Senin, 18 Juni 2012

Membeli Rumah



Berbagi Pengalaman : Aspek 



Legal Dalam Membeli Rumah

Dalam membeli rumah, sebaiknya kita tidak hanya memikirkan faktor harga dan lokasi, namun juga aspek legalnya. Mengetahui proses sertifikasi rumah sehingga akhirnya sah secara hukum menjadi milik kita juga perlu dipahami.
Sertifikat hak atas tanah menjadi dambaan dari setiap pemegang hak atas tanah. Serasa masih ada yang kurang dan belum mantap bila pemilikan atau penguasaan atas tanah itu belum disertai bukti pemilikan berupa sertifikat. Sertifikat memiliki banyak fungsi bagi pemiliknya. Dari sekian fungsi yang ada, dapat dikatakan bahwa fungsi utama dan terutama dari sertifikat adalah sebagai alat bukti yang kuat Yang jelas bahwa sertifikat hak atas tanah itu akan memberikan rasa aman dan tenteram bagi pemiliknya karena segala sesuatunya mudah diketahui dan sifatnya pasti serta dapat dipertanggung jawabkan secara hukum.
Apa Yang Dimaksud Dengan Akta Jual Beli (AJB)?
AJB merupakan bukti autentik secara hukum bahwa Anda sudah membeli tanah atau bangunan dari pihak penjual secara lunas. Yang sudah disahkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui PPAT setempat.
AJB juga berfungsi untuk mengurus surat-surat peralihan dari pemilik lama ke pemilik baru. Sebab dalam penerbitan sertifikat untuk pemilik baru, AJB harus turut disertakan. Pihak Kantor Pertanahan selaku pihak yang menerbitkan sertifikat akan menanyakan AJB yang disyaratkan dalam pendaftaran.
Prosedur penandatanganan AJB adalah sebagai berikut :
1.    Penjual dan calon pembeli atau kuasanya harus menghadiri pembuatan akta.
2.    Pembuatan akta harus dihadiri sekurang-kurangnya 2 orang saksi.
3.    Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) membacakan dan menjelaskan isi dan maksud dari pembuatan akta.
4.    Jika isi akta telah disetujui oleh penjual dan calon pembeli, akta ditandatangani oleh penjual, calon pembeli, saksi – saksi, dan PPAT.
5.    Akta dibuat 2 (dua) lembar asli, 1 (satu) lembar disimpan di kantor PPAT dan 1 (satu) lembar lainnya disampaikan ke kantor pertanahan (BPN) untuk keperluan pendaftaran (balik nama), untuk penjual dan pembeli mendapatkan salinan akta.
Apa Perbedaan SHM (Sertifikat Hak Milik) dan SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan)?
Sertifikat Hak Guna Bangunan adalah jenis sertifikat dimana pemegang sertifikat hanya bisa memanfaatkan tanah tersebut baik untuk mendirikan bangunan atau untuk keperluan lain, sedang kepemilikan tanah adalah milik negara. Sertifikat Hak Guna Bangunan mempunyai batas waktu tertentu misalnya 20 tahun. Setelah melewati batas 20 tahun, maka pemegang sertifikat harus mengurus perpanjangan SHGB-nya.
Sertifikat Hak Milik adalah jenis sertifikat yang pemiliknya memiliki hak penuh atas kepemilikan tanah pada kawasan dengan luas tertentu yang telah disebutkan dalam sertifikat tersebut. Berbeda dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan yang memiliki batas waktu tertentu, Sertifikat Hak Milik tidak ada batas waktu kepemilikan.
Apakah SHGB dapat ditingkatkan menjadi SHM ?
Tanah dengan status SHGB bisa dijadikan SHM dengan melakukan pengurusan pada kantor pertanahan di wilayah tanah SGHB berada. Tanah dengan sertifikat HGB tersebut harus dimiliki oleh WNI  dengan luas kurang dari 600 meter persegi,
Syarat mengajukan permohonan mengubah SHGB ke SHM :
1.    Sertifikat asli HGB yang akan diubah status
2.    Fotokopi IMB (izin mendirikan bangunan) yang memperbolehkan dipergunakan untuk didirikan bangunan
3.    Bukti identitas diri
4.    Fotokopi SPPT PBB (pajak bumi dan bangunan) terakhir
5.    Surat permohonan kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat
6.    Surat penyataan tidak memiliki tanah lebih dari 5 bidang dan luas kurang dari 5000 meter persegi.
- artikel pada metrosawiran edisi Januari 2011 www.cusawiran.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar