Minggu, 13 Mei 2012

Di hari tua


Agar tidak terlunta-lunta menjalani hari tua




Agar tidak terlunta-lunta menjalani hari tua
JAKARTA. Belakangan ini, kesibukan Nurdin Basahil semakin bertambah. Pria berusia 54 tahun ini tengah giat mencari penghasilan tambahan untuk tabungan di hari tua. Pasalnya, kurang dari setahun dari sekarang karyawan salah satu perusahaan swasta ini akan memasuki masa pensiun. Padahal, setelah pensiun, Nurdin harus membiayai dua anaknya yang masih menempuh pendidikan di perguruan tinggi dan sekolah menengah atas.
Memang, di perusahaannya, Nurdin mendapatkan fasilitas tunjangan dana pensiun. Tapi, dia menghitung, total dana pensiun yang dia dapatkan tidak signifikan untuk menutupi kebutuhan sehari-hari rumahtangganya dan keperluan biaya pendidikan kedua anaknya.
Maklum, lantaran karyawan pindahan, usia Nurdin telah menginjak 35 tahun pada saat mengikuti program pensiun di kantornya sekarang. Jadi, jangka waktu Nurdin menjadi peserta program dana pensiun lembaga keuangan (DPLK) dari kantornya hanya 20 tahun.
Dalam mengikuti program pensiun ini Nurdin menyisihkan iuran tetap Rp 300.000 per bulan, dipotong dari penghasilan bulanan. Jadi, dana pensiun yang akan didapat Nurdin setelah pensiun hanya sekitar Rp 72 juta (Rp 300.000 x 12 bulan x 20 tahun). Jumlah ini memang hanya pokok. Masih ada dana yang akan didapat Nurdin dari hasil pengembangan investasi iuran pensiunnya yang dikelola oleh DPLK tadi.
Masalahnya, menurut Nurdin, nilai “pesangonnya” tidak signifikan. “Kalau dihitung, total dana pensiun yang akan saya dapatkan tidak sampai Rp 100 juta. Padahal, biaya kebutuhan saya sehari-hari untuk pendidikan anak hingga lulus kuliah lebih dari itu,” kata Nurdin. 

Perlu menambah 

Pasti, kondisi seperti itu bukan hanya dialami oleh Nurdin. Banyak masyarakat di negeri ini yang telah memiliki fasilitas tunjangan dana pensiun di kantornya, namun tidak mencukupi kebutuhan di hari tuanya.
Jika begitu, apa yang harus kita lakukan? “Kalau sudah punya program pensiun di kantornya, tapi merasa programnya kurang mencukupi, kita harus menambah dana pensiun dari luar kantor,” saran Mike Rini, perencana keuangan dari MRE Financial & Business Advisory.
Mohamad B. Teguh, perencana keuangan Quantum Magna Financial, menambahkan, perlu atau tidaknya seseorang memiliki program dana pensiun dari luar kantor sangat bergantung pada kebutuhan biaya hidupnya setelah pensiun. “Harus dihitung, biaya hidupnya berapa pada saat pensiun? Lalu dikalikan dengan usianya. Itu hitungan sederhananya,” kata Teguh.
Menurut dia, untuk menghitung kebutuhan hidup itu bisa menggunakan biaya hidup dia saat ini, atau bisa juga dikurangi sampai menjadi 80% dari biaya hidup bulanan saat ini. “Jika DPLK dari kantornya mencukupi kebutuhan dana pensiunnya, karyawan itu tidak perlu lagi membeli dari DPLK lain. Tapi, kalau kurang, dia perlu tambahan,” imbuh dia.
Teguh mengingatkan, untuk menutup kekurangan dana pensiun tadi, Anda tidak harus ikut DPLK di tempat lain. Bisa juga menambahkan iuran pada DPLK yang ada di kantornya atau berinvestasi di tempat lain, seperti di reksadana, logam mulia, properti yang disewakan, atau bisnis lainnya.
Kini, keputusan ada di tangan Anda. Jika, memang Anda merasa perlu menambah program dana pensiun dari luar kantor, ada baiknya mempertimbangkannya dengan matang. Berikut ini adalah beberapa tip cara memilih program pensiun: 

Menentukan produk 

Menurut Mike Rini, hal terpenting yang harus diperhatikan jika ingin memiliki program dana pensiun dari luar kantor adalah menentukan pilihan produk yang menyediakan fasilitas program dana pensiun. “Biasanya, tingkat pengembalian hasil (return) produk dana pensiun DPLK moderat, sama dengan deposito atau obligasi. Untuk kebutuhan jangka panjang, harus membeli suatu produk yang bisa memberikan return lebih,” kata Mike.
Saran serupa dikatakan Muhamad Ichsan, perencana keuangan dari PrimePlanner. Dia mengatakan, sebelum membeli program dana pensiun, hal penting yang perlu diperhatikan adalah menentukan produk dana pensiun. “Yang perlu diperhatikan adalah pilihan alternatif investasi yang sesuai dengan kebutuhan dana pensiun dan profil risiko Anda,” kata Ichsan.
Reputasi DPLK
Di Indonesia hanya ada dua lembaga yang dapat menyelenggarakan program dana pensiun DPLK, yakni bank dan perusahan asuransi, baik swasta maupun pemerintah. Nah, sebelum memutuskan membeli produk program pensiun dari kedua lembaga tersebut, Anda harus melihat reputasi lembaga yang bersangkutan.
Menurut Mike Rini, langkah itu perlu untuk mengamankan dana pensiun yang kita bayarkan setiap bulan kepada DPLK. “Jangan sampai ketika kita mau mengambil dana pensiun, belasan atau puluhan tahun kemudian, lembaga DPLK tersebut sudah tidak ada karena kolaps,” ungkapnya.
Mike bilang, tidak sulit mengetahui reputasi lembaga DPLK itu. Untuk bank, Anda bisa melihat kinerjanya. Misalnya, bagaimana rasio kecukupan modal (CAR) atau indikator lain. Sedangkan, perusahaan asuransi bisa dilihat dari rasio kecukupan modal terhadap risiko (risk based capital/RBC).
Selain itu, Anda juga bisa melihat bunga yang ditawarkan DPLK. Jadi, kalau ada DPLK memberi iming-iming bunga tabungan pensiun sangat tinggi atau jauh di atas bunga deposito, Anda patut curiga. “Yang wajar, angka bunga tabungan biasanya 2% di bawah suku bunga bank indonesia (BI rate). Sedangkan bunga deposito biasanya 1% di bawah BI rate,” imbuh dia.
Fleksibelitas produk
Bagian penting lainnya ketika membeli program dapen adalah fleksibilitas dari produk dana pensiun itu. “Misalnya, apakah ketika terkena PHK, dana pensiun yang Anda miliki hilang atau tidak. Sebaliknya, jika keuangan Anda meningkat, apakah bisa menambah plafon dananya,” kata Mike.
Pendapat Mike dibenarkan oleh Muhamad Ichsan. Menurut dia, hal terpenting yang harus dipertimbangkan adalah kemudahan fasilitas dari produk dana pensiun tersebut. “Kebutuhan dana pensiun yang masih panjang membuat Anda harus menabung secara reguler dalam jangka panjang. Karena itu, perhatikan berbagai kemudahan yang diberikan,” papar Ichsan.
Dia bilang, salah satu kemudahan yang perlu diperhatikan adalah fasilitas autodebit. Dengan kemudahan ini, Anda bisa memastikan menabung jangka panjang dapat dilakukan terus-menerus. Kemudahan lainnya adalah alternatif investasi dan kemudahan memindahkan sarana investasi satu ke yang lain dalam waktu tertentu. 

Akses informasi saldo dana pensiun 

Tidak kalah pentingnya, hal yang perlu diperhatikan calon nasabah DPLK adalah melihat akses informasi saldo. “Apakah kita bisa mengakses informasi saldo dana pensiun dari lembaga DPLK. Misalnya, sudah berapa saldo tabungan kita dan berapa bunganya,” papar Mike.
Menurut Mike, tujuan calon nasabah mengetahui akses informasi saldo dana pensiunnya adalah sebagai langkah evaluasi investasi yang dilakukan. “Tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui, apakah dana pensiun yang kita siapkan sudah sesuai dengan target keuangan yang diharapkan. Kalau target investasinya tidak sesuai, kita bisa mengganti dengan produk serupa dari DPLK lain,” kata Mike. 

Skema penarikan dana pensiun
Poin terakhir yang harus dilihat calon nasabah adalah skema penarikan dana. Menurut Mike, selama ini komitmen nasabah menjadi peserta program dana pensiun adalah menginvestasikan dana jangka panjang. Uang yang dibayarkan setiap bulan ke lembaga DPLK tak diambil sebelum waktunya.
Nah, apakah dana pensiun yang kita taruh di sebuah lembaga DPLK itu bisa kita ambil pas waktunya tiba? “Bagaimana cara pengambilannya? Apakah bisa diambil seluruhnya lalu dipindahkan ke keranjang investasi kita yang lain, atau dibayar sedikit-sedikit dengan sistem transfer ke rekening kita setiap bulan dengan nominal tertentu,” tandas Mike.
Dengan kata lain, kata Rakhmi Permatasari, perencana keuangan dari Safir Senduk & Rekan, skema penarikan dana pensiun bisa berupa lump sum (sekaligus), bisa pula anuitas (berkala). “Anda harus melihat DPLK mana yang memiliki kredibilitas terbaik dalam pelayanannya,” kata Rakhmi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar