Kamis, 25 Juli 2013

Biaya Pendidikan

Semakin tinggi pertumbuhannya, semakin besar juga resikonya. Selalu revisi dan revisi tiap tahun rencana itu. Ambil instrumen keuangan yang pertumbuhannya sangat tinggi, mencapai 70-100%, harus siap juga sama resikonya. Misalkan saja mulai nabung 2012  harusnya pas 2013, terkumpul sekian juta. Kalau ternyata kurang, tambahi biar genap angkanya. Namanya juga prediksi. Dengan menggunakan banyak asumsi. Bisa saja inflasi pada saat itu lebih tinggi dari yang kita perkirakan. 
I Deliver Happiness,
Dwika

5

Kejaaaam, memang KEJAM. Dulu waktu SD, SPP gw di bangsa 15 ribuan. Waktu SMA tahun 1997, SPP-nya udah kisaran 2 juta, uang masuknya 20 jt. Waktu kuliah di Jogja, SPP-nya kisaran 450rbuan, sekarang udah non subsidi, dengar2 per SKSnya aj udah 80 rebuan.
Biaya pendidikan naiknya kadang melebihi inflasi, ga pakai ati nurani. Gw sekarang aj suka terkaget2 denger berapa total biaya yang harus dikeluarkan untuk kuliah di kedokteran UI. Lebih dari 250 juta juragaaan. Kecekek ga dengernya tuh. Mending langsung sekolah di luar negeri deeh.
Well, gw menjalani hidup ini dengan santai. Tapi untuk urusan pendidikan anak, gw ga bisa santai2. Sekarang sih enak, pekerjaan gw dan suami masih layak dan terbilang bisa untuk menangani biaya pendidikan anak di level menengah. Tapi roda ini berputar. Hidup ini penuh ketidakpastian. Suatu hari bisa saja kami kena PHK, kena musibah, mendadak sakit parah, everything can be happened.
Apakah anak gw juga harus kena getahnya? Janganlah ya. Hak anak gw adalah untuk bisa mengecap pendidikan yang layak tanpa harus ternodai dengan carut marut keuangan keluarga. Karena itu gw dan suami sudah dari jauh hari mempersiapkan biaya pendidikan untuk anak. Dari sejak Alif lahir, emaknya langsung menghitung prediksi biaya SD, SMP, SMA, S1, dan nikahnya wakakakak. Beberapa rekan menghitung sampai biaya S2. Sook, monggooo. Kalau saya S1 ajalah. S2 biar nanti Alif yang urus sendiri. Kan dia udah dewasa dan mandiri..kalau mau lanjut sekolah ya harus berupaya cari ya Nak. Ada banyak cara kok, bisa beasiswa, fasilitas dari kantor, atau kalau memang ternyata jiwanya jiwa bisnis yo wis ga usah S2 sekalian ahahahah (*ibu apa ini).
Kalau biaya nikah mah memang kewajiban ortu kekekek. Apalagi nikah di Jakarta ini, masya Allah deh mahalnya. Dulu gw nikah di Pekanbaru mah modalnya cuma 20 juta, itu udah bisa undang orang sekampung, hingar bingar dari pagi ampe malam. Lah Jakarta butuh ratusan juta, undangan terbatas, jamnya pun medit amaaat. Kota opooo iki kok ya ngerasani banget tinggal disini. Tapi secara bapak ibumu gaolnya di Jakarta, yo mosok nikahan anaknya di Pekanbaru, sapa yang mau dataang? Wkwkwk.
Ini tadi mau cerita tentang apa si. Oh ya, biaya pendidikan ya.
Ok, jadi untuk mempersiapkan biaya pendidikan lebih baik dimulai sedini mungkin. Kalau saya mah sejak anak lahir langsung picit2 tuts telvon, tombol kalkulator, dan keypad kompi, urus semua itung2an biaya pendidikan. Iyaaa pake ngitung doonk karena saya ga mau sembarang nabung. Kalau kekecilan, nti kami bisa2 nombok banyak pas hari H nya. Sukur2 kalo ada duitnya, kalo kagak? Kalo kegedean, ga efisien atuh namanya, kan uangnya bisa dipake buat kebutuhan yang lain.
Jadi gimana cara ngitungnya? Ada rumus excelnya bow, horeeeee, mudaaah. Saya dapat dari temen juga si. Thx ya Fahri Usmani yang udah memberikan saya rumus ini, sedekah jariyah ada padamu.
Jadi stepnya adalah, saya kudu menetapkan anak ini rencananya mau disekolahkan di sekolah apa? Misal sekolah B. Cari tau deh disana berapa uang pangkalnya dan SPP-nya (*disini nih perlu pijit tuts telvon buat call tu sekolah enjen tanya2 berapa uang pangkal dan SPP-nya). Terusss dengan asumsi anak kita nantinya bersekolah disana, kita bisa mencari tahu berapa uang pangkal dan SPP-nya pas nti anak kita gede. Ada itu rumusnyaaaa, tinggal masupin angka aj.
Contoh. Alif sekarang usianya 4 tahun. 8 tahun lagi mau sekolah di SMP Darbi yang sekarang aj uang pangkalnya udah 22 juta. 8 tahun lagi dengan tingkat inflasi biaya pendidikan asumsi 15%, uang pangkalnya menjadi 67.298.506 alias 67.3 juta. Howeeek, gede amaaat kan?
Lalu gimana cara nabungnya? Kalo saya pakai reksadana saham. Sok atuh yang lain kalo mau pake emas, duit, deposito, properti atau asuransi, monggooo. Saya pakai reksadana saham karena bisa menerima resikonya dan memang berharap pada pertumbuhan uangnya kwkwkwk.
Jadi bila uang pangkalnya nanti sebesar 67.3 juta, maka dengan reksadana saham yang pertumbuhannya selama setahun mencapai 20% (asumsi ya. Waktu saya nulis postingan ini sih, reksadana saya pertumbuhannya di angka 30%), maka saya harus setor 288.477 alias 290rb/bulan ke reksadana saham.
Udah deeeh. Easy bangeeet kaaan? Lakukan juga hal yang sama pada SMP, SMA, S1, dan S-S lainnya. Rumus ini juga ga cuma saklek untuk biaya pendidikan tapi bisa dipake untuk membeli rumah berapa belas tahun lagi…ganti mobil berapa tahun lagi, dan sebagainya. Multipungsyon gitu looh.
Nah gimana kalo setelah diitung2 pake excel ternyata jumlah uang setorannya terlalu berat bagi kocek kita? Gampil, ubahlah tujuan sekolahnya. Ini yang namanya realita. Sesuaikan keinginan dengan keadaan. Kalo memang ga sanggup menyekolahkan anak di luar negeri, ya jangan maksa toh yoo… Jungkir balik nabung buat masa depan wong memenuhi kebutuhan masa kininya aj udah megap2. Dalam negeri juga banyak yang bagus, dan rejeki dari Allah ga kan tertutup kok. Impian ke luar negeri bisa saja terwujud walo ga dari kocek kita.
Kalo tetap keukueh mereukeuh ga mau ubah tujuan sekolah, pilihan kedua adalah ubahlah instrumen keuangannya. Nih saya kasi perbedaan jumlah setoran antara setor tabungan rencana dan reksadana saham.
Di tabungan rencana (biasanya bank banyak membuka jenis simpanan ini), pertumbuhan uangnya …berapa ya? Wanda, yang jelas ga sampai 10%/tahun. Oke, anggap aj sekitar 5% setahun ya. Maka perbandingan jumlah setoran perbulan adalah…jreng3x.
Silakan menyimpulkan sendiri kekekeke. Ga gitu keliatan bedanya antara 290rb dengan 571rb? Itu karena masih SMP. Coba kalau untuk S1 kedokteran UI yaaa, which is 18 taon lagi.
Pakai reksadana saham
Pakai reksadana saham
 
Pakai tabungan rencana
Pakai tabungan rencana
Giyahahahaha. Beda banget kaan? Karena waktu adalah sekutumu. Semakin lama penundaan, semakin besar kerugian. Tadi 8 tahun, sekarang 18 tahun. Tadi 22 juta, sekarang 270  jetiiiii.
Mau ambil instrumen keuangan yang pertumbuhannya sangat tinggi, mencapai 70-100%? Sok ambil saham tapi harus siap juga sama resikonya ya. Bisa2 malah terjerembab dan merugi. Semakin tinggi pertumbuhannya, semakin besar juga resikonya.
Oiya hampir lupa. Selalu revisi dan revisi tiap tahun rencana itu. Misalkan saja mulai nabung pas 2012. Berdasarkan rumus, harusnya pas 2013, terkumpul sekian juta. Kalo ternyata kurang, yooo tambahi biar genap angkanya. Namanya juga kan kita hanya prediksi ya. Dengan menggunakan banyak asumsi. Bisa saja kan inflasi pada saat itu lebih tinggi dari yang kita perkirakan. Bisa juga toooh, pertumbuhan uang kita ga setinggi yang kita harapkan. Makanya kudu terus dan terus dicek progressnya tiap tahun.
Eniwei, gw bukan pakar keuangan wakakaka, saya hanya karyawan kantor  biasa yang sedang berbicara tentang keuangan. Jadi kalau ada kesalahan disana sini, yooo maklumi wae. Kalau data reksadana saham saya lumayan memantau, tapi kalau data tabungan rencana mandiri…kekekekek, enggak tuh. Sok atuh kalo salah dibenerin ya. Yang jelas rumus excel teesbe dan reksadana saham selama ini telah sangat membantu keluarga gw untuk masalah keuangan.
Mau excelnya? Boleh banget, silakan comment aj di bawah yaks.
Cheers,
-febrie-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar