Senin, 04 April 2011

Mont Blanc, Chamonix (Part II)

Mont Blanc, Chamonix (Part II)
Fabiola - Belanda
 Kokiers bisa membaca bagian pertama perjalanan kami ke Mont Blanc di sini
Setibanya di tujuan, udara semakin dingin. Wuaah....jaket jeansku semakin tak sanggup menahan udara dingin seperti ini. Kalau saja matahari muncul memancarkan sinarnya, udara tidak akan sedingin ini. Begitulah jika sang surya tertutup awan yang tebal.
 Di puncak Le Brevent, aku merasa seakan-akan berada di negeri awan. Awan terletak hampir sejajar dengan mata. Sejauh mata memandang hanya terlihat pegunungan hijau yang permai dihiasi dengan langit biru dengan gerombolan awan-awan putihnya. Betul-betul negeri di atas awan....
Dengan mengalihkan pandangan ke seberang, kami melihat Mont Blanc begitu jelas. Gunung putih ini begitu cantik dnegan hiasan glacier-nya. Sayang, kumpulaj awan-awan putih sedikit menutupi puncaknya sekalipun cuaca cukup cerah. Biarpun demikian, kami puas sekali dengan apa yang kami lihat. Yang penting tidak hujan! Terbayang kalau cuaca saat itu tidak mendukung, kami hanya bisa melihat warna abu-abu mendominasi pemandangan.

Tak terasa jam sudah menunjukan waktu makan siang. Kami pun berhenti sejenak untuk sekedar mengisi perut dengan bekal sudah kami persiapkan dari penginapan. Setelah bensin perut terisi, energi kembali fullcharged. Langkah menuju ke negeri di awan berlanjut. Pandangan mata tertuju ke bawah, badan gunung diselimuti gundukan saju yang tidak meleleh.
Selama pendakian, kami selalu ingat untuk berhati-hati. Tanah yang kami tapaki bukan sekedar tanah biasa tetapi tanah bercampurkan dengan batu-batu alam. Kalau jatuh...auwwwsakit bener. Aku harus ekstra hati-hati terkait dengan sepatu yang aku gunakan. Aku sudah disarankan untuk memakai sepatu olahraga. Namun, aku bersikeras untuk menggunakan sepatu terbuka, dengan alasan trendy dan modis. Suamiku tinggal menertawakan dengan getir kekeraskepalaanku ini.
  
Puas berkeliling di negeri awan, membuat perut kami cepat terasa lapar. Kami mencari restoran untuk sekedar menikmati semangkuk sup yang panas. Tapi, kami kecewa sekali. Sup Bawang yang notabene berasal dari Perancis sungguh jauh di luar nikmat yang kami bayangkan...

Tak lama kemudian kembali kami ke cable car untuk kembali ke pusat kota Chamonix. Kota di tengah lembah pegunungan ini makin padat dengan manusia seiring dengan teriknya sengatan matahari. Kafé-kafé makin dipenuhi oleh pelanggan, baik yang sedang menikmati makan siang atau sekedar meneguk bir dingin. Waktu menjelang sorepun kami habiskan di tengah kota dan tak lupa jeprat sana jepret sini dengan kami aspretku sebagai kenangan sekali lagi akan indahnya kota.
     
Sampai jumpa Chamonix! Suatu hari kami akan kembali lagi…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar