Kompas-Rabu, 29 September 2004
Oleh: Anton Timur
BOOMING telepon seluler sedang melanda Indonesia. Salah satu pemicunya adalah tren kartu prabayar murah. Hanya dalam hitungan bulan pertumbuhan pelanggan seluler tiap operator melonjak pesat.
FENOMENA ini memberikan harapan yang cerah bagi industri telekomunikasi seluler, walau di sisi lain sebenarnya menimbulkan persoalan baru bagi konsumennya. Kebebasan konsumen seluler untuk memilih atau berpindah operator harus dilakukan dengan cara pembelian nomor ponsel baru. Akibatnya, konsumen seluler seolah menjadi kolektor nomor telepon dari beberapa operator.
Padahal seharusnya, semua operator telepon yang bergerak di Indonesia telah menerapkan konsep mobile number portability (MNP) atau dikenal juga dengan wireless number portability (WNP). Konsep ini memberikan keleluasaan kepada konsumen untuk memilih operator seluler mana pun dengan tetap menggunakan nomor ponsel yang sudah dimilikinya. Konsumen tak perlu harus berganti-apalagi menambah-nomor ponsel baru. (baca: "Number Portability di Indonesia", Kompas (16/9).
Dalam Telecommunication Regulation Handbook yang dikeluarkan oleh infoDev (www.infodev.org) bekerja sama dengan Bank Dunia dan International Telecommunication Union (ITU) disebutkan bahwa salah satu permasalahan interkoneksi global adalah belum diimplementasikannya number portability, termasuk MNP, di sebagian besar negara-negara anggota ITU. Kondisi ini mengakibatkan belum sepenuhnya terjadi kompetisi telekomunikasi yang fair dan lemahnya posisi konsumen telekomunikasi di negara-negara tersebut. (tabel).
Singapura merupakan pioner penerapan MNP di dunia. Sejak 1 April 1997 Infocomm Development Authority of Singapore (IDA)-badan regulasi informasi dan komunikasi Singapura- telah memutuskan untuk menerapkan MNP bagi semua operator seluler di negeri bersimbol kepala singa tersebut. Pelaksanaan MNP didahului dengan uji coba (field trial) pada pertengahan Februari 1997. Tujuannya untuk mencoba beberapa alternatif teknologi MNP yang bisa diadopsi oleh semua operator.
Solusi awal yang dipilih adalah penggunaan fasilitas call-forwarding. Bagi pelanggan yang ingin berpindah operator tetapi memilih untuk tetap mempertahankan nomor seluler eksisting, panggilan dari nomor telepon selulernya akan otomatis dialihkan dari sistem milik operator sebelumnya ke sistem operator baru. Tapi solusi ini dirasa kurang praktis, maka kemudian dipakai solusi lain yang lebih baik untuk jangka panjang melalui platform intelligent network (IN).
Awalnya untuk mengefektifkan MNP operator seluler Singapura mengenakan biaya administrasi bulanan kepada pelanggan sebesar 8-10 dollar Singapura (Rp 42.400-Rp 53.000) yang sejak 1 Agustus 2003 dihapuskan oleh IDA. Operator masih diberi hak untuk mengenakan biaya administrasi MNP tapi hanya satu kali (one time charge).
IDA juga mensyaratkan operator seluler untuk menyediakan layanan short message service (SMS) bagi konsumen seluler yang berlangganan MNP yang sebelumnya dicabut operator. Untuk itu operator harus meng-upgrade sistem MNP mereka agar mampu melayani SMS portability dan harus siap sebelum tanggal 1 Oktober 2003.
AMERIKA Serikat juga bisa kita jadikan tempat benchmarking konsep MNP. Federal Communications Commission (FCC) atau regulator telekomunikasi di Amerika Serikat menetapkan mulai 24 November 2003 semua operator seluler di AS harus menerapkan MNP. Sebelumnya semua operator telepon tetap di Negeri Paman Sam itu sudah lebih dulu mengimplementasikan number portability sehingga memberi kebebasan bagi seluruh pelanggan operator tetap di 100 kota besar di AS untuk berpindah ke operator lain yang diinginkannya.
Implementasi MNP di AS tidaklah semulus yang direncanakan. Pada awalnya hampir semua operator seluler di AS-termasuk Verizon, operator seluler terbesar dengan sekitar 33 juta pelanggan-mengajukan keberatan atas konsep MNP.
Cellular Telecommunications and Industry Association (CTIA) atau asosiasi industri dan telekomunikasi seluler AS memperhitungkan bahwa akan terjadi perpindahan pelanggan (churn) besar-besaran. Namun FCC berpendapat jika operator memiliki jaringan telekomunikasi yang andal dan pelayanan yang bagus, maka tidak perlu takut kehilangan pelanggan.
Sebelum pelaksanaan MNP, rata-rata churn yang terjadi relatif konstan antara 1,5 dan 3 persen tiap bulan per operator. Akhirnya setelah mengalami tiga kali penundaan-untuk memperbaiki beberapa perangkat pendukung MNP-semua operator seluler AS sepakat menerapkan MNP sebagai realisasi pelaksanaan Telecommunication Acts tahun 1996. Belakangan number portability diperluas lagi tidak hanya bagi sesama operator telepon tetap atau seluler, tetapi juga antara operator telepon tetap dengan operator seluler.
Indonesia termasuk salah satu negara anggota ITU yang belum mengadopsi konsep MNP. Padahal, Indonesia kini memiliki beberapa operator seluler besar seperti Telkomsel, Indosat Group (IM3 dan Satelindo), dan Excelcom yang berbasis GSM (global system for mobile communication).
Operator telepon bergerak yang menggunakan teknologi CDMA 2000-1X (code division multiple access) juga ada, misalnya Mobile-8 dan Mandara Seluler Indonesia (MSI). Masih ditambah lagi beberapa operator seluler lain dan operator 3G yang akan segera beroperasi (Cyber Access Communication dan Natrindo Telepon Seluler/ Lippo Telecom).
Jumlah pelanggan seluler di Indonesia hingga Juni 2004 mencapai sekitar 24 juta nomor, dan hingga akhir tahun diperkirakan melonjak menjadi 28 juta sambungan. Dari jumlah tersebut, Telkomsel mempunyai basis pelanggan sekitar 12,5 juta nomor, Indosat Grup 7,4 juta nomor, XL sekitar 3,7 juta pelanggan, sisanya operator lain sebanyak 0,4 juta. Pada tahun 2007 pelanggan seluler di Indonesia diperkirakan mencapai 65 juta pelanggan didorong kecepatan pertumbuhan seluler dan terus berlangsungnya pembangunan infrastruktur telekomunikasi.
Banyaknya operator seluler tersebut memacu terjadinya iklim kompetisi. Operator seluler kemudian mencoba menyikapi kebutuhan jasa telekomunikasi dengan mengeluarkan berbagai produk dan layanan yang terbaik kepada konsumen seluler.
Tetapi karena operator-operator seluler Indonesia belum menerapkan konsep MNP, pelanggan seluler sebuah operator tidak bisa melakukan porting (berpindah ke operator lain) agar bisa mendapatkan layanan yang ditawarkan. Misalnya seorang pelanggan Telkomsel porting menjadi pelanggan Excelcom agar dapat menikmati telepon malam gratis yang ditawarkan Excelcom. Atau seorang pelanggan IM3 (Indosat) porting sementara menjadi pelanggan Telkomsel karena selama sebulan ia berada di daerah dengan sinyal Telkomsel yang lebih kuat.
Bisa dibayangkan konsumen seluler pasti akan tambah dimanjakan. Kedaulatan konsumen semakin ditegakkan, sementara industri seluler Indonesia juga tampil kompetitif karena MNP mampu mengeliminasi salah satu faktor penghambat interkoneksi antaroperator.
Tentu saja aturan dan perangkat pendukung MNP ini harus terpenuhi terlebih dulu, misalnya kesepakatan cara penanganan kewajiban pembayaran pelanggan dari operator lama ke operator baru agar tidak terjadi fraud. Alangkah bijak apabila regulator telekomunikasi segera berpihak kepada konsumen dengan membuat roadmap penerapan MNP di Indonesia.
Anton Timur Praktisi Telekomunikasi, Tinggal di Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar