Sabtu, 19 Mei 2012

Kegagalan Anda banyak

"Bisnis ibarat naik sepeda. Anda bisa naik sepeda apabila Anda sudah berkali-kali jatuh. Bisnis juga demikian. Janganlah jera, sesekali gagal boleh saja, karena berusaha memang demikian caranya."  
be well,
Dwika


Jatuh Tempo

Kala Dahlan Iskan Cerita Kegagalan Bagi seorang Menteri BUMN Dahlan Iskan, undangan untuk cerita tentang kesuksesan sudah sering diterimanya. "Tapi, undangan seperti itu tidak fair, karena kegagalan saya juga banyak," kata Dahlan ketika berbicara dalam "Public Figure on Talk" yang digelar BEM ITS di Gedung Robotika ITS Surabaya, kemarin. 

Mantan Dirut PT PLN itu menyebut satu contoh kegagalannya yang cukup besar, yakni saat dirinya mendirikan usaha internet "Meganet" yang mengalami kerugian. "Saat itu, internet belum disukai orang seperti sekarang, apalagi kemudian ada krisis di Indonesia. Perusahaan itu akhirnya saya lepas. Saya telah memulai dan saya harus mengakhiri daripada rugi besar," tutur pria kelahiran Magetan, Jatim. Namun, kegagalan itu tak terlalu menjadi persoalan bagi perusahaan. "Ibaratnya, dosa saya kepada perusahaan itu Rp100 miliar, tapi saya juga menghasilkan triliunan untuk perusahaan. Ada prinsip mizan (keseimbangan)," paparnya. 

Cara seperti itu pula yang kini diterapkan saat dirinya dipercaya menjabat Menteri BUMN. "Garuda itu bangkrut, lalu saya tawarkan, namun nilai sahamnya justru naik. Mungkin yang menawarkan dipercaya ya," ungkap Dahlan seraya tersenyum. 

Kepada 1.600 mahasiswa ITS dan perwakilan mahasiswa dari Unair, UGM, dan ITB yang hadir dalam acara itu, Menteri yang juga jurnalis itu menegaskan, cerita kegagalan itu penting. paparnya. 

Dalam kegiatan yang dibuka Pembantu Rektor I ITS Prof Dr.Ing Herman Sasongko itu, Dahlan mengatakan dirinya mampu menghadapi kegagalan karena banyak belajar tentang kehidupan dari sosok ayahandanya yang buruh tani, dan tukang kayu yang kerjanya serabutan. "Ayah saya itu pekerja keras, pagi sudah ke sawah sebagai buruh tani, lalu kalau tidak ke sawah, ya, bekerja sebagai tukang kayu, bahkan seringkali masih ke sawah pada malam hari. Kami miskin dengan hidup ala kadarnya," timpalnya. 

Namun, dirinya juga seperti sang ayah yang tak pernah merasa menderita, tidak pernah menderita karena lapar, dan tidak pernah ngomel karena kemiskinan dengan menyalahkan pihak lain.

Bahkan, kerja keras juga tidak merasa bekerja keras karena hal itu sudah menjadi kebiasaan. "Akhirnya, saya punya prinsip bahwa kalau miskin bermartabat dan kalau kaya bermanfaat. Kalau menyalahkan orang, ya tidak bermartabat," kilah Dahlan yang 'DO' (drop out) dari kuliah di Jurusan Tarbiyah karena sibuk menjadi aktivis pers kampus. 

Tidak hanya itu, kesungguhan dan sakit hati juga penting. "Saya sungguh-sungguh sejak menjadi aktivis pers kampus, magang di koran kecil di daerah hingga lolos pelatihan Majalah Prisma, magang di Tempo atas titipan Prisma. 

Jadi, jangan sungguh-sungguh kalau sudah punya jabatan, tapi dalam posisi apapun," ulasnya. Selain itu, dirinya juga "sakit hati" karena Jawa Pos tak dikenal, bahkan kalau terkenal dari Bank Karman (Bank Mega). 

"Saya juga pernah titip orang Jawa Pos untuk magang di Tempo, tapi ditolak, sehingga saya sakit hati dan bertekad mengalahkan Tempo dengan memajukan Jawa Pos," tutur dia.(Ant/ICH)by Dianto Antok 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar