| ||||||||
Ada berita Wimax dari Pak Gunawan - Dosen Elektro di
harian Bisnis Indonesia. Opini WiMax Indonesia, kebijakan setengah hati Web link: http://www.bisnis.com/servlet/page? _pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vn\ w_lang_id=2&ptopik=A57&cdate=06-NOV-2006&inw_id=482832 WiMax Indonesia, kebijakan setengah hati Beberapa waktu lalu pemerintah melalui Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) telah menetapkan frekuensi 2,3 GHz sebagai alokasi frekuensi world interoperability for microwave access (WiMax). WiMax adalah satu jenis teknologi broadband wireless access (BWA) untuk data kecepatan tinggi. WiMax memiliki kecepatan transfer data hingga 70 Mbps dan jarak jangkauan hingga 50 km. Dinyatakan pula pada tahap awal akan diterapkan untuk layanan fixed dengan teknologi IEEE 802.16d. Seperti diketahui bahwa WiMax dengan standar IEEE 802.16 terdiri atas 802.16a/d revisi untuk fixed, 802.16e untuk mobilitas terbatas (nomadic), dan 802.20 untuk mobilitas yang penuh. Menurut BRTI, pada Desember 2006 ini akan dilakukan tender WiMax, sehingga pada 2007 akan ada layanan komunikasi data berbasis WiMax. Alokasi frekuensi WiMax ini, menurut BRTI, akan diberlakukan frequency lisencing dengan teknologi netral. Artinya, bila suatu operator telah mendapatkan frekuensi lisensi 2,3 GHz untuk fixed WiMax maka ketika mobile WiMax masuk, operator yang bersangkutan secara otomatis dapat menggelar mobile WiMax tanpa meminta lisensi ke pemerintah. Pemerintah menargetkan sasaran penerapan WiMax adalah daerah rural sebagai pelengkap layanan generasi ketiga 3G yang telah ada (Bisnis, 28 September 2006). Adalah tugas pemerintah untuk memperbesar pemerataan akses informasi hingga masyarakat pedesaan dan solusi dengan fixed WiMax adalah langkah yang patut dipuji. Tetapi bahwa layanan fixed WiMax untuk pelengkap layanan 3G adalah dua hal yang berbeda. Keputusan berani Seperti diketahui bahwa WiMax adalah akses komunikasi data kecepatan tinggi sedangkan 3G adalah teknologi selular berbasis suara yang memiliki kemampuan untuk komunikasi data. 3G digelar oleh operator besar di kota-kota besar, sehingga dengan pernyataan bahwa WiMax untuk pelengkap 3G apakah suatu pertanda bahwa WiMax hanya untuk operator seluler pemilik 3G? Keputusan pemerintah mengalokasikan frekuensi 2,3 GHz untuk WiMax memang dinilai sangat berani karena sebagian besar negara lain di dunia menetapkan layanan fixed WiMax dengan standar 802.16d pada 3,5 GHz atau 3,3 GHz, bukan pada 2,3 GHz seperti Indonesia. Negara yang menetapkan frekuensi 2,3 GHz untuk WiMax adalah Korea Selatan dengan produk wireless broadband access yang dikenal dengan WiBro, tetapi WiBro ini belum tersertifikasi sebagai WiMax. Menurut WiMax Forum, standar 802.16e diperkirakan baru akan ada di pasaran pada awal 2008. Selain itu untuk standar 802.16d, menurut WiMax Forum, dialokasikan pada frekuensi 3,3 GHz atau 3,5 GHz. Pertanyaannya, akan efektifkah keputusan pemerintah menetapkan fixed WiMax pada 2,3 GHz untuk tahap awalnya? Ada pendapat yang meragukan efektifitas keputusan pemerintah ini karena hanya ada satu vendor yang mendukungnya dan itupun belum mendapatkan sertifikasi WiMax. Bila hanya ada satu vendor dikhawatirkan interoperabilitas perangkat WiMax tidak akan terjadi. Justru monopoli yang terjadi. Keputusan regulator tersebut akan efektif apabila didukung oleh kemampuan industri telekomunikasi dalam negeri yang andal untuk mendukung pengadaan perangkatnya. Tapi, tampaknya industri dalam negeri belum siap mendukungnya sekaligus meraih peluang bisnis penggelaran WiMax. Masalah lain yang perlu diantisipasi oleh pemerintah adalah memindahkan pengguna microwave dan pengguna lainnya dari frekuensi 2,3 GHz. Pengalaman menunjukkan memindahkan pengguna dari suatu alokasi frekuensi tertentu tidak mudah. Mengapa tidak dialokasikan pada 3,3 GHz atau 3,5 GHz? Tampaknya pemerintah 'menafikkan' frekuensi 3,5 GHz untuk BWA (dibaca WiMax), karena penyelenggara BWA pada 3,5 GHz yang ada sekarang pun akan dimigrasikan ke frekuensi 3,3 GHz. Sementara frekuensi 3,5 GHz akan sepenuhnya dialokasikan untuk extended C teknologi satelit. Ini berarti, pemerintah harus mencabut Keputusan Dirjen No. 119/ 2000 tentang Penggunaan bersama (sharing) pada pita frekuensi 3,4 - 3,7 GHz oleh Dinas Tetap (WLL Data) dan Dinas Tetap Satelit. Dengan SK Dirjen tersebut memungkinkan pemakaian bersama untuk BWA dan satelit pada beberapa kanal frekuensi yang telah disepekati. Tidak mudah Migrasi 3,5 GHz ke 3,3 GHz diperkirakan bukan merupakan hal yang mudah untuk dilakukan. Ada beberapa pertanyaan yang perlu dicermati a.l apakah alokasi frekuensi yang tersedia pada 3,3 GHz mencukupi untuk operator BWA 3,5 GHz yang ada, apakah tersedia perangkat BWA 3,3 GHz, dan menjadi tanggung jawab siapa migrasi ini? Bila 3,5 GHz dialokasikan oleh pemerintah untuk extended C band satelit, pemerintah harus memiliki program yang jelas terhadap peruntukan bisnisnya. Jangan sampai extended C band yang dialokasikan sebesar 300 MHz tidak dapat memanfaatkan alokasi frekuensinya secara efektif dan efisien. Seandainya unified modern frequency lisencing diberlakukan untuk semua frekuensi serta dengan alasan untuk efisiensi utilisasi frekuensi yang diterima, apakah operator satelit akan diperkenankan untuk menggelar layanan WiMax, karena perangkatnya telah tersedia di pasaran dan harganya relatif murah? Itulah sebabnya bila di masa depan diperkenankan penggelaran WiMax oleh operator satelit, alangkah baiknya sejak sekarang dikaji secara mendalam tentang pemakaian bersama frekuensi 3,5 GHz tersebut. Terlihat bahwa regulator dalam menetapkan alokasi frekuensi untuk WiMax dapat dikatakan setengah hati. Penataan di satu pihak menimbulkan masalah di pihak lain. Selain itu keputusan tersebut masih merupakan kesimpulan awal yang belum lengkap. Seharusnya ada kajian yang menyeluruh dan komprehensif untuk pita frekuensi BWA dengan memerhatikan semua stakeholder. Semoga keberanian regulator menetapkan alokasi 2,3 GHz untuk WiMax bukan karena ingin berbeda dan tidak ingin dikendalikan oleh vendor WiMax, tetapi diputuskan dengan perhitungan yang matang dan untuk kepentingan bersama. Oleh Dr. Gunawan Wibisono Dosen Teknik Elektro Fakultas Teknik UI ============================ wass, Dwika |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar