Senin, 27 Februari 2012

Hyperinflation

Apakah hyperinflation bisa menghantam Amerika Serikat?

**http://nicoomer.blog.kontan.co.id
 
Sekarang ada sejumlah indikator yang menunjukkan peningkatan dalam pencetakan uang dan ancaman permulaan sebuah periode yang hyperinflationary (dengan inflasi yang terlampau tinggi), seperti berikut ini:
  1. defisit yang makin besar di berbagai negara maju;
  2. suku bunga atas obligasi jangka panjang cenderung naik;
  3. banyak komoditas, baik itu hard maupun soft commodities, telah mencetak atau mendekati harga tertinggi sepanjang sejarah;
  4. mayoritas mata uang utama terkoreksi terhadap logam mulia;
  5. emas sudah berada diatas US$1,400/toz dan perak menguat lebih dari 80% tahun yang lalu.
Apa itu hyperinflation?
“By a continuing process of inflation, government can confiscate, secretly and unobserved, an important part of the wealth of their citizens.”
-John Maynard Keynes, Economic Consequences of Peace-
Pertama-tama, saya ingin menggarisbawahi bahwa hyperinflation bukan merupakan suatu pembesaran dari inflasi.  Inflasi dan hyperinflation adalah dua “binatang” yang sangat berbeda.  Sekilas mereka tampak sama, karena mata uang kehilangan daya belinya dalam 2 hal tersebut, tetapi pada kenyataannya mereka berbeda.
INFLASI terjadi pada waktu ekonomi terlampau panas.  Ketika permintaan terhadap sumber daya seperti tenaga kerja dan komoditi begitu tinggi, bersamaan dengan pemberian kredit yang makin banyak, harga sumber daya tersebut pasti akan meningkat.  Ini memaksa harga semua barang dan jasa ikut naik, agar produsen dapat mengimbangi pertambahan biaya.  Maka boleh dikatakan bahwa inflasi pada intinya merupakan sebuah peristiwa yang diakibatkan oleh permintaan.
Sedangkan HYPERINFLATION adalah turunnya kepercayaan terhadap mata uang.  Harga juga ikut naik saat hyperinflation sama halnya dengan suatu kondisi inflasi yang tinggi.  Namun kenaikan harga tersebut bukan karena tingginya permintaan, melainkan karena orang ingin segera membelanjakan uangnya.  Dengan kata lain orang lebih rela membayar berapa saja untuk suatu hal (barang atau komoditas) yang bukan mata uang mereka.
Jadi kita perlu membedakan antara inflasi dan hyperinflation.  Tingkat inflasi yang tinggi sering dialami oleh banyak negara.  Namun kondisi hyperinflation adalah suatu hal yang sangat istimewa, dimana tingkat inflasi bisa naik lebih dari 50% dalam sebulan.  Bahkan tingkat inflasinya bisa naik begitu tajam dengan angka yang kadang sungguh menakjubkan (lihat tabel diatas ini).
Apa yang menyebabkan hyperinflation?
“I’m convinced the US government will go bankrupt, but not tomorrow.  Before they go bankrupt, they’ll print money, and then you’ll get very high inflation rates.  Then you get a depression with high inflation.  Then eventually they’ll go to war.”
-Dr. Marc Faber-
Sejak 1920, dunia telah mengalami 29 kali hyperinflation – terakhir kali terjadi di Zimbabwe awal 2007.  12 diantaranya telah diteliti oleh Peter Bernholz dan ternyata ada kesamaan, yaitu hyperinflations selalu ditimbulkan oleh defisit anggaran yang sebagian besar dibiayai oleh pencetakan uang.
Selain itu, Bernholz juga mencari level dimana hyperinflations pada umumnya bermula.  Ia menemukan bahwa defisit yang mencapai 40 persen atau lebih dari pengeluaran tidak dapat dipertahankan, dan biasanya menuju ke inflasi yang tinggi sekali atau hyperinflations.  Yang menarik adalah bahwa Jepang maupun Amerika Serikat pada saat ini berada tidak jauh dari level yang mendahului hyperinflations, seperti dapat Anda lihat pada gambar dibawah ini.
Kesimpulan: hyperinflations tidak disebabkan oleh kebijakan bank sentral yang longgar.  Namun mereka berasal dari pemerintah yang membelanjakan uang diluar kemampuan mereka, dan dibantu oleh bank sentral yang membiayai pengeluaran pemerintah tersebut.
Proses ini disebut MONETIZING THE DEBT.  Dengan demikian monetizing debt adalah sebuah proses dengan dua tahap: 1) pemerintah menerbitkan obligasi untuk membiayai pengeluarannya; 2) bank sentral langsung membelinya dengan uang yang baru dicetak.  Oleh karena itu, peredaran uang pada akhirnya meningkat secara signifikan dan mata uang melemah tajam.
Dua contoh yang menakutkan
“It was horrible.  Horrible!  Like lightning it struck. No one was prepared.  The shelves in the grocery stores were empty.  You could buy nothing with your paper money.”
-from Ralph Foster’s Fiat Paper Currency: The History and Evolution of Our Money, via Shadowstats.com-
Hanya untuk memperlihatkan betapa “gilanya” tingkat inflasi sekali mulai tidak terkendali, coba pandang saja gambar dibawah ini yang menunjukkan inflasi di Weimar Germany.  Anda dapat lihat bahwa menjelang akhir 1923, tingkat inflasi bahkan mencapai 16 juta persen per tahun!
Pada waktu itu mata uang Jerman menjadi begitu tidak bernilai sampai orang benar-benar menggunakannya untuk kertas WC atau kertas dinding.  Lalu Anda bisa pergi ke restoran yang bagus misalnya dimana Anda makan enak dan memesan sebuah botol anggur yang mahal.  Tetapi … hari berikutnya botol anggur yang kosong itu bernilai lebih tinggi dibandingkan malam sebelumnya ketika botolnya masih terisi dengan anggur mahal.
Belum lama kita juga menyaksikan hyperinflation yang luar biasa di Zimbabwe.  Bahkan tingkat inflasi tersebut kemungkinan yang paling ekstrem sepanjang sejarah (lihat gambar disamping ini).
Perbedaan antara Amerika Serikat ataupun Jepang dan negara yang telah mengalami hyperinflation adalah bahwa bank sentral kini belum mencetak banyak uang untuk menutupi sebagian besar dari defisit.  Tetapi jika mereka berencana untuk melakukan hal demikian, orang Amerika dan/atau Jepang harus siap-siap membayar ribuan untuk sebuah roti atau semangkok mie.
Mungkinkah terjadi di AS?
Kongres pada saat ini “menghamburkan” uang seperti tidak ada hari esoknya, dan the Fed (bank sentral AS) suka menyuntik uang kedalam ekonomi setiap suatu permasalahan muncul.  Berdasarkan kenyataan yang kurang bijaksana ini, kira-kira berapa besar probabilitas Amerika Serikat akan mengalami inflasi yang tinggi sekali atau malahan hyperinflation?
Sebagai contohnya, yang mungkin akan membuat banyak orang merasa keheranan, hanya Inggris kini terancam hyperinflation karena 100% dari defisit anggaran ditutupi oleh bank sentralnya.  Maka sejak itu, tingkat inflasi di Inggris secara terus-menerus melebihi prediksi yang ditetapkan oleh Bank of England sendiri, dan pada bulan Februari sudah sebesar 4,4% dalam basis tahunan.
Kita hanya dapat berharap bank sentral di AS kedepan akan bersikap cukup bijaksana pada waktu menghadapi krisis berikutnya.  Namun saya secara pribadi berpendapat bahwa the Fed tetap akan mencetak uang baru lagi ketika ekonomi melambat kembali.
Sebagai buktinya, bank sentral AS sudah membeli hampir 95% obligasi pemerintah selama beberapa bulan terakhir dengan QE2 (lihat tabel diatas ini).  Jadi pertanyaan yang penting adalah: “Apakah the Fed akan kembali menerapkan program pelonggaran moneter tambahan pada saat ekonomi AS terancam resesi?  Jika iya, hyperinflation akan menjadi suatu kemungkinan yang perlu dipertimbangkan oleh investor agar siap dalam menyesuaikan portofolio sebelum terlambat.
Emas adalah satu-satunya safe haven
“The Fed’s quantitative easing enables reckless federal spending like an accommodating bartender enables an alcoholic.”
-Rep. Ron Paul-
Pada tahun ini the Treasury atau Kementerian Keuangan AS perlu menerbitkan hutang baru dan membiayai ulang hutang lama sebesar US$4 trillion lebih.  Seperti dapat Anda lihat pada grafik dibawah ini per September 2010, Cina dan Jepang memegang paling banyak obligasi pemerintah AS.
Apabila kedua negara tersebut mulai meragukan kemampuan Amerika Serikat untuk melunasi hutangnya dan mengkhawatirkan bank sentral yang akan mencetak uang terus untuk membayar hutang tersebut, maka dolar AS berpeluang anjlok dengan cepat.  Dan … jika dolar AS benar-benar jatuh karena berbagai negara menjual Treasuries (bahkan dengan rugi yang besar) secara bersamaan, emas kemungkinan besar akan “diborong” olehnya sebagai gantinya.
Kesimpulan: makin cepat jumlah hutang bertambah, makin besar tekanan the Fed untuk mencetak uang, yang tentunya akan meningkatkan peredaran uang.  Dan … makin jauh peredaran uang bertambah, makin besar desakan investor di seluruh dunia untuk membeli emas, perak, dan hard assets yang lainnya.
Dengan kata lain, permintaan untuk emas dalam jangka menengah-panjang seharusnya naik terus, menyusul Ben Bernanke dkk. dengan sengaja tidak mau tahu dampak dari tindakan mereka terhadap inflasi.
Selamat berinvestasi dan semoga artikel ini bisa membantu Anda dalam mengambil keputusan investasi yang menguntungkan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar