NOTA KESEPAHAMAN - MOU : MEMORANDUM OF UNDERSTANDING
by Bisnis dan Manajemen
NOTA KESEPAHAMAN —
MOU : MEMORANDUM OF UNDERSTANDING
kompilasi dan transkripsi : (C) 2010-2011 — Achmad Firwany
MOU [ definisi ]
Suatu nota kesepahaman (memorandum of understanding, MOU) adalah suatu persetujuan (agreement) antara dua atau lebih pihak, bilateral atau multilateral, dalam bentuk suatu dokumen hukum. MOU tak sepenuhnya mengikat secara hukum dalam cara sebagaimana suatu kontrak mengikat secara hukum para pihak terlibat didalamnya, tapi MOU lebih kuat dan lebih resmi daripada suatu persetujuan jantan (gentlemen's agreement) atau persetujuan lisan tradisional. Terkadang, suatu MOU digunakan sebagai suatu sinonim umum untuk suatu surat minat (letter of intent, LOI), terutama dalam hukum swasta di Amerika Serikat. Suatu LOI mengungkapkan suatu kepentingan dalam melaksanakan suatu layanan atau mengambil bagian dalam suatu kegiatan, tapi secara hukum tak mewajibkan pihak manapun.
Dalam hukum publik internasional, suatu MOU sering digunakan. MOU memiliki banyak keuntungan praktis bila dibandingkan dengan perjanjian (treaty). Ketika berhadapan dengan isu-isu sensitiv atau pribadi, suatu MOU dapat dibuat secara rahasia, sementara suatu perjanjian tidak.
Suatu MOU juga dapat diberlakukan dalam suatu cara lebih tepat-waktu daripada suatu perjanjian, karena MOU tak memerlukan ratifikasi atau pengesahan atas keabsahannya secara hukum. Selain itu, suatu MOU dapat diubah atau dimodifikasi tanpa negosiasi berkepanjangan. Ini khususnya sangat berguna, kecuali dalam situasi multilateral. Dalam fakta, kebayakan persetujuan internasional dan persetujuan penerbangan transnasional adalah suatu jenis MOU.
. . .
Suatu MOU adalah dokumen yang memerikan persetujuan bilateral atau multilateral antara para pihak. MOU mengungkapkan suatu konvergensi keinginan atau kemauan antara para pihak, yang menunjukkan suatu garis umum dimaksud dari tindakan. MOU sering digunakan dalam kasus-kasus dimana para pihak tak menginkan suatu komitmen hukum atau dalam situasi-situasi dimana para pihak tak dapat menciptakan suatu persetujuan bisa-ditegakkan secara hukum. MOU adalah suatu alternativ lebih resmi daripada suatu persetujuan jantan (gentlemen's agreement) atau persetujuan lisan.
Dalam beberapa kasus serius, bergantung pada kata-kata tepat, MOU bisa memiliki kekuatan mengikat dari suatu kontrak; sebagai suatu materi hukum, kontrak tak perlu diberi label sedemikian sehingga secara hukum mengikat. Apakah iya atau tidak suatu dokumen merupakan suatu kontrak mengikat, bergantung hanya pada ada atau tidaknya anasir hukum didefinisikan secara baik dalam teks tepat dokumen tersebut (sehingga disebut "empat sudut"). Sebagai contoh, suatu kontrak mengikat biasanya harus berisi pertimbangan timbal-balik (mutual consideration) - suatu kewajiban-kewajiban bisa-ditegakkan secara hukum dari para pihak, dan pembentukannya harus berlangsung bebas dari apa yang disebut sebagai pertahanan-pertahanan nyata ke pembentukan kontrak.
MOU VS LOI DAN VS KONTRAK
LOI (letter of intent; surat minat) adalah dokumen resmi bisnis yg mirip dgn apa yg disebut sbg lembar MOU (memorandum of understanding: nota kesepahaman), lembar termin atau lembar diskusi. Istilah berbeda mencerminkan isi berbeda, tp tak membuat mrk berbeda dibawah hukum. Sebaliknya, suatu kontrak persetujuan adalah, dokumen hukum yg diatur oleh hukum kontrak, dan secara hukum mengikat penuh para pihak bersepakat didlmnya dgn segala resiko dan konsekuensi, dan akibatnya.
Meski demikian, ada perbedaan spesifik antara LOI dan MOU, dimana LOI mengandung pengungkapan maksud dari satu pihak kpd pihak lain, dan dlm hal ini tak hrs ditandatangani oleh para pihak, tp cukup oleh pihak mengemukakan maksud, sedangkan MOU mengandung pengungkapan kesepakatan antara dua atau lbh pihak, dan utk keberlakuannya hrs ditandatangani oleh semua pihak terlibat.
. . .
MOU DALAM HUKUM SWSATA
Dalam hukum swasta di Amerika Serikat, MOU adalah sinonim umum untuk LOI (Letter Of Intent, LOI).
MOU DALAM PERUSAHAAN ATAU AGENSI PEMERINTAH
Banyak perusahaan dan agensi pemerintah, institusi atau lembaga resmi, menggunakan MOU untuk mendefinisikan hubungan antar departemen, agensi atau perusahaan. Di Britania Raya, MOU sedemikian sering disebut sebagai suatu "concordat" atau persetujuan antara dua pihak. Satu contoh, adalah Konkordat 2004 antara badan-badan yg memeriksa, mengatur dan mengaudit kesehatan atau perawatan sosial. Istilah MOU sering digunakan dalam konteks devolusi, sebagai contoh, Konkordat 1999 antara pusat Departemen Lingkungan Hidup, Pangan dan Urusan Pedesaan dan Lingkungan Direktorat Skotlandia.
MOU DALAM HUKUM PUBLIK INTERNASIONAL
Dalam hubungan internasional, MOU jatuh dibawah kategori luas perjanjian-perjanjian harus terdaftar dalam basisdata perjanjian PBB. Dalam praktek dan meskipun Seksi Hukum PBB mendesak bahwa pendaftaran harus dilakukan untuk menghindari 'diplomasi rahasia,' MOU terkadang dibuat secara rahasia. Sebagai materi hukum, judul MOU tak berarti sebagai dokumen yang mengikat atau tak mengikat menurut hukum internasional. Untuk menentukan apakah MOU tertentu dimaksudkan untuk menjadi sebuah dokumen yang mengikat secara hukum (yaitu perjanjian), orang perlu memeriksa minat para pihak serta posisi penandatangan (misalnya Menteri Luar Negeri vs Menteri Lingkungan Hidup). Suatu analisa cermat dari kata itu juga akan mengklarifikasi sifat pasti dokumen. Mahkamah Keadilan Internasional telah menyediakan beberapa wawasan ke dalam penentuan status hukum suatu dokumen dalam kasus landmark Qatar v. Bahrain, 1 Juli 1994.
KEUNTUNGAN MOU
Satu keuntungan dari MOU atas instrumen lebih resmi adalah bahwa, karena kewajibannya dibawah hukum internasional dapat dihindari, mereka dapat diberlakukan di kebayakan negara tanpa memerlukan perkenan secara parlementer. Karenanya, berbagai MOU sering digunakan untuk mengubah dan menyesuaikan perjanjian-perjanjian yang ada, dalam kasus mana MOU memiliki status perjanjian faktual. Keputusan mengenai retifikasi, bagaimanapun, adalah ditentukan hukum internal para pihak dan bergantung kepada suatu peringkat besar pada subjek disetujui. Berbagai MOU yang dibuat secara rahasia (yaitu tak terdaftar dengan PBB) tak bisa ditegakkan dihadapan organ PBB, dan dapat disimpulkan bahwa tak ada kewajiban dibawah hukum internasional telah diciptakan. Seperti telah dijelaskan dalam kasus Qatar v. Bahrain, perselisihan mungkin timbul mengenai status dokumen setelah salah satu pihak berusaha untuk menegakkan ketentuan-ketentuannya.
Meskipun MOU di bidang multilateral jarang terlihat, persetujuan penerbangan transnasional sebenarnya adalah MOU.
CONTOH MOU
MOU DALAM BISNIS
KEDUDUKAN DAN KEKUATAN HUKUM MOU
DIBANDING HUKUM KONTRAK DI INDONESIA
DITINJAU DARI SEGI HUKUM PERIKATAN
DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA
Perkembangan dunia bisnis dan dunia usaha dimulai sejak tahun 1970, ketika pemerintah mulai memacu pertumbuhan perekonomian nasional dengan mengeluarkan kebijakan penanaman modal asing melalui diterbitkannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. sehingga dengan dikeluarkannya undang-undang tersebut dunia bisnis di Indonesia mengalami suatu masa keemasan, dimana banyaknya para investor asing datang ke Indonesia untuk menanamkan modalnya. Banyaknya pihak asing masuk ke Indonesia dalam rangka menjalankan praktek bisnis membuat banyaknya perubahan mengenai hal-hal baru yang terjadi didalam praktek hukum bisnis di Indonesia. Hal ini terjadi pula dalam masalah kontrak bisnis. Para pihak investor asing banyak menganggap bahwa di Indonesia masalah kontrak masih merupakan hal asing sehingga tak banyak jenis-jenis variasi kontrak ada di Indonesia.
Memang ada fenomena bahwa hukum kontrak dianggap sebagai “keranjang sampah” (catch all). Hal ini tak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di negara lain. Yang dimaksud dengan fenomena hukum kontrak sebagai keranjang sampah adalah banyak hal tentang dan sekitar kontrak tak diatur baik dalam undang-undang ataupun dalam yurisprudensi. Kalaupun diatur, tak selamanya bersifat memaksa, dalam arti para pihak dapat mengenyampingkannya dengan aturan yang dibuat sendiri oleh para pihak. Pengaturan sendiri oleh para pihak ini dituangkan dalam kontrak tersebut berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak. Dalam hal ini pengaturan sendiri dalam kontrak tersebut sama kekuatannya dengan ketentuan undang-undang. Para pihak dapat mengatur apapun dalam kontrak tersebut (catch all), sebatas tak dilarang oleh undang-undang, yurisprudensi dan kepatutan, jadi kontrak tersebut akhirnya memang berkedudukan seperti keranjang sampah saja.
Banyak pebisnis tak menyadari bagaimana pentingnya peran seorang konsultan hukum dalam suatu negosiasi transaksi bisnis. Sehingga, mereka baru datang ke konsultan hukum setelah timbul sengketa. Padahal dalam banyak hal, sengketa tersebut umumnya dapat dielakkan jika saja permulaan proses pembuatan kontrak sudah diikutsertakan konsultan hukum. Keadaan seperti ini sangat sering terjadi dewasa ini. Baik jika terjadi negosiasi antara sesama pebisnis domestik, apalagi jika salah satu pihaknya adalah pihak asing, pihak domestiklah yang perlu ekstra hati-hati. Karena biasanya pihak asing tersebut sudah berkonsultasi terlebih dahulu dengan konsultan hukumnya, sehingga kedudukannya dari segi hukum benar-benar aman dan kuat. Umumnya, dalam suatu kontrak, semakin kuat kedudukan salah satu pihak, semakin besar pula ancaman terhadap pihak lainnya.
Masalah lemahnya jaminan perlindungan hukum Indonesia terhadap kepentingan bisnis pihak mitra Indonesia merupakan akibat dari lemahnya sistem hukum kontrak berlaku di Indonesia dimana banyak hal-hal baru tak diatur dalam sistem hukum di Indonesia terutama mengenai kontrak.
Pihak Indonesia, umumnya memiliki kesempatan sangat kecil untuk menegosiasikan kepentingannya. Transaksi yang berlaku adalah transaksi take it or leave it, ambil atau tinggalkan, mau menerima atau tidak, dan karena alasan-alasan tertentu, pihak mitra Indonesia harus mengusahakan perlindungan hukum sendiri, sementara ketentuan hukum nasional belum mengakomodasikan kebutuhan itu. Sebab-sebab lain berpengaruh terhadap lemahnya perlindungan hukum tersebut dikarenakan kurang progresinya Indonesia dalam memanfaatkan fasilitas-fasilitas perlindungan hukum disediakan oleh hukum internasional.
Meski kini terdapat perkembangan sangat menggembirakan. yaitu dengan aktifnya keterlibatan Indonesia dalam pendesainan dan penandatanganan perjanjian-perjanjian yang bersifat melindungi pelaku bisnis, seperti GATT Anti-Dumping Code, dan beberapa konvensi internasional penting lainnya. seperti Convention of the law applicable to international sales of goods (1995). dan penandatanganan WTO Agreement. Harus disadari bahwa perjanjian-perjanjian tersebut, sebagai misal, WTO sebenarnya terbatas, yaitu sebatas transaksi-transaksi bisnis dilakukan dalam kerangka WTO. Dalam hal penyelesaian sengketa, juga ditentukan bahwa Badan Penyelesaian Sengketa (Disputes Settlement Body) WTO hanya berurusan dengan sengketa-sengketa timbul akibat dari pelaksanaan persutujua (WTO Agreement) dan samasekali tak berkaitan dengan persetujuan bersifat privat dibuat untuk suatu transaksi antar perusahaan. Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa untuk masalah-masalah bersifat privat, yang berkaitan dengan transaksi bisnis internasional, tetap berlaku hukum kontrak. Karena itu, subyek bisnis, tetap mengusahakan perlindungan sendiri melalui kontrak yang dibentuk dari akibat-akibat perilaku curang mitra bisnis.
Agar suatu negosiasi bisnis berjalan dengan baik, maka yang mesti hadir di meja negosiasi adalah mereka yang menguasai seluk-beluk bisnis disertai dengan konsultan hukum, mereka yang mewakili kepentingan bisnis akan melihat dari aspek bisnisnya, sementara konsultan hukum akan melihat aspek hukum dan formulasinya ke dalam draft kontrak. Untuk itu kepada para konsultan hukum sendiri dituntut untuk tak hanya menguasai ilmu hukum kontrak, tapi juga menguasai dasar-dasar bisnis dinegosiasikan. Sebagai misal, jika negosiasi mengenai kontrak joint venture produksi barang-barang elektronik, maka konsultan hukum tersebut juga harus mengerti tentang bisnis elektronik bersangkutan. Tak perlu secara rinci, tapi cukup dasarnya saja. Disamping itu, jika salah satu pihak merupakan pihak asing, maka seorang konsultan hukum juga harus dituntut untuk bisa berbahasa Inggris dengan sempurna. Bahkan dewasa ini, bagi seorang konsultan hukum yang datang ke meja negosiasi diharapkan pula untuk bisa memakai komputer sendiri, sehingga jalan dan hasil negosiasidapat lebih cepat dan mulus.
Rumusan yang berlaku umum adalah makin banyak rincian dimasukkan dalam suatu kontrak, maka akan makin baik pula kontrak tersebut. Karena kalau sampai kepada masalah sekecilkecilnya sudah disetujui, kemungkinan untuk timbul perselisihan di kemudian hari dapat ditekan serendah mungkin. Karena itu tak mengherankan bila dalam dunia bisnis terdapat kontrak yang jumlah halamannya puluhan bahkan ratusan lembar. Hanya saja demi alasan praktis terkadang kontrak sengaja dibuat tipis. Hal ini dilakukan karena yang dilakukan baru hanya ikatan dasar, dimana para pihak belum bisa berpartisipasi atau belum cukup waktu untuk memikirkan rinciannya dan agar ada suatu komitmen diantara para pihak, sementara rincian dibicarakan di kemudian hari. Untuk itu disepakati dahulu prinsip dasar suatu kesepakatan. Kesepakatan semacam inilah yang sering disebut sebagai MOU dunia bisnis.
Sebelum transaksi bisnis berlangsung, biasanya terlebih dahulu dilakukan negosiasi awal. Negosiasi merupakan suatu proses upaya untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain. Dalam negosiasi inilah proses tawar-menawar berlangsung. Tahapan berikutnya adalah pembuatan MOU. MOU merupakan pencatatan atau pendokumentasian hasil negosiasi awal tersebut dalam bentuk tertulis. MOU penting sebagai pegangan untuk digunakan lebih lanjut didalam negosiasi lanjutan atau sebagai dasar untuk melakukan studi kelayakan. Maksudnya sebagai studi kelayakan adalah setelah para pihak memperoleh MOU sebagai pegangan atau pedoman awal, baru dilanjutkan dengan tahapan studi kelayakan (feasibility study, due diligent) untuk melihat tingkat kelayakan dan prospek transaksi bisnis tersebut dari berbagai sudut pandang diperlukan, misalnya ekonomi, keuangan, pemasaran, teknik, lingkungan, sosial budaya, dan hukum. Hasil studi kelayakan ini diperlukan dalam menilai apakah perlu atau tidaknya melanjutkan transaksi atau negosiasi lanjutan, dan berujung pada suatu persetujuan kontrak sebagai kesepakan final.
Banyak hal melatarbelakangi dibuatnya MOU, satu diantaranya adalah karena prospek bisnis suatu usaha dirasa belum jelas benar dan dengan negosiasi rumit dan belum ada jalan keluarnya, sehingga daripada tak ada ikatan apapun, maka dibuatlah MOU.
Apa yang disebut MOU sebenarnya tak dikenal dalam hukum konvensional di Indonesia, terutama dalam hukum kontrak di Indonesia. Tapi dewasa ini sering dipraktekkan dengan meniru (mengadopsi) apa yang dipraktekkan secara internasional. Jadi sebenarnya dengan kita memberlakukan MOU, telah ikut memperkaya khasanah pranata hukum di Indonesia ini.
Dengan tak diaturnya MOU didalam hukum konvesional kita, maka banyak menimbulkan kesimpangsiuran dalam prakteknya, misalnya apakah MOU sesuai dengan peraturan hukum positiv di Indonesia, atau apakah MOU bisa dikategorikan setingkat dengan perjanjian atau persetujuan yang diatur dalam KUH Perdata dan siapa yang bertanggungjawab apabila terjadi suatu pengingkaran di dalam kesepakatan semacam ini, juga yang paling ekstrim adalah ada yang mempertanyakan apakah MOU merupakan suatu yg mengikat seperti kontrak, sementara MOU hanya merupakan suatu nota-nota kesepakatan saja.
Berdasarkan pembahasan tersebut diatas, maka akan dapat timbul pertanyaan sebagai berikut: Sejauh mana pengaturan dan doktrin-doktrin mengenai hukum kontrak? Bagaimana kedudukan hukum MOU ditinjau dari hukum kontrak? Apa akibat bila satu pihak atau debitur melakukan pengingkaran terhadap klausa MOU?
. . .
Kembali ke definisi MOU sebagaimana dinyatakan pertama diatas, pada dasarnya suatu MOU tak lain hanyalah suatu dokumen resmi berbahasa hukum dibuat sebagai tanda kesepakatan antara dua atau lebih pihak, yang telah bernegosiasi dan bermufakat untuk suatu tindakan tertentu, tapi tak mengikat secara sepenuhnya sebagaimana suatu kontrak mengikat para pihak secara penuh, dan berdasarkan hukum internasional tak dapat ditegakkan secara hukum. Kedudukannya hanya berada diatas persetujuan jantan (gentlemen agreement), dalam bentuk tulisan berbahasa hukum, dan resmi, bukan lisan. MOU mudah diubah dan disesuaikan dalam waktu singkat, dan tak memerlukan ratifikasi atau pengesahan.
. . .
ARTIKEL TERKAIT :
BEDA MOU DAN PERSETUJUAN KONTRAK
PANDUAN MEMBUAT MOU
SURAT MINAT — LOI : LETTER OF INTENT | LETTER OF INTEREST
http://firwany.blogspot.com/2010/01/letter-of-intent.html
http://tesqid.blogspot.com/2010/01/letter-of-intent.html
http://facebook.com/notes/fine-art/surat-minat-loi-letter-of-intent-letter-of-interest/150976694959962
http://facebook.com/notes/bisnis-dan-manajemen/surat-minat-loi-letter-of-intent-letter-of-interest/179651385406464
http://facebook.com/notes/bisnis-manajemen-ekonomi-sosial-hukum/surat-minat-loi-letter-of-intent-letter-of-interest/173846245992470
. . .
FINE ART ™
FIRWANY INTERNETWORK ENTERPRISE — ARTICLES ON REFORM AND TRANSFORM
_______________________________________________________________
kompilasi dan transkripsi : (C) 2010-2011 — Achmad Firwany
HAKI (Hak Atas Kepemilikan Intelektual) karya tulis intelektual ini dilindungi oleh Undang-Undang Negara Republik Indonesia, dan juga oleh konvensi dan provisi internasional atas karya intelektual di tiap negara di seluruh dunia.
Tak sebagian pun dari tulisan, dokumen atau pagina jala ini boleh disalin, digandakan dan atau diperbanyak : diduplikasi, direplika, direproduksi, ditransmisi, ditranskripsi, ditranslasi kedalam bentuk bahasa apapun atau disimpan dalam satu sistem retrieval apapun; dalam bentuk apapun atau dalam cara apapun, mencakup tapi tak terbatas pada cara optik, elektromagnetik, elektronik, elektromekanik, atau lainnya; untuk maksud dan tujuan komersial; tanpa pemberitahuan dan perkenanan tertulis terlebih dulu dari pemilik hak atas karya intelektual ini.
_______________________________________________________________
LINK :
http://firwany.blogspot.com/2010/01/memorandum-of-understanding.html
http://tesqid.blogspot.com/2010/01/memorandum-of-understanding.html
http://facebook.com/notes/fine-art/nota-kesepahaman-mou-memorandum-of-understanding/153525308038434
http://facebook.com/notes/bisnis-dan-manajemen/nota-kesepahaman-mou-memorandum-of-understanding/186943291343940
http://facebook.com/notes/bisnis-manajemen-ekonomi-sosial-hukum/nota-kesepahaman-mou-memorandum-of-understanding/180989895278105
PROFIL :
http://en-gb.facebook.com/people/Achmad-Firwany/100000427899819
__________
tag: bisnis, perniagaan, perdagangan, penjajaan, manajemen, hukum, dokumen formal, nota kesepahaman, business, commerce, trade, merchandise, management, law, legal documents, formal documents, memorandum of understanding, MOU.
NOTA KESEPAHAMAN —
MOU : MEMORANDUM OF UNDERSTANDING
kompilasi dan transkripsi : (C) 2010-2011 — Achmad Firwany
MOU [ definisi ]
Suatu nota kesepahaman (memorandum of understanding, MOU) adalah suatu persetujuan (agreement) antara dua atau lebih pihak, bilateral atau multilateral, dalam bentuk suatu dokumen hukum. MOU tak sepenuhnya mengikat secara hukum dalam cara sebagaimana suatu kontrak mengikat secara hukum para pihak terlibat didalamnya, tapi MOU lebih kuat dan lebih resmi daripada suatu persetujuan jantan (gentlemen's agreement) atau persetujuan lisan tradisional. Terkadang, suatu MOU digunakan sebagai suatu sinonim umum untuk suatu surat minat (letter of intent, LOI), terutama dalam hukum swasta di Amerika Serikat. Suatu LOI mengungkapkan suatu kepentingan dalam melaksanakan suatu layanan atau mengambil bagian dalam suatu kegiatan, tapi secara hukum tak mewajibkan pihak manapun.
Dalam hukum publik internasional, suatu MOU sering digunakan. MOU memiliki banyak keuntungan praktis bila dibandingkan dengan perjanjian (treaty). Ketika berhadapan dengan isu-isu sensitiv atau pribadi, suatu MOU dapat dibuat secara rahasia, sementara suatu perjanjian tidak.
Suatu MOU juga dapat diberlakukan dalam suatu cara lebih tepat-waktu daripada suatu perjanjian, karena MOU tak memerlukan ratifikasi atau pengesahan atas keabsahannya secara hukum. Selain itu, suatu MOU dapat diubah atau dimodifikasi tanpa negosiasi berkepanjangan. Ini khususnya sangat berguna, kecuali dalam situasi multilateral. Dalam fakta, kebayakan persetujuan internasional dan persetujuan penerbangan transnasional adalah suatu jenis MOU.
. . .
Suatu MOU adalah dokumen yang memerikan persetujuan bilateral atau multilateral antara para pihak. MOU mengungkapkan suatu konvergensi keinginan atau kemauan antara para pihak, yang menunjukkan suatu garis umum dimaksud dari tindakan. MOU sering digunakan dalam kasus-kasus dimana para pihak tak menginkan suatu komitmen hukum atau dalam situasi-situasi dimana para pihak tak dapat menciptakan suatu persetujuan bisa-ditegakkan secara hukum. MOU adalah suatu alternativ lebih resmi daripada suatu persetujuan jantan (gentlemen's agreement) atau persetujuan lisan.
Dalam beberapa kasus serius, bergantung pada kata-kata tepat, MOU bisa memiliki kekuatan mengikat dari suatu kontrak; sebagai suatu materi hukum, kontrak tak perlu diberi label sedemikian sehingga secara hukum mengikat. Apakah iya atau tidak suatu dokumen merupakan suatu kontrak mengikat, bergantung hanya pada ada atau tidaknya anasir hukum didefinisikan secara baik dalam teks tepat dokumen tersebut (sehingga disebut "empat sudut"). Sebagai contoh, suatu kontrak mengikat biasanya harus berisi pertimbangan timbal-balik (mutual consideration) - suatu kewajiban-kewajiban bisa-ditegakkan secara hukum dari para pihak, dan pembentukannya harus berlangsung bebas dari apa yang disebut sebagai pertahanan-pertahanan nyata ke pembentukan kontrak.
MOU VS LOI DAN VS KONTRAK
LOI (letter of intent; surat minat) adalah dokumen resmi bisnis yg mirip dgn apa yg disebut sbg lembar MOU (memorandum of understanding: nota kesepahaman), lembar termin atau lembar diskusi. Istilah berbeda mencerminkan isi berbeda, tp tak membuat mrk berbeda dibawah hukum. Sebaliknya, suatu kontrak persetujuan adalah, dokumen hukum yg diatur oleh hukum kontrak, dan secara hukum mengikat penuh para pihak bersepakat didlmnya dgn segala resiko dan konsekuensi, dan akibatnya.
Meski demikian, ada perbedaan spesifik antara LOI dan MOU, dimana LOI mengandung pengungkapan maksud dari satu pihak kpd pihak lain, dan dlm hal ini tak hrs ditandatangani oleh para pihak, tp cukup oleh pihak mengemukakan maksud, sedangkan MOU mengandung pengungkapan kesepakatan antara dua atau lbh pihak, dan utk keberlakuannya hrs ditandatangani oleh semua pihak terlibat.
. . .
MOU DALAM HUKUM SWSATA
Dalam hukum swasta di Amerika Serikat, MOU adalah sinonim umum untuk LOI (Letter Of Intent, LOI).
MOU DALAM PERUSAHAAN ATAU AGENSI PEMERINTAH
Banyak perusahaan dan agensi pemerintah, institusi atau lembaga resmi, menggunakan MOU untuk mendefinisikan hubungan antar departemen, agensi atau perusahaan. Di Britania Raya, MOU sedemikian sering disebut sebagai suatu "concordat" atau persetujuan antara dua pihak. Satu contoh, adalah Konkordat 2004 antara badan-badan yg memeriksa, mengatur dan mengaudit kesehatan atau perawatan sosial. Istilah MOU sering digunakan dalam konteks devolusi, sebagai contoh, Konkordat 1999 antara pusat Departemen Lingkungan Hidup, Pangan dan Urusan Pedesaan dan Lingkungan Direktorat Skotlandia.
MOU DALAM HUKUM PUBLIK INTERNASIONAL
Dalam hubungan internasional, MOU jatuh dibawah kategori luas perjanjian-perjanjian harus terdaftar dalam basisdata perjanjian PBB. Dalam praktek dan meskipun Seksi Hukum PBB mendesak bahwa pendaftaran harus dilakukan untuk menghindari 'diplomasi rahasia,' MOU terkadang dibuat secara rahasia. Sebagai materi hukum, judul MOU tak berarti sebagai dokumen yang mengikat atau tak mengikat menurut hukum internasional. Untuk menentukan apakah MOU tertentu dimaksudkan untuk menjadi sebuah dokumen yang mengikat secara hukum (yaitu perjanjian), orang perlu memeriksa minat para pihak serta posisi penandatangan (misalnya Menteri Luar Negeri vs Menteri Lingkungan Hidup). Suatu analisa cermat dari kata itu juga akan mengklarifikasi sifat pasti dokumen. Mahkamah Keadilan Internasional telah menyediakan beberapa wawasan ke dalam penentuan status hukum suatu dokumen dalam kasus landmark Qatar v. Bahrain, 1 Juli 1994.
KEUNTUNGAN MOU
Satu keuntungan dari MOU atas instrumen lebih resmi adalah bahwa, karena kewajibannya dibawah hukum internasional dapat dihindari, mereka dapat diberlakukan di kebayakan negara tanpa memerlukan perkenan secara parlementer. Karenanya, berbagai MOU sering digunakan untuk mengubah dan menyesuaikan perjanjian-perjanjian yang ada, dalam kasus mana MOU memiliki status perjanjian faktual. Keputusan mengenai retifikasi, bagaimanapun, adalah ditentukan hukum internal para pihak dan bergantung kepada suatu peringkat besar pada subjek disetujui. Berbagai MOU yang dibuat secara rahasia (yaitu tak terdaftar dengan PBB) tak bisa ditegakkan dihadapan organ PBB, dan dapat disimpulkan bahwa tak ada kewajiban dibawah hukum internasional telah diciptakan. Seperti telah dijelaskan dalam kasus Qatar v. Bahrain, perselisihan mungkin timbul mengenai status dokumen setelah salah satu pihak berusaha untuk menegakkan ketentuan-ketentuannya.
Meskipun MOU di bidang multilateral jarang terlihat, persetujuan penerbangan transnasional sebenarnya adalah MOU.
CONTOH MOU
- MOU tentang Kerjasama Perburuhan antara Republik Rakyat Cina, Singapura dan Selandia Baru pada 2008, seiring dengan persetujuan perdagangan bebas mereka masing-masing.
- Persetujuan antara pemerintah Republik Indonesia dan GAM (Gerakan Aceh Merdeka), dalam proses perdamaian Aceh pada 15 Agustus 2005.
- Minyak untuk program Pangan, untuk mana Irak mendatangai suatu MOU pada 1996.
- KerangkaKerja disetujui antara AS dan Korea Utara atas persenjataan nuklir pada 21 Oktober 1994.
- MOU tentang Pembajakan Pesawat dan Kapal dan Pelanggarannya Lainnya antara AS dan Kuba, dimaksudkan untuk menjaring kriminal pembajakan di dua negara, 3 Februari, 1973.
- MOU Berkaitan dengan Perjanjian antara Amerika Serikat dan Uni Republik Sosialis Soviet pada Pembatasan Sistem-sistem Rudal Anti-Balistik pada 26 Mei 1972, ditandatangani oleh Presiden AS Richard Nixon dan Penerus Status USSR.
- Persetujuan antara Kepulauan Kayman dan Kuba, dibawah mana para petugas imigrasi Kayman harus memberikan pengungsi Kuba dua pilihan: turun dan akan dipulangkan kembali ke Kuba, atau melanjutkan perjalanan mereka tanpa bantuan.
- Persetujuan antara Inggris dan Yordania, Libya dan Lebanon mengenai potensial ekstradisi tersangka (umumnya tersangka teroris) yang jika mereka harus diadili, harus diadili secara adil dan dengan cara serupa dengan Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia, misalnya untuk menahan dari menggunakan bukti diperoleh melalui penggunaan penyiksaan (Artikel 3). Pemahaman semacam itu telah dikritik karena ketidakmampuan ditegakkan secara hukum. Ini telah disorot dalam proses deportasi tersangka teroris Abu Qatada, yang diinginkan oleh Yordania sehubungan dengan serangan teroris. Namun, pada saat ini, Pengadilan Banding telah menolak permohonan banding Pemerintah Britania Raya berdasarkan pada keprihatinan mereka di Yordania dalam memperoleh bukti secara potensial memberatkan Qatada melalui penggunaan penyiksaan.
MOU DALAM BISNIS
KEDUDUKAN DAN KEKUATAN HUKUM MOU
DIBANDING HUKUM KONTRAK DI INDONESIA
DITINJAU DARI SEGI HUKUM PERIKATAN
DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA
Perkembangan dunia bisnis dan dunia usaha dimulai sejak tahun 1970, ketika pemerintah mulai memacu pertumbuhan perekonomian nasional dengan mengeluarkan kebijakan penanaman modal asing melalui diterbitkannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. sehingga dengan dikeluarkannya undang-undang tersebut dunia bisnis di Indonesia mengalami suatu masa keemasan, dimana banyaknya para investor asing datang ke Indonesia untuk menanamkan modalnya. Banyaknya pihak asing masuk ke Indonesia dalam rangka menjalankan praktek bisnis membuat banyaknya perubahan mengenai hal-hal baru yang terjadi didalam praktek hukum bisnis di Indonesia. Hal ini terjadi pula dalam masalah kontrak bisnis. Para pihak investor asing banyak menganggap bahwa di Indonesia masalah kontrak masih merupakan hal asing sehingga tak banyak jenis-jenis variasi kontrak ada di Indonesia.
Memang ada fenomena bahwa hukum kontrak dianggap sebagai “keranjang sampah” (catch all). Hal ini tak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di negara lain. Yang dimaksud dengan fenomena hukum kontrak sebagai keranjang sampah adalah banyak hal tentang dan sekitar kontrak tak diatur baik dalam undang-undang ataupun dalam yurisprudensi. Kalaupun diatur, tak selamanya bersifat memaksa, dalam arti para pihak dapat mengenyampingkannya dengan aturan yang dibuat sendiri oleh para pihak. Pengaturan sendiri oleh para pihak ini dituangkan dalam kontrak tersebut berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak. Dalam hal ini pengaturan sendiri dalam kontrak tersebut sama kekuatannya dengan ketentuan undang-undang. Para pihak dapat mengatur apapun dalam kontrak tersebut (catch all), sebatas tak dilarang oleh undang-undang, yurisprudensi dan kepatutan, jadi kontrak tersebut akhirnya memang berkedudukan seperti keranjang sampah saja.
Banyak pebisnis tak menyadari bagaimana pentingnya peran seorang konsultan hukum dalam suatu negosiasi transaksi bisnis. Sehingga, mereka baru datang ke konsultan hukum setelah timbul sengketa. Padahal dalam banyak hal, sengketa tersebut umumnya dapat dielakkan jika saja permulaan proses pembuatan kontrak sudah diikutsertakan konsultan hukum. Keadaan seperti ini sangat sering terjadi dewasa ini. Baik jika terjadi negosiasi antara sesama pebisnis domestik, apalagi jika salah satu pihaknya adalah pihak asing, pihak domestiklah yang perlu ekstra hati-hati. Karena biasanya pihak asing tersebut sudah berkonsultasi terlebih dahulu dengan konsultan hukumnya, sehingga kedudukannya dari segi hukum benar-benar aman dan kuat. Umumnya, dalam suatu kontrak, semakin kuat kedudukan salah satu pihak, semakin besar pula ancaman terhadap pihak lainnya.
Masalah lemahnya jaminan perlindungan hukum Indonesia terhadap kepentingan bisnis pihak mitra Indonesia merupakan akibat dari lemahnya sistem hukum kontrak berlaku di Indonesia dimana banyak hal-hal baru tak diatur dalam sistem hukum di Indonesia terutama mengenai kontrak.
Pihak Indonesia, umumnya memiliki kesempatan sangat kecil untuk menegosiasikan kepentingannya. Transaksi yang berlaku adalah transaksi take it or leave it, ambil atau tinggalkan, mau menerima atau tidak, dan karena alasan-alasan tertentu, pihak mitra Indonesia harus mengusahakan perlindungan hukum sendiri, sementara ketentuan hukum nasional belum mengakomodasikan kebutuhan itu. Sebab-sebab lain berpengaruh terhadap lemahnya perlindungan hukum tersebut dikarenakan kurang progresinya Indonesia dalam memanfaatkan fasilitas-fasilitas perlindungan hukum disediakan oleh hukum internasional.
Meski kini terdapat perkembangan sangat menggembirakan. yaitu dengan aktifnya keterlibatan Indonesia dalam pendesainan dan penandatanganan perjanjian-perjanjian yang bersifat melindungi pelaku bisnis, seperti GATT Anti-Dumping Code, dan beberapa konvensi internasional penting lainnya. seperti Convention of the law applicable to international sales of goods (1995). dan penandatanganan WTO Agreement. Harus disadari bahwa perjanjian-perjanjian tersebut, sebagai misal, WTO sebenarnya terbatas, yaitu sebatas transaksi-transaksi bisnis dilakukan dalam kerangka WTO. Dalam hal penyelesaian sengketa, juga ditentukan bahwa Badan Penyelesaian Sengketa (Disputes Settlement Body) WTO hanya berurusan dengan sengketa-sengketa timbul akibat dari pelaksanaan persutujua (WTO Agreement) dan samasekali tak berkaitan dengan persetujuan bersifat privat dibuat untuk suatu transaksi antar perusahaan. Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa untuk masalah-masalah bersifat privat, yang berkaitan dengan transaksi bisnis internasional, tetap berlaku hukum kontrak. Karena itu, subyek bisnis, tetap mengusahakan perlindungan sendiri melalui kontrak yang dibentuk dari akibat-akibat perilaku curang mitra bisnis.
Agar suatu negosiasi bisnis berjalan dengan baik, maka yang mesti hadir di meja negosiasi adalah mereka yang menguasai seluk-beluk bisnis disertai dengan konsultan hukum, mereka yang mewakili kepentingan bisnis akan melihat dari aspek bisnisnya, sementara konsultan hukum akan melihat aspek hukum dan formulasinya ke dalam draft kontrak. Untuk itu kepada para konsultan hukum sendiri dituntut untuk tak hanya menguasai ilmu hukum kontrak, tapi juga menguasai dasar-dasar bisnis dinegosiasikan. Sebagai misal, jika negosiasi mengenai kontrak joint venture produksi barang-barang elektronik, maka konsultan hukum tersebut juga harus mengerti tentang bisnis elektronik bersangkutan. Tak perlu secara rinci, tapi cukup dasarnya saja. Disamping itu, jika salah satu pihak merupakan pihak asing, maka seorang konsultan hukum juga harus dituntut untuk bisa berbahasa Inggris dengan sempurna. Bahkan dewasa ini, bagi seorang konsultan hukum yang datang ke meja negosiasi diharapkan pula untuk bisa memakai komputer sendiri, sehingga jalan dan hasil negosiasidapat lebih cepat dan mulus.
Rumusan yang berlaku umum adalah makin banyak rincian dimasukkan dalam suatu kontrak, maka akan makin baik pula kontrak tersebut. Karena kalau sampai kepada masalah sekecilkecilnya sudah disetujui, kemungkinan untuk timbul perselisihan di kemudian hari dapat ditekan serendah mungkin. Karena itu tak mengherankan bila dalam dunia bisnis terdapat kontrak yang jumlah halamannya puluhan bahkan ratusan lembar. Hanya saja demi alasan praktis terkadang kontrak sengaja dibuat tipis. Hal ini dilakukan karena yang dilakukan baru hanya ikatan dasar, dimana para pihak belum bisa berpartisipasi atau belum cukup waktu untuk memikirkan rinciannya dan agar ada suatu komitmen diantara para pihak, sementara rincian dibicarakan di kemudian hari. Untuk itu disepakati dahulu prinsip dasar suatu kesepakatan. Kesepakatan semacam inilah yang sering disebut sebagai MOU dunia bisnis.
Sebelum transaksi bisnis berlangsung, biasanya terlebih dahulu dilakukan negosiasi awal. Negosiasi merupakan suatu proses upaya untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain. Dalam negosiasi inilah proses tawar-menawar berlangsung. Tahapan berikutnya adalah pembuatan MOU. MOU merupakan pencatatan atau pendokumentasian hasil negosiasi awal tersebut dalam bentuk tertulis. MOU penting sebagai pegangan untuk digunakan lebih lanjut didalam negosiasi lanjutan atau sebagai dasar untuk melakukan studi kelayakan. Maksudnya sebagai studi kelayakan adalah setelah para pihak memperoleh MOU sebagai pegangan atau pedoman awal, baru dilanjutkan dengan tahapan studi kelayakan (feasibility study, due diligent) untuk melihat tingkat kelayakan dan prospek transaksi bisnis tersebut dari berbagai sudut pandang diperlukan, misalnya ekonomi, keuangan, pemasaran, teknik, lingkungan, sosial budaya, dan hukum. Hasil studi kelayakan ini diperlukan dalam menilai apakah perlu atau tidaknya melanjutkan transaksi atau negosiasi lanjutan, dan berujung pada suatu persetujuan kontrak sebagai kesepakan final.
Banyak hal melatarbelakangi dibuatnya MOU, satu diantaranya adalah karena prospek bisnis suatu usaha dirasa belum jelas benar dan dengan negosiasi rumit dan belum ada jalan keluarnya, sehingga daripada tak ada ikatan apapun, maka dibuatlah MOU.
Apa yang disebut MOU sebenarnya tak dikenal dalam hukum konvensional di Indonesia, terutama dalam hukum kontrak di Indonesia. Tapi dewasa ini sering dipraktekkan dengan meniru (mengadopsi) apa yang dipraktekkan secara internasional. Jadi sebenarnya dengan kita memberlakukan MOU, telah ikut memperkaya khasanah pranata hukum di Indonesia ini.
Dengan tak diaturnya MOU didalam hukum konvesional kita, maka banyak menimbulkan kesimpangsiuran dalam prakteknya, misalnya apakah MOU sesuai dengan peraturan hukum positiv di Indonesia, atau apakah MOU bisa dikategorikan setingkat dengan perjanjian atau persetujuan yang diatur dalam KUH Perdata dan siapa yang bertanggungjawab apabila terjadi suatu pengingkaran di dalam kesepakatan semacam ini, juga yang paling ekstrim adalah ada yang mempertanyakan apakah MOU merupakan suatu yg mengikat seperti kontrak, sementara MOU hanya merupakan suatu nota-nota kesepakatan saja.
Berdasarkan pembahasan tersebut diatas, maka akan dapat timbul pertanyaan sebagai berikut: Sejauh mana pengaturan dan doktrin-doktrin mengenai hukum kontrak? Bagaimana kedudukan hukum MOU ditinjau dari hukum kontrak? Apa akibat bila satu pihak atau debitur melakukan pengingkaran terhadap klausa MOU?
. . .
Kembali ke definisi MOU sebagaimana dinyatakan pertama diatas, pada dasarnya suatu MOU tak lain hanyalah suatu dokumen resmi berbahasa hukum dibuat sebagai tanda kesepakatan antara dua atau lebih pihak, yang telah bernegosiasi dan bermufakat untuk suatu tindakan tertentu, tapi tak mengikat secara sepenuhnya sebagaimana suatu kontrak mengikat para pihak secara penuh, dan berdasarkan hukum internasional tak dapat ditegakkan secara hukum. Kedudukannya hanya berada diatas persetujuan jantan (gentlemen agreement), dalam bentuk tulisan berbahasa hukum, dan resmi, bukan lisan. MOU mudah diubah dan disesuaikan dalam waktu singkat, dan tak memerlukan ratifikasi atau pengesahan.
. . .
ARTIKEL TERKAIT :
BEDA MOU DAN PERSETUJUAN KONTRAK
PANDUAN MEMBUAT MOU
SURAT MINAT — LOI : LETTER OF INTENT | LETTER OF INTEREST
http://firwany.blogspot.com/2010/01/letter-of-intent.html
http://tesqid.blogspot.com/2010/01/letter-of-intent.html
http://facebook.com/notes/fine-art/surat-minat-loi-letter-of-intent-letter-of-interest/150976694959962
http://facebook.com/notes/bisnis-dan-manajemen/surat-minat-loi-letter-of-intent-letter-of-interest/179651385406464
http://facebook.com/notes/bisnis-manajemen-ekonomi-sosial-hukum/surat-minat-loi-letter-of-intent-letter-of-interest/173846245992470
. . .
FINE ART ™
FIRWANY INTERNETWORK ENTERPRISE — ARTICLES ON REFORM AND TRANSFORM
_______________________________________________________________
kompilasi dan transkripsi : (C) 2010-2011 — Achmad Firwany
HAKI (Hak Atas Kepemilikan Intelektual) karya tulis intelektual ini dilindungi oleh Undang-Undang Negara Republik Indonesia, dan juga oleh konvensi dan provisi internasional atas karya intelektual di tiap negara di seluruh dunia.
Tak sebagian pun dari tulisan, dokumen atau pagina jala ini boleh disalin, digandakan dan atau diperbanyak : diduplikasi, direplika, direproduksi, ditransmisi, ditranskripsi, ditranslasi kedalam bentuk bahasa apapun atau disimpan dalam satu sistem retrieval apapun; dalam bentuk apapun atau dalam cara apapun, mencakup tapi tak terbatas pada cara optik, elektromagnetik, elektronik, elektromekanik, atau lainnya; untuk maksud dan tujuan komersial; tanpa pemberitahuan dan perkenanan tertulis terlebih dulu dari pemilik hak atas karya intelektual ini.
_______________________________________________________________
LINK :
http://firwany.blogspot.com/2010/01/memorandum-of-understanding.html
http://tesqid.blogspot.com/2010/01/memorandum-of-understanding.html
http://facebook.com/notes/fine-art/nota-kesepahaman-mou-memorandum-of-understanding/153525308038434
http://facebook.com/notes/bisnis-dan-manajemen/nota-kesepahaman-mou-memorandum-of-understanding/186943291343940
http://facebook.com/notes/bisnis-manajemen-ekonomi-sosial-hukum/nota-kesepahaman-mou-memorandum-of-understanding/180989895278105
PROFIL :
http://en-gb.facebook.com/people/Achmad-Firwany/100000427899819
__________
tag: bisnis, perniagaan, perdagangan, penjajaan, manajemen, hukum, dokumen formal, nota kesepahaman, business, commerce, trade, merchandise, management, law, legal documents, formal documents, memorandum of understanding, MOU.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar