Rabu, 24 Oktober 2012

Tidak pernah mencoba


Banyak orang yang meyakini bahwa dirinya tak bakat terhadap suatu hal, maka selamanya tidak pernah mencoba. Dan selamanya terjebak dalam “penjara pikirannya” sendiri.

salam,
Dwika

============================
The Art of Re-engineering Your Mind For Success
 oleh waidi

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Hanya dengan  hidayah-Nya buku ini akhirnya dapat saya persembahkan kepada pembaca. Saya ucapkan Selamat Datang di Rumah Pengetahuan saya yang kedua: KITIR. Saya sebut KITIR karena mendapatkan  inspirasi ketika masa kecil saya di kampung,  saat  orang tua saya sering menyebut kata KITIR. Saya menjadi penasaran dibuatnya. Setelah saya melihat sendiri, KITIR itu berasal  dari kata  “KETER” yang artinya “surat keterangan” dari RT/RW atau dari desa tentang seuatu hal seperti: surat keterangan jalan, keterangan penjualan sapi, tentang status warga dan lain-lain.  Dari terminologi tersebut, saya  sebagai anak kampung, mempunyai sejumlah harapan, mudah-mudahan apa yang saya tulis di dalam buku ini memberikan “keterangan baru” tentang sesuatu yang belum diketahui oleh pembaca. Pada hal sesuatu itu melekat dalam diri pembaca budiman!Seandainya benar bahwa ternyata buku ini memberikan “pencerahan baru” bagi pembacanya, maka saya memberanikan diri untuk mengartikan kata KITIR singkatan dari “Kiat Mutakhir”.

Sedikit berbeda  dengan KITIR saya yang pertama, “On Becoming Personal Excellent”. Pada KITIR pertama pendekatan yang saya pakai adalah refleksi   psikologi transpersonal, pada KITIR kedua saya lebih banyak menggunakan teori psikologi excellency yakni neuro linguistic programming (NLP). Oleh karenanya, saya harus menyertakan sejumput teori NLP dengan maksud memberikan frame yang jelas terhadap keseluruhan tulisan saya dalam buku ini.¼br /> Secara keseluruhan  buku ini memberikan sejumlah KITIR (keterangan ) bahwa pikiran kita  memiliki dua sifat yang berbeda: kadang lunak selunak tahu, tetapi kadang sekeras sekeras batu. Selunak tahu karena pikiran bukanlah benda mati, melainkan lentur sehingga bisa dibentuk ulang oleh pemiliknya; sekeras batu karena pikiran terdiri dari pola-pola keyakinan yang kadang tak seorang pun mampu membentuk ulang. Pikiran itu telah membatu dengan keyakinannya meski keyakinan itu sesungguhnya keliru. Salah kaprah merupakan salah satu bentuk  pikiran yang membatu.

Banyak orang yang tidak tahu bahwa apa yang dilakukannya itu besumber dari sebuah keyakinan yang salah. Banyak orang yang meyakini bahwa dirinya tak bakat terhadap suatu hal, maka selamanya tidak pernah mencoba. Dan selamanya terjebak dalam “penjara pikirannya” sendiri. Meski yang bersangkutan saar bahwa apa yang diyakininya itu salah, namun banyak orang yang tidak punya nyali untuk keluar dari penjara itu.

Kian hari penjara itu kian kuat, sehingga hidup kita terjebak sampai mati. Semakin lemah kita, semakin kuat penjara itu. Semakin besar peluang untuk menerimanya, penjara itu semakin membelenggu diri kita. Sekali lagi pikiran bukanlah benda mati yang tidak bisa didesain ulang, pikiran adalah benda lunak selunak tahu yang masih bisa dapat direkayasa menurut kebutuhan pemiliknya.
Melalui pendekatan NLP pola-pola pikiran keliru dapat direkasa ulang. Pola-pola lama yang keliru dapat didekontruksi menjadi pola baru. Sistem kepercayaan/ keyakinan lama bisa dihapus dan diganti dengan sistem kepercayaan baru. Oleh karenanya buku ini lebih banyak bicara soal sukses melalui “bongkar-pasang” pola-pola pikiran. Atau program deleting virus-virus bio komputer kita.
Bab I saya bicara secara singkat apa itu NLP, sebuah teknologi baru untuk mendesain pikiran menuju keberhasilan hidup. Untuk Bab ini saya mendapat kontribusi 1 (satu) tulisan  yang semula berbentuk wawancara antara Ronny F.Ronodirjo, pemegang sejumlah sertifikat NLP,  dengan Edy Zaqeus, Editor Pembelajar Com.

Pada Bab II saya mencoba memberikan ilustrasi melalui beberapa artikel. Secara singkat dapat saya katakan bahwa hidup manusia setiap harinya dipenjara oleh lingkungan dan oleh diri sendiri. Oleh lingkungan dari lingkungan keluarga, masyrakat, hingga tempat kerja, bahwa hidup kita nyaris tak bisa lepas dari aturan-aturan yang ada. Dari diri sendiri berupa sejumlah sistem keyakinan yang salah, tetapi dipercayai sebagi hal yang benar sehingga kita nyaris tak mampu untuk meretasnya.
Pada Bab III saya mencoba memberikan sejumlah kiat mutakhir bagaimana kita bisa keluar dari penjara pikiran. Sebuah penjara yang berasal dari persepsi diri dan orang lain (lingkungan)  terus memenjara pikiran kita. Ketidakmampuan  untuk meretas jeruji-jeruji penjara mental hanya akan menjadikan diri kita terus kerdil dan tidak akan pernah menjadi “manusia otentik”, sebuah predikat yang paling berharga dalam hidup ini.

Manusia otentik berarti manusia yang di dalam alam pikirnya sudah tidak ada lagi segala bentuk (pola pikir) yang menghukum dan menghambat lajunya pertumbuhan potensi diri sesuai dengan misi hidupnya. Apa bila hal demikian terjadi, maka pemiliknya akan melesat bak meteor.

Untuk mencapai ke sana, tidak saja diperlukan keterampilan  (kiat-kiat) bagaimana kita bisa  keluar dari penjara pikiran, tetapi kecakapan me-manage potensi pikiran kita sendiri merupakan hal yang sangat penting. Oleh karenanya, dalam Bab IV saya memberikan serangkaian kiat dan ilsutrasi tentang bagaimana mengelola pikiran agar pikiran menjadi “pembantu” yang baik dan loyal. Artinya, pikiran harus berada dalam kontol pemiliknya (kita), jangan sampai pikiran yang memiliki sifat liar itu justru mengusai diri kita.
Akhirnya saya ingin mengatakan bahwa  salah satu faktor penting menuju kesuksesan adalah keberanian kita sendiri untuk keluar dari penjara pikiran. Buku ini mencoba memberikan sejumlah KITIR dan kiatnya. Buku serial KITIR ini lahir karena masih banyak diantara kita yang belum mengetahui bagaimana diri kita  (manusia) bisa keluar dari penjara ciptaannya sendiri.
Purwokerto,  Januari 2006Waidi
Like ·  ·  · Share · Delete

Tidak ada komentar:

Posting Komentar