Kamis, 09 Mei 2013

Hidup yang penuh keberkah-an


Re: Hidup yang penuh keberkah-an

Posted by: "Asep Rahmat" aseprahmat66@yahoo.com   aseprahmat66

Tue Aug 31, 2010 9:13 am (PDT)



Thanks infonya boz wika

Sent from my iPhone

On Aug 31, 2010, at 8:31 PM, Dwika Sudrajat <dwikasudrajat@ yahoo.com> wrote:

Anda bukanlah pemilik tunggal kekayaan dan harta yang dibawa mati sesungguhnya benar-benar hanya amal ibadah. Sementara harta duniawi akan Anda tinggalkan sama sekali dan menjadi milik para ahli waris.
salam,
Dwika-VIDE.Inc.

============ ========= ========

Pengelolaan keuangan Islami

Oleh: Mike R. Sutikno 

"Macet luar biasa dan saya baru berbuka di rumah pukul 8 malam. Hanya sempat meminum teh manis dan salat Isya, langsung ketiduran dan baru terbangun jam 5 pagi. Walaupun semaput, saya tetap berpuasa."

Nyaris tak percaya pada cerita teman saya, karena kami sama-sama penggemar berat sahur. Sulit membayangkan bagaimana runyamnya untuk tetap bertahan di kantor dalam keadaan dehidrasi dan kelaparan.

"Iman" ini mungkin yang mendorong seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu bukan atas dasar dia ingin atau tidak ingin, atau semata-mata demi kepentingannya, tetapi karena berharap keridhoan Tuhannya.

Begitulah juga spirit yang melandasi Islamic Financial Planning, yang meyakini bahwa hanya pengelolaan kekayaan yang sesuai dengan tuntunan Allah SWT sajalah yang akan membawa seseorang kepada hidup yang penuh keberkah-an (Hayatan Thoyibah). 

Hubungan horizontal dan vertikal

Bisakah kita hidup sehat di tengah-tengah kondisi lingkungan yang buruk. Pasti sulit, cepat atau lambat Anda merasakan dampak buruknya. Seperti virus, kerusakan di satu tempat akan menyebar ke tempat lain.

Namun, mari kita coba andaikan sebaliknya, seseorang tak dikenal tersenyum dengan sopan pada Anda ketika berpapasan di jalan. Berapa besar kemungkinan Anda akan memukul orang tersebut karena senyumannya? Paling-paling Anda akan balas tersenyum, walaupun terheran-heran dengan tingkahnya. Nah, kebaikan juga bisa menular, tetapi tidak seperti virus yang merusak.

Perencanaan keuangan Islami melandaskan prinsipnya pada fungsi manusia sebagai pemimpin di muka dunia (khalifah) dan sebagai hamba Allah SWT. Amanat sebagai pemimpin adalah membawa kemakmuran bagi seluruh umat manusia dengan tunduk patuh mengikuti tuntunan Allah SWT.

Untuk memenuhi ke dua fungsi ini maka seseorang harus memiliki hubungan baik dengan sesama manusia serta alam sekitar, juga hubungan baik dengan Tuhannya. Hubungan horizontal - vertikal ini, dikenal dengan istilah hablum minannas (sesama manusia) dan hablum minallah (individu dengan Tuhan).

Dengan begitu perencanaan keuangan Islami dalam praktiknya mengedepankan cara-cara yang manusiawi dan berke-Tuhanan. Karena itulah praktik riba, spekulasi, judi, monopoli, korupsi, dan berbagai tindakan kriminal dalam mendapatkan uang diharamkan. Semata-mata karena kerusakan yang ditimbulkannya bukan hanya menimpa segolongan orang tertentu, tetapi bencana untuk seluruh umat manusia.

Untuk itu ada tujuh hal yang membangun kerangka dasar perencanaan keuangan Islami, sebagai berikut:

· Penghasilan yang didapat dengan cara halal. 
Perencanaan keuangan Islami dimulai dari proses penciptaan kekayaan yang pertama, yaitu didapatnya sumber penghasilan melalui aktivitas bekerja atau usaha yang halal. Berarti dari proses awal sampai akhir baik dari aktivitasnya, materi yang digunakan, konsep usaha, promosi, dan lain-lain harus sesuai dengan syariah. Tidak diperkenankan menzalimi orang lain dan hanya menggunakan materi yang halal.

· Pembelanjaan yang dikeluarkan dengan cara yang baik. 
Dalam menggunakan uang pun Islam mendorong orang untuk bersikap bersahaja dan tidak berlebihan. Memprioritaskan kebutuhan daripada pemuasan keinginan berdasarkan rencana pembelanjaan (budgeting), mengutamakan fungsi daripada gengsi. Objek yag dibelanjakan pun harus memenuhi kriteria halal dan tujuan pembelanjaan pun demi kebaikan . 

· Tolong-menolong dalam kebaikan (kesulitan). 
Pada dasarnya segala bentuk musibah dan bencana terjadi karena ulah manusia sendiri. Sayangnya kerusakan yang disebabkan segolongan tertentu hampir selalu mengorbankan orang lain yang tidak bersalah. Jika musibah dan bencana ini terjadi, tidak saja kerugian harta benda, tetapi juga kesehatan bahkan kehilangan nyawa.

Saat peristiwa-peristiwa ini terjadi, Islam meng-inginkan umatnya untuk membangkitkan solidaritas dan tolong-menolong antara sesama pada saat kesulitan dengan menggalang Dana San-unan untuk mengantisipasi kerugian finansial.

Konsep tolong-menolong ini istilahnya Takaful, atau di sini lebih dikenal dengan asuransi syariah. Motivasi tolong-menolong ini sangat berbeda dengan motivasi transfer risiko pada asuransi konvensional, yang mana hanya meng-untungkan satu pihak dan cenderung spekulatif. 

· Pembiayaan yang produktif. 
Utang atau pinjaman dalam Islam hanya diperuntukkan bagi kaum yang tidak mam-p/dhuafa, atau bagi mereka yang kepepet. Ka-rena sifatnya darurat maka dianggap tidak manusiawi jika pemberi pinjaman mengambil keuntungan dari kesulitan orang lain melalui riba.

Utang dengan demikian dikembalikan sesuai jumlah yang dipinjam pada waktu yang ditetapkan. Berbeda dengan pinjaman yang bertujuan menambah aset. Misalnya pembelian rumah, kendaraan, mesin produksi, atau operasional usaha.

Peminjaman uang seperti ini lebih tepat disebut pembiayaan yang dilakukan untuk suatu tujuan ekonomi. Karena itu selayaknya ada mekanisme perhitungan tingkat keuntungan yang dikenakan.

Mekanisme riba yang memberikan tambahan keuntungan semata-mata dari peminjaman uang, di sini tidak lagi manusiawi. Adapun skema bagi hasil, jual beli dan sewa-menyewa dalam pembiayaan syariah mendasarkan perhitungan keuntungan berdasarkan objek tujuan pembiayaan, yang mana menjadi lebih adil baik bagi pihak yang dibiayai maupun yang membiayai.

· Investasi yang berkah dan menguntungkan. Konsep masa depan dalam perencanaan keuangan menimbulkan konsekuensi alokasi penghasilan dan harta untuk menabung dan berinvestasi.

Dalam konteks duniawi tujuannya adalah untuk mengakumulasi kekayaan. Namun, masa depan dalam Islam juga berlaku dalam konteks adanya kehidupan setelah mati atau akhirat.

Karena itu alokasi penghasilan dan harta untuk kepentingan ibadah (contoh: wakaf, qurban dan haji) adalah salah satu cara yang dianjurkan dalam rangka mengakumulasi pahala. Inilah tabungan dan investasi akhirat Anda.

Agar tabungan dan investasi dunia akhirat ini memberikan keberkahan lagi menguntungkan maka harus diiringi dengan perencanaan investasi yang efektif serta terbebas dari unsur riba, spekulasi, judi, dan sifat riya.

· Penyucian harta. 
Seseorang itu tidak memiliki hak mutlak untuk kekayaan yang dimilikinya, karena dalam Islam, kekayaan yang dipercayakan kepada manusia adalah sebagai amanah.

Dalam proses mengakumulasi kekayaan kita tidak mungkin melakukannya sendiri tanpa peranan pihak lain baik tenaga maupun harta mereka. Bahkan kemungkinan tanpa disadari ada hak orang lain dalam proses tersebut yang terabaikan karena kepentingan kita.

Konsep penyucian harta adalah untuk mengembalikan hak orang lain dalam harta kita. Caranya adalah melalui mekanisme zakat, infak dan memberikan amal (sedekah). Membayar zakat adalah wajib untuk muslim, sementara memberikan sedekah dan infak adalah perbuatan yang sangat dianjurkan.

· Perwarisan. 
Kita bukanlah pemilik tunggal kekayaan dan harta yang dibawa mati sesungguhnya benar-benar hanya amal ibadah. Sementara harta duniawi akan kita tinggalkan sama sekali dan menjadi milik para ahli waris.

Islam memiliki mekanisme perwarisan, tetapi dianjurkan bagi orang yang berharta untuk merencanakan (berwasiat) bagaimana hartanya akan dibagikan (diwariskan) setelah dirinya meninggal.

Tujuannya adalah kesinambungan pelaksanaan keuangan Islami ke generasi berikutnya (ahli waris) melalui harta waris. Selain itu juga untuk mencegah terjadinya perselisihan pada saat harta waris dibagikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar