Jumat, 01 April 2011

Wanchai dan Causeway Bay

Pasar Wanchai dan Malam di Causeway Bay: Mencoba Mengenal Karakter Warga Hongkong

REP | 08 July 2010 | 16:34 350 50 5 dari 7 Kompasianer menilai Menarik

Malam, 7 Juli 2010, Causeway Bay, Hongkong
Musim panas, sekalinya keluar siang kepala serasa nyut-nyutan. Terpaksa memilih jalan waktu petang atau ketika cuaca mendung. Cari aman sajalah, namanya juga manini. Hihi.
Beberapa hari yang lalu, saya ditemani Mbak Melani, jalan berdua ke kawasan Wanchai, makan di kantin, pemiliknya orang Arab, katanya, Jadi, makanannya dipastikan halal. Kalau bukan restoran Indonesia, saya lebih suka makan di rumah sajalah, habis; syeyeeem….
Jangan sampai ada istilah; “Hayyyaaa…. Gak babi-babi bangetlah, hayyyyaaa!”
Waduuuuh, kacoooow tuh urusan!
Karena telat jadwal makan siang, pukul tiga lebih, hidangan yang ada tinggal nasi kebuli, minumannya teh tarik. Sesaat saya terheran-heran, ada ya resto yang menolak pengunjung karena jadwal karyawannya sudah habis. Tidak ada yang memasak lagi, kata seorang pelayannya sambil mengangkuti piring kotor dari meja sebelah kami.
Akhirnya kami berdua makan apa yang masih tersedia saja. Lumayan enak, hmmm, nyuuuummm, nasi kebuli yang gurih. Moga tidak bakalan menaikkan kolesterolku, meskipoun berat badanku sudah bertambah 3 kilo nih!
Sambil menikmati hidangan, mata diedarkan ke sekeliling kami. Banyak juga ibu-ibu berjilbab dengan anak-anak, rombongan turis dari Tanah Air. Beberapa orang bule dan Timur Tengah. Dan tepat di depan kami adalah pasangan suami-istri, lansia. Kutaksir usia mereka lebih dari 80-an. Keduanya sudah sama-sama bungkuk, bahkan nenek itu jalannya hanya setapak-setapak alias lamban luar biasa.
“Subhanallah…, deek, mereka masih setia berduaan, ya,” bisikku kepada Melani yang usianya sebaya Seli, menantuku. “Bayangkan, entah lakon, sejarah apa saja yang pernah mereka alami.”
Kami susah-payah untuk mendapatkan foto mereka dengan ponsel, gagal, bahkan sampai selesai, dan pasangan lansia itu berlalu sangat perlahan meninggalkan kantin.
Setelah mengikuti Rajaban dengan Holaqoh Jumat di Masjid Wanchai, kami bisa solat maghrib juga di sini, dilanjutkan pulang dengan berjalan kaki. Untuk memintas jalan, kami melintasi pasar Wanchai. Saya terheran-heran melihat ikan-ikan yang begitu beragam dan sunguh masihlah sangat segar. Pemandangan langka yang bisa kujumpai di Tanah Air. Bahkan di supermarket pun ikan-ikannya jarang yang sesegar-segar di sini. Masih bergerak-gerak, itu kepiting besar-besar, ikan semacam belut sepanjang satu meter. Wooow!
Dan harganya ternyata tak jauh beda dengan di Giant, Carefour atau Hypermart di Depok. Hanya saja bedanya di pasar Wanchai jelas masih segar-segar, sedangkan di kampungku sana (ehem, Depok!) kebanyakan sudah membeku!
Jepraaaat-jepreeet!
Memasuki kawasan Times Square, saya semakin terkagum-kagum dengan gedung-gedung kaca yang menjulang langit. Showroom mobil-mobil mewah, tas bermerek, parfum asli Paris. Sepintas mengingatkan kita ke kawasan Orchard Road, Singapore. Namun, ada juga yang membedakannya. Di Hongkong warganya terkesan lebih tak peduli, cuek-bebek, serba bersicepat dan… cewek-ceweknya itu loh, bodinya; kurus-kurus ternyata!
“Seperti boneka-boneka saja, ya,” komentarku membuat Melani tertawa kecil. “Modis-modis banget, ya, rambutnya diwarna-warni begitu…”
“Kurus itu cantik, menurut mereka, Teteh. Mereka penyuka minuman teh hijau setelah makan. Konon, itulah yang membuat mereka kurus.”
Kami pun terus melanjutkan perjalanan, memintas jalan ke kawasan pemukiman apartemen yang bertingkat-tingkat, diseling warung-warung makanan khas Hongkong. Sampai tiba-tiba mataku membentur seorang nenek sudah ringkih yang jalannya dipapah oleh pelayannya (orang kita!), dibantu seorang pria mungkin anak laki-lakinya.
Jarak si nenek sekitar sehasta dari kami berdua, ketika tiba-tiba dia melakukan eksyen yang aneh-nyeleneh menurut pandanganku.
“Croooot…, cuuuuiiih!”
Otakku belum konek sepenuhnya, hanya kulihat Melani ketawa kecil, demikian juga anak laki-lakinya itu. Bahkan orang kita (pengasuh si nenek) sambil tertawa tersipu, minta maaf berkali-kali.
“Neng, itu si nenek tadi…, apa sih yang dilakukannya?” tanyaku masih “oon” banget.
“Dia sudah pikun, Teteh, tadi itu meludahi kita….”
“Haaaa? Apaaa?” seruku tertahan.
“Iya, dia gak suka dengan orang berjilbab. Saya malah pernah digeplak telak di kepala….”
Belakangan, dari cerita para perantau di shelter, aku mendengar juga perihal pandangan orang-orang lansia Hongkong terhadap perempuan bermukena, berjilbab. Mereka tak segan mengatai perempuan berjilbab, bermukena sebagai; dukun teluh, setan, makhluk yang patut dihindari dan diludahi.
Hatta, ada kejadian seorang Kung Kung, kakek-kakek mendadak jantungan saat mendapati pembantunya sedang mengenakan mukena malam-malam, dan… game over deh!
Yo olooooh…. segitunya, Bobo, wong dirimulah itu yang sudah bau tanah kubur juga; uhuk, uhuuuuk, croooot! (Pipiet Senja, suatu masa di Hongkong)

1 komentar:

  1. Assalamu alaikum warohmatullahi wabarakatu.
    Saya ingin berbagi cerita siapa tau bermanfaat kepada anda bahwa saya ini seorang TKI dari johor bahru (malaysia) dan secara tidak sengaja saya buka internet dan saya melihat komentar bpk hilary joseph yg dari hongkong tentan MBAH WIRANG yg telah membantu dia menjadi sukses dan akhirnya saya juga mencoba menghubungi beliau dan alhamdulillah beliau mau membantu saya untuk memberikan nomer toto 6D dr hasil ritual beliau. dan alhamdulillah itu betul-betul terbukti tembus dan menang RM.457.000 Ringgit selama 3X putaran beliau membantu saya, saya tidak menyanka kalau saya sudah bisa sesukses ini dan ini semua berkat bantuan MBAH WIRANG,saya yang dulunya bukan siapa-siapa bahkan saya juga selalu dihina orang dan alhamdulillah kini sekaran saya sudah punya segalanya,itu semua atas bantuan beliau.Saya sangat berterimakasih banyak kepada MBAH WIRANG atas bantuan nomer togel Nya. Bagi anda yg butuh nomer togel mulai (3D/4D/5D/6D) jangan ragu atau maluh segera hubungi MBAH WIRANG di hendpone (+6282346667564) & (082346667564) insya allah beliau akan membantu anda seperti saya...






    BalasHapus