**Eddy Setiawan
Abstrak
The exponential growth of Internet and multimedia in big cities demand a high reliable and fast deployable infrastructure. These needs have been solved partly by the deployment of terestrial (wire, optical fiber and wireless) and satellite infrastructure. Anyhow each of the solution poses certain degrees of barier in term of cost, capacity and quality. The solution by applying a flying object flew closed enaough to the earth and high enough from ground could, in certain ways, solve the problems faced by the two previous infrastructure solutions. This solution is internationally named High Altitude Platform Systems (HAPS). This paper will highlight and summarize the idea, the technical and the applications issues of HAPS. This paper will be concluded by a summarized proposal of HAPS implementation in Indonesia.
Pendahuluan
Infrastruktur telekomunikasi dan broadcasting selama ini dibagi menjadi dua, pertama adalah infrastruktur terestrial dan kedua adalah infrastruktur extra-terestrial atau satelit. Infrastruktur terestrial terdiri dari terestrial darat dan laut, dimana untuk terestrial darat terdiri dari infrastruktur jaringan kabel (tembaga dan fiber optik) dan radio gelombang mikro. Sedangkan infrastruktur terestrial laut terdiri dari jaringan kabel tembaga dan fiber optik.
Setiap lapisan infrastruktur tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Infrastruktur terestrial meskipun mempunyai keunggulan di “unlimited bandwidth expansion” tapi kekurangannya adalah fleksibilitas dan mobilitas. Sedangkan infrastruktur satelit, kelebihannya adalah fleksibilitas dan mobilitas, tetapi resikonya tinggi, “limited bandwidth expansion”dan kelembaman waktu (time delay) tinggi khususnya untuk suara dan data interaktif. Sehingga penggunaan kedua infrastruktur tersebut mempunyai dua segment kebutuhan vertikal yang berbeda.
Di lain pihak, perkembangan dan konvergensi teknologi telekomunikasi, broadcasting dan informatika begitu cepat yang menghasilkan teknologi multimedia dengan berbagai macam aplikasi dan layana, berpita lebar dan berkecepatan tinggi. Kebutuhan akan jasa multimedia seperti ini disamping menuntut penambahan lebar pita frekuensi juga kecepatan implementasi. Sebagai solusi yang paling rasional adalah dengan pemanfaatan teknologi terestrial 'non-ground', alias wahana dirgantara super, pada ketinggian 20-50 km, dikenal dengan High Altitude Platform Systems (HAPS). Dalam perkembangannya ada beberapa solusi teknologi HAPS yang akan dijelaskan lebih lanjut.
Sejarah Singkat
Ketinggian 20 s/d 50 km dinamakan lapisan stratosfir. Penelitian terhadap lapisan tersebut sudah dilakukan lebih dari 40 tahun. Beberapa hal yang menarik adalah mengenai kestabilan perubahan angin pada ketinggian tersebut yang cenderung lamban dan konstan, 50 m/detik pada ketinggian 21 km [YCL-HYE].
Lapisan stratosfir berada diatas lapisan perubahan cuaca dengan suhu antara 0°C s/d -60°C dengan tekanan antara 90 mb s/d 0 mb[LC], serta jauh diatas jalur penerbangan sipil dan awan hujan (diatas kawasan turbulansi udara). Ditinjau dari aspek-aspek tersebut maka lapisan stratosfir dianggap layak untuk dimanfaatkan sebagai media observasi bumi dengan menggunakan wahana balon udara/gas atau pesawat terbang.
Dikaitkan dengan keperluan telekomunikasi maka lapisan stratosfir dapat dimanfaatkan untuk meletakan suatu wahana yang dapat memberikan layanan telekomunikasi dan broadcasting, atau multimedia, yang dapat memenuhi beberapa kriteria terbaik dari infrastruktur terestrial dan satelit, dinamakan High Altitude Platform System (HAPS).
Penelitian penggunaan HAPS sebagai wahana telekomunikasi dan broadcasting dilakukan oleh khusunya negara-negara maju, diantaranya Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. Dalam hal ini, wahana HAPS dikembangkan dengan dua media yaitu : balon gas (gas yang lebih ringan daripada udara) dan pesawat terbang bermesin. Teknologi wahana balon gas dikembangkan oleh Amerika Serikat, oleh SkyStation dan SkySat, serta Jepang. Sementara teknologi pesawat terbang dikembangkan oleh Angel Technology (USA), dinamakan HALOTM (High Altitude Long Operation), dan oleh European Space Agency (ESA), dinamakan HALETM (High Altitude Long Endurance).
HAPS dibagi menjadi dua bagian utama, bagian pertama adalah platform (wahana) yang terdiri dari perangkat propulsi, bahan bakar, perangkat komunikasi pengendalian-pengukuran dan penyediaan energi. Bagian kedua adalah payload yang terdiri dari perangkat telekomunikasi atau broadcasting dalam bentuk semacam 'transponder'.
HAPS vs Terestrial dan Satelit
Seperti dijelaskan sebelumnya maka HAPS adalah solusi untuk mengatasi kekurangan yang ada pada infrastruktur terestrial dan satelit, untuk itu ada baiknya untuk membandingkan HAPS dengan teknologi terestrial bumi dan satelit.
Dari segi investasi, HAPS jauh lebih murah dibandingkan satelit GSO (36 transponder), sekitar 30% -nya saja, mengingat HAPS tidak memerlukan tempat, waktu peluncuran yang khusus dan tidak 'space standard'. Sementara itu payload dapat di upgrade sesuai kebutuhan atau dikembangkan secara mudah dan cepat. Dengan HAPS maka cakupan dapat digelar dengan cepat dan luas (radius sekitar 450 km s/d 500 km dari titik nadir). Biaya operasi HAPS relatif rendah, mengingat satu wahana HAPS dapat mencakup area yang luas, 637.000 km2 s/d 785.000 km2 dari ketinggian 21 km. Untuk SkyStation cakupan dibagi menjadi 2 : Urban Area Coverage (UAC) dan Suburban Area Coverage (SAC).[FRM]. HAPS beresiko rendah dibanding satelit, khsusunya dari segi teknis. Dengan HAPS, kecil kemungkinan wahana tersebut mengalami kecelakaan (meledak) atau hilang (miss-orbit). Penggelaran HAPS tidak memerlukan koordinasi global (konstalasi satelit LEO/NGSO) atau regional (satelit GEO/GSO). Dari sudut pandang aplikasi maka HAPS dapat diupgrade sesuai kebutuhan relatif jauh lebih murah dan mudah dibanding satelit, mengingat ketingginnya yang masih didalam atmosfir bumi.
Kapasitas HAPS, dengan payload seberat 1 ton (SkyStation) dapat memberikan output layanan sebesar 7 Gbps [YCL-HYE], sedangkan payload dapat berupa multi aplikasi. Sementara cakupan maksimal adalah antara 450 km s/d 500 km radius. Sebagai wahana pendukung aplikasi telekomunikasi, maka HAPS memiliki delay time (kelembaman waktu) yang jauh lebih kecil dibandingkan satelit yaitu sekitar 0,14 ms atau 140 ms. Dengan penerapan HAPS juga akan memperkecil faktor fading akibat tingginya sudut elevasi antara antena pengguna dengan wahana HAPS. Dimana untuk radius sampai dengan 150 km, dapat digunakan sudut elevasi antara 15° sampai dengan 30°. Resume perbandingan tersebut dirangkum dalam tabel 1.
Tabel 1. HAPS vs Terestrial dan Satelit
No Aspek Terestrial HAPS Satelit
1 Investasi Sedang Kecil Besar
2 Biaya operasi Sedang Sedang Besar
3 Resiko Kecil Sedang Besar
4 Koordinasi Lokal Lokal Internasional
5 Biaya upgrade Besar Sedang Besar
6 Kapasitas sistem Besar Besar Kecil
7 Cakupan geografis Kecil Besar Sangat Besar
8 Delay time Kecil Kecil Besar
9 Fading Besar Kecil Kecil
Khusus untuk delay time HAPS (kondisi line of sight): pada titik nadir 1 hop = 70 m sec dan untuk 2 hop =140 m sec. Sementara untuk titik terjauh (500 km dari titik nadir) delay time 1 hop = 1.668 m sec dan untuk 2 hop = 3.336 m sec.
Wahana HAPS
Seperti dijelaskan sebelumnya maka wahana HAPS ada dua: 1) balon gas dan 2) pesawat terbang. Seperti dijelaskan sebelumnya Skystation dan Skysat (Amerika Serikat) mengembangkan dengan wahana balon gas menyerupai 'Zepplin'.
a)b)
Gambar 1. a) HALO (Angel Technology)[ATI]. b) STS (SkyStation Inc).[SSI]
Wahana STS SkyStation Inc seperti dijelaskan oleh [YCL-HYE] diresumekan dalam tabel 2.
Tabel 2. Data teknis platform balon gas Skystation
No Kriteria teknis Besaran Catatan
1 Platform weight 6.750 kg
2 Dimension at Ø max. (145 x 52) meter Diameter maksimum
3 Altitude 21 km 69.000 kaki
5 Masa operasional > 5 tahun
6 Electrical output max. 515 kW Pada saat siang hari
7 Load Power max. 135 kW 20 kW untuk payload
115 kW untuk platform
8 Top speed 107 knot
9 Cruising sbpeed 40 knot
10 Closed Loop Control GPS Window of : (400 x 700) meter
Sedangkan gambar 2 menunjukan karakter line of sight dari HALO serta pembagian area cakupan dan pelayanan.
Gambar 2.Karakter LOS dari HALO Angel Technology [JN]
Wahana HAPS STS SkyStation dapat beroperasi tanpa awak selama 5-6 tahun dengan station keeping atau stabilisasi ketinggian dan posisi menggunakan motor listrik. Sementara HALO beroperasi secara siklus setiap 5-7 jam sekali, sehingga dibutuhkan 1 armada pesawat HALO dan landasan pacu dibeberapa tempat.
Payload HAPS
Sementara itu tabel 3 merangkum aspek teknis payload berikut layanan yang diberikan dari wahana STS SkyStation.
Tabel 3. Aspek teknis payload STS SkyStation
No Kriteria Teknis Besaran Catatan
1 Berat 1.000 kg
2 Switch ATM onboard
3 Catu daya maksimum 20 kW
4 Antena Spot beam 1 spot = 150 km (diameter)
5 Connection E1 dan T1 - via LAN, PSTN, ISP
6 Rate services Fixed, Variable
7 Frekuensi 2 GHz - 50 GHz Tergantung aplikasi.
Sementara itu aplikasi yang dapat memanfaatkan HAPS adalah :
Internet : baik sebagai akses atau backbone.
Telekomunikasi: voice fixed dan cellular / wireless dan data.
Broadcasting : TV, Radio dan data (paging).
Video conference.
Tele-medecine.
Tele-education.
E-shopping dan E-commerce.
Remote sensing : monitor polusi, tata ruang daerah, kebakaran hutan dan potensi kelautan.
Civil service : keamanan, pemberi tahu dini (kebakaran hutan, bencana alam dll).
Komunikasi militer dan penginderaan militer.
Pengaturan lalulintas dan keperluan kepolisian.
Telecommuting.
Skenario Implementasi
HAPS dapat diimplementasikan secara stand alone, artinya sati HAPS untuk satu kota/aplikasi dan tidak terkait dengan HAPS yang lain, atau sebagai satu kesatuan jaringan (beberapa HAPS saling terhubung). Penggunaan HAPS jaringan biasanya untuk mencakup daerah yang sangat luas atau memanjang, seperti contohnya jalur pantai utara Jawa sebagai pendukung cellular atau remote sensing.
HAPS dapat diterapkan sebagai faktor komplemen dari jaringan terestrial atau satelit yang ada. Umumnya digunakan sebagai backup emergency atau pelimpahan beban traffic. HAPS dapat diimplementasikan sebagai wahana broadcasting TV, radio dan data baik secara individu (stand alone), network atau komplemen.
Untuk Indonesia, maka skenarionya adalah tahap 1 implementasi HAPS untuk Jakarta, Surabaya, Medan dan Bali. Untuk aplikasi internet, broadcasting, telekomunikasi (selular), pengendalian lalu lintas kendaraan dan monitoring polusi lingkungan hidup. Tahap 2, HAPS diimplementasikan untuk sub-urban dengan aplikasi internet, broadcast, telekomunikasi, tele-medecine, tele-education dan penginderaan jarak jauh. Sedangkan tahap 3 untuk daerah rural/remote (hutan dan laut) HAPS dapat digunakan untuk penginderaan jarak jauh dan telekomunikasi.
Perlu dicermati pula penggunaan spektrum frekuensi,mengingat HAPS payload dapat memanfaatkan pita frekuensi 2 GHz (L band) sampai dengan 50 GHz (V band). Hal ini mengingat di Indonesia khususnya dan di Asia Pasifik umumnya mempunyai curah hujan kumulatif rata-rata yang tinggi.
Tabel 4. Tingkat curah hujan di Indonesia dan Asia Pasifik. [ES]
Waktu (%/tahun) 1,0 0,3 0,1 0,03 0,01 0,003 0,001
Hujan (mm/jam) 12 34 65 105 145 200 250
Kesimpulan
HAPS merupakan teknologi baru dan teknologi masa depan meskipun sudah lama dikembangkan di negara-negara maju. Pengembangan HAPS dapat pula dilakukan di negara berkembang, karena teknologi HAPS tidak mempunyai kompleksitas etinggi satelit dan resiko yang rendah pula.
Namun demikian, pemahaman dan penelitian HAPS harus dilakukan secara sinergis dari berbagai disiplin ilmu dan ke-tehnikan. Penelitian terhadap karakter meteorologi-geofisika atmosfir dan karakter propagasi frekuensi (khususnya frekuensi EHF) merupakan hal-hal yang penting dilakukan didalam penguasaan dan penerapan HAPS di negara berkembang atau Indonesia. Disamping itu perlu pula dicermati pengaruh interferensi frekuensi uplink dengan satelit dan sistem terestrial (uplink dan down link).
Sebagai informasi maka bulan September 2000 akan diadakan seminar : the 1st Indonesia High Altitude Platform Systems (HAPS) 2000 di Jakarta dengan para pembicara dari pihak industri HAPS, regulator, penelitian dan ground equipments sebagai langkah awal pengenalan dan implementasi HAPS di Indonesia. Kegiatan ini di organisir oleh Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI).
Referensi
[YCL-HYE] Yee Chun Lee & Huanchun YE, Skystation Stratospheric Telecommunication Systems, A High Speed Low Latency Switched Wireless Network; American Institute of Aeronautics and astronautics. Inc ; Document no A98-18885; AIAA-98-1394; 1998.
[LC] Laurant Castanet, Propagation Terre-Espace, ONERA CERT France, 1999.
[JN] James Martin and Nicholas Collela, Broadband Services from High Altitude Long Operation (HALO) Aircraft, Angel Technologies Corporation, 1997-1998.
[SSI] SkyStation Inc., www.skystation.com
[ATI] Angel Technology Inc., www.angelhalo.com
[ES] Eddy Setiawan, Pengenalan Umum Frekuensi Kadan Industri Satelit Telekomunikasi Pita Lebar, Newsletter ASSI No 4 Vol 1, Elektro PII nomor 30 tahun VI, Maret 2000.
[FRM] Francesco Mini, Roberto Mizzoni and Mauro Piccinni, Skysation Stratospheric Telecommunication New Payload Description, American Institute of aeronautics and Astronautics, AIAA-98-1255, 1998.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar