundansi akibat dari bitstream pengiriman data digunakan variable length coding.
H.261 mendukung dua resolusi yakni QCIF (Quarter Common Interchange Format) dan CIF (Commn Interchange Format).
Gambar 2. Blok pemodelan dari sistem encoder H.261
Gambar 3. Blok pemodelan dari sistem decoder H.261
- Standarisasi kompresi video H.263
Pada Februari 1995 ITU-T SG15 mengeluarkan standar H.263 yang dirancang untuk penggunaan komunikasi bit-rate namun tidak pernah berjalan dengan baik ketika melalui jaringan POTS (Plain Old Telephone Service). Standar H.263 telah menggantikan standar H.261 untuk video conferencing di beberapa aplikasi dan mendominasi standarisasi untuk beberapa aplikasi internet video streaming sekarang ini.
Algoritma pengkodean H.263 hampir sama dengan H.261 namun dengan beberapa perbaikan dan perubahan untuk meningkatkan kinerja dan pemulihan kesalahan dalam pengcodingan. Selain QCIF dan CIF yang didukung oleh H.261, standar H.263 mendukung resolusi SQCIF, 4CIF, dan 16CIF. SQCIF memiliki sekitar setengah resolusi dari QCIF. 4CIF dan 16CIF masing-masing adalah 4 dan 16 kali dari resolusi CIF.
- Standarisasi kompresi video H.264/AVC
Berdasarkan ISO/IEC 14496-10, Standar H.264/AVC pertama kali diterbitkan pada Mei tahun 2003 dan dibangun berdasarkan pada konsep awal standar seperti MPEG-2 dan MPEG-4 Visual. H.264 menawarkan efisiensi kompresi yang lebih baik yakni kompresi video yang lebih berkualitas dan fleksibilitas yang lebih besar dalam melakukan kompresi, transmisi dan penyimpanan video. Video encoder pada H.264 dapat melakukan prediksi, transform dan proses encoding untuk menghasilkan kompresi bitstream H.264. Sedangkan video decoder H.264 dapat melakukan proses decoding secara lengkap, inverse transform dan rekonstruksi untuk memnghasilkan sebuah urutan video yang telah diencode. Dibandingkan dengan standar seperti MPEG-2 dan MPEG-4 Visual, H.264 memiliki kelebihan antara lain: - Kualitas gambar yang lebih baik pada bitrate kompresi yang sama
- Kecepatan bit kompresi yang lebih rendah untuk kualitas gambar yang sama.
Standar H.264 menawarkan fleksibilitas yang lebih besar dari segi kompresi dan transmisi. Sebuah encoder H.264 dapat memilih dari berbagai jenis alat kompresi, sehingga cocok untuk aplikasi mulai dari bitrate rendah hingga transmisi HDTV ke konsumen televisi.
- Standarisasi kompresi video Moving Pictures for Digital Storage Media (MPEG-1)
MPEG-1 merupakan generasi pertama video codec yang diusulkan oleh Motion Pictures Expert Group sebagai sebuah standar video coding untuk Digital Media Storage (DSM) seperti CD, DAT, Winchester Disc, Optical Drive. Pengembangan standar ini mendapat respons positif dari dunia industri, yang membutuhkan cara efisien dalam penyimpanan informasi visual pada sebuah media penyimpanan (storage media). Hal ini berbeda dengan cara konvensional sebelumnya yang menggunakan Video Cassette Recorder (VCR).
Sistem coding MPEG-1 didasarkan pada pemindaian image (gambar) secara progresif sehingga interlaced video dikonversi terlebih dahulu ke dalam format non-interlaced sebelum proses coding. Setelah proses coding, image yang telah didecode akan dikonversi balik menjadi format interlaced untuk ditampilkan.
- Standarisasi kompresi video Moving Pictures for Digital Storage Media (MPEG-2)
Standar MPEG-2 diperuntukkan bagi berbagai macam aplikasi pengkodean audio-visual. Aplikasi tersebut antara lain broadcast TV, satellite/cable TV, video on demand serta HDTV. Target bit rate untuk kompresi MPEG-2 berkisar antara 4 Mbps hingga 10 Mbps serta tahan terhadap error untuk broadcasting dan jaringan ATM.
Sistem coding MPEG-2 didasarkan atas pemindaian gambar/image secara progresif dan interlaced frame coding sehingga format interlaced video tidak perlu lagi diubah ke format non-interlaced.
Bit stream video dan audio yang telah terkompresi dapat digabung ke dalam single stream atau multiple stream yang cocok untuk media penyimpanan interaktif atau untuk ditransmisikan melalui kanal komunikasi.
Standar MPEG-2 mendefinisikan dua tipe stream, yaitu program stream dan transport stream. Program stream sama dengan sistem stream pada MPEG-1 tetapi memiliki tambahan fungsi-fungsi baru yang tidak dimiliki oleh MPEG-1, seperti scrambing data. Sedangkan transport stream untuk transmisi melalui kanal komunikasi. Selain itu, struktur dasar sebuah paket untuk program stream dan transport stream diorganisasikan dengan sebutan Packetised Elementary Stream (PES) packet.
Di sisi penerima, transport stream dan program stream di-decode kembali oleh transport/program demultiplexer, unpacketised oleh sebuah depacketiser dan kemudian video dan audio akan diproses oeh sebuah decoder. Sinyal informasi yang telah di-decode akan dikirim ke buffer dan siap untuk ditampilkan melalui video output atau audio output.
Gambar 4. Blok pemodelan dari sistem MPEG-2
- Standarisasi kompresi video Moving Pictures for Digital Storage Media (MPEG-4)
MPEG-4 merupakan standar untuk kompresi video, transport, dan object oriented framework yang didesain untuk mendukung aplikasi video digital konvensional maupun interaktif yang mempunyai bit rate berkisar dari 5 Kbps hingga 4 Mbps. MPEG-4 menyediakan fungsi-fungsi baru untuk content authoring dan peningkatan fleksibilitas. MPEG-4 menggabungkan gambar alami dengan gambar sintetis, mendukung interaksi tingkat tinggi dengan user, dan mengakomodasi semua tipe dan teknologi jaringan. MPEG-4 menggabungkan dua set algoritma inti, yaitu VLBV core (Very Low Bit rate Video) yang didesain untuk bit rate 4,8 hingga 64 Kbps hingga 4 Mbps. Standar MPEG-4 memungkinkan jangkauan aplikasi yang sangat luas seperti interactive mobile multimedia communications, videophone, mobile audiovisual communications, multimedia electronic mail, remote sensing, electronic newspaper, interactive multimedia databases, multimedia videotext, games, interactive computer imagery, sign language captioning. Setiap objek dalam layer disegmentasi ke dalam sejumlah bentuk citra yang dinamakan VOP (Video Object Plane). VOP berurutan yang dimiliki oleh objek fisik yang sama dinamakan Video Object (VO). Pengkodean VOP untuk masing-masing VO diperlakukan sama dengan teknik pengkodean MPEG-2.
Gambar 5. Segmentasi objek
Untuk setiap VO, informasi shape, motion, dan texture dari VOP dalam VO yang sama akan dikodekan. - Shape coding Metode yang diterapkan dalam standar ini mencakup pengkodean lossless dan lossy sehingga ada trade-off antara bit rate dan akurasi representasi bentuk. Setelah shape coding selesai, setiap VOP dalam sebuah VO akan dipartisi menjadi blok makro yang tidak saling overlap untuk selanjutnya masuk ke dalam tahap motion coding.
- Motion coding
Redundansi temporal antara data video pada VOP yang terpisah dalam satu VO dieksploitasi dengan menggunakan estimasi dan kompensasi gerak berbasis blok antar VOP dari lokasi, ukuran dan bentuk yang berbeda, akan diterapkan sebuah pendekatan blok makro yang beradaptasi dengan bentuk. Jendela referensi adalah batas citra asli. Parameter pergeseran dikodekan untuk mengindikasikan lokasi dari VOP relatif terhadap batas dari jendela referensi. Jendela VOP mengelilingi objek video dan membuat sejumlah blok makro sebesar 16x16 pixel. Blok makro standard dan kontur akan diproses dengan estimasi dan kompensasi gerak seperti yang dijelaskan sebelumnya.
- Texture coding
Error residual dari proses esimasi dan kompensasi gerak akan dikodekan langsung dengan DCT 8x8, kuantisasi dan pengkodean lossless.
Gambar 6. Blok pemodelan sistem encoder untuk MPEG-4
Gambar 7. Blok pemodelan sistem decoder untuk MPEG-4
Sumber:
Implementasi dan Analisis Performansi Sistem Encoding Video Melalui Server Pada Jaringan LAN
111030156
Library IT TELKOM Bandung |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar