Investasi Juga Butuh Rem dan Persneling
Leonardo
Untuk memberi rasa aman kepada nasabahnya (pemegang polis) dalam urusan investasi, Generali Indonesia mengembangkan sistem otomatis untuk memantau investasi nasabah yang disebut Auto Risk Management System.
Apa saja manfaatnya?
The future can’t be predicted. Oleh karena itulah, berkembang produk asuransi. Namun, sebagai sebuah skema investasi, bukan berarti orang yang berasuransi bebas dari rasa khawatir. Sebab, portofolio investasi yang dijalankan perusahaan asuransi pun tak lepas dari risiko.
Nah, demi memberikan rasa aman lebih besar kepada nasabahnya dalam berinvestasi, PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia mengembangkan sebuah sistem otomatis. Dengannya, para pemegang polisnya bisa mengelola prospek keuntungan dan risiko kerugian dengan lebih baik. Sistemnya ini disebut Auto Risk Management System (ARMS).
Edy Tuhirman, CEO Generali Indonesia, menjelaskan bahwa dalam asuransi selalu ada dua komponen: proteksi dan investasi. Untuk proteksi Generali menyediakan berbagai program perlindungan, seperti family protection plan, perlindungan cacat tetap, kebutuhan rumah sakit dan pembedahan, melahirkan, rawat jalan hingga perawatan gigi. “Generali menyediakan perlindungan menyeluruh untuk seluruh anggota keluarga,” ucap Edy.
Bagaimana dari sisi investasi?
Menurut Edy, investasi ini seperti menyetir mobil, sehingga perlu rem, setir, persneling, dan sebagainya. Sebab, jika tak dilengkapi, bisa jadi investasinya anjlok. Misalnya, seseorang yang telah mempersiapkan masa pensiunnya dengan membeli produk asuransi. Diperkirakan, pada waktu tertentu ketika ia mempersiapkan masa pensiun, nilai investasinya mencapai Rp 1 miliar. Akan tetapi, tiba-tiba pasar modal ambruk. Nilai investasi orang tadi turun tinggal hanya – misalnya — Rp 200 juta.
“Berinvestasi layaknya mengendarai mobil, yang memerlukan instrumen keselamatan semacam rem untuk mengatur risiko. Sebab, tak ada yang mampu memprediksi dan menjamin pasar modal akan bebas dari bahaya,” ujar Edy.
Menurut Edy, ARMS bisa menjadi solusinya. Ia mengklaim, solusi ARMS ini merupakan yang pertama di Indonesia. Apa itu ARMS? Pada dasarnya ini adalah sistem otomatis untuk memantau investasi nasabah. Jadi, dengan adanya ARMS, nasabah dapat menentukan level untuk mengambil untung dan level aman agar tak merugi besar (cut loss). Nasabah tak perlu lagi memantau pasar saham dan pasar uang setiap hari, karena ARMS yang melakukan secara otomatis. “Ide pengembangan ARMS ini terinspirasi pengalaman beberapa investor saat terjadinya krisis finansial tahun 2008, ketika kondisi pasar di seluruh dunia anjlok,” ungkap Edy.
Bertolak dari pemikiran tersebut, pada awal 2009 tim TI Generali Indonesia mengembangkan ARMS. Menurut Rommy Rukyanto, CIO Generali Indonesia, solusi ARMS dikembangkan di atas core system Life/Asia. “ARMS kami kembangkan sendiri, dengan dibantu konsultan TI. Aplikasi ARMS terhubung dengan aplikasi lainnya menggunakan interface,” ucap Rommy. “Investasinya sangat besar. Tetapi kami mendapat dukungan penuh dari kantor pusat,” Edy menambahkan.
Dijelaskan Rommy, ada beberapa modul dalam ARMS.
Pertama, Automatic Trading Plan, merupakan fitur dalam berinvestasi, yaitu untuk mencapai target pengembangan dana investasi pada titik tertentu untuk meraih keuntungan (profit taking) atau menghindari terjadinya penurunan kerugian investasi lebih jauh (cut loss). Modul ini diibaratkan dengan sistem rem dalam menjaga investasi agar tidak melewati batas kerugian yang dapat ditolerir. Di sini, nasabah bisa menentukan sendiri nilai profit yang ingin dicapai dan nilai toleransi kerugian yang mampu ditanggung.
Modul kedua, Automatic Asset Rebalancing, merupakan fitur untuk menyeimbangkan komposisi alokasi dana investasi investor sehingga tetap berada dalam batas toleransi yang telah ditetapkannya. Modul Auto Balancing diibaratkan sebagai setir atau cruise control yang bekerja untuk menjaga pergerakan investasi selalu dalam profil risiko yang sudah ditetapkan. Jadi, modul ini mampu menjaga pergerakan portofolio investasi nasabah tetap stabil dan sesuai dengan yang ditentukan.
Ketiga, modul Automatic Re-entry, merupakan fitur penentuan momentum bagi investor untuk kembali berinvestasi dengan alokasi masing-masing dana investasi sesuai dengan yang ditetapkan investor. Modul Auto Re-entry diibaratkan sebagai persneling otomatis (automatic gear) yang membantu mendeteksi saat yang tepat untuk kembali ke pasar. Dengan modul ini, nasabah secara otomatis dimungkinkan untuk menentukan waktu yang tepat untuk kembali berinvestasi di pasar modal, ketika kondisi pasar sudah mencapai titik yang dikehendaki.
“Sekarang, kami juga memiliki sebuah portal yang dapat digunakan oleh nasabah Generali Indonesia untuk memantau maupun mendapatkan informasi detail dari polis mereka,” ujar Rommy.
Modul-modul ARMS
- Automatic Trading Plan, fitur investasi untuk mencapai target pengembangan dana investasi pada suatu titik tertentu guna meraih keuntungan (profit taking) atau menghindari terjadinya kerugian lebih jauh (cut loss).
- Automatic Asset Rebalancing, fitur untuk menyeimbangkan komposisi alokasi dana investasi investor sehingga tetap berada dalam batas toleransi yang telah ditetapkannya.
- Automatic Re-entry, fitur penentuan momentum bagi investor untuk kembali berinvestasi dengan alokasi masing-masing dana investasi sesuai dengan yang ditetapkan investor.
Menurut Edy, by nature seorang investor memiliki karakteristik greedy atau penakut. Namun, ARMS membuat nasabah bisa disiplin. Ia menggambarkan contoh seorang investor tamak yang menempatkan modal Rp 100 juta, lalu nilainya naik menjadi Rp 150 juta. Nah, ketika ditawarkan diambil atau tidak, ia tidak mau ambil karena diperkirakan masih bisa naik lagi. Namun, ternyata pasar goyang sehingga modalnya hanya tinggal Rp 60 juta.
“Ketamakan dan ketakutan investor ini bisa terjadi di tempat lain, karena tidak punya disiplin. Di Generali ada disiplin, seperti Auto Trading Plan,” ucap Edy. Misalnya, seorang investor masuk dengan modal Rp 100 juta. Sebelumnya, investor telah membuat persetujuan dengan planner: ia akan take profit jika naik 40%, dan cut loss jika minus 10%. Lalu, ia mendapat untung 20%, naik lagi menjadi 30%. Akan tetapi, sistem belum merespons. Nah, ketika keuntungannya naik 40% menjadi Rp 150 juta, sistem secara otomatis akan mengunci untuk ambil keuntungan. Sebaliknya, ketika modalnya turun menjadi Rp 90 juta, sistem langsung melakukan cut loss, untuk dipindahkan ke money market supaya tidak kebablasan (lihat Bagan).
“Bagaimana caranya?
Sistem TI yang melakukan monitoring setiap hari. Ketika sampai pada angka tertentu yang disepakati, sistem secara otomatis akan mengunci dan melakukan switching,” ujar Edy. “Jadi, setiap nasabah tidak perlu memantau pasar saham dan pasar uang setiap hari. Biarkan sistem kami yang bekerja.”
Menurut Edy, pengembangan ARMS telah memberikan beberapa manfaat, baik kepada nasabah maupun perusahaan. Manfaat paling utama dari ARMS adalah memberikan perasaan aman bagi nasabah dan keleluasaan dalam merancang perjalanan finansial. “Oleh karena merasa aman, impact-nya orang jadi lebih berani berinvestasi, sehingga return lebih tinggi. Investasi jangka panjang jadi lebih bagus,” ujar Edy. “Bagi perusahaan, dengan adanya ARMS ini, cost jadi lebih murah, sehingga jauh lebih efisien,” tambahnya.
Klaim Edy diamini salah satu nasabahnya, Ariyanto Erlangga. Menurut pria berumur 43 tahun yang telah menjadi nasabah Generali sejak April 2011 ini, ARMS yang dikembangkan Generali sangat membantu. Sebab, selama ini ia menjadi pemegang polis dari beberapa perusahaan asuransi, tetapi tidak ada yang memiliki “sistem rem” seperti ARMS di Generali. Akibatnya, kalau saham anjlok, investasi juga menurun. “Saat ini saya tidak takut lagi dalam berinvestasi,” ucap Ariyanto. “Tetapi, perlu sosialisasi secara detail agar kita semua lebih tahu kegunaan ARMS,” tambah Ariyanto menyarankan.
Baik Edy maupun Rommy sepakat bahwa ARMS baru langkah pertama Generali untuk memberikan pelayanan dan perlindungan kepada nasabahnya. “Masih banyak rencana yang akan dikembangkan ke depannya. The ultimate goal kami adalah ingin memberikan proteksi kepada nasabah,” ujar Edy.
“Perencanaan TI selanjutnya adalah bisa menjadi business driver dibanding hanya menjadi sekadar business support maupun business enabler,” kata Rommy menambahkan. (*)