Minggu, 03 April 2011

Budapest 2

The Last Sunday in Budapest Part 2
Arita - CH

Ini kisah perjalanan ke Budapest Bagian Kedua. Baca kisah sebelumnya di The Last Sunday in Budapest Part 1
Sunday is gloomy, My hours are slumberless...
Menyeberangi sungai Danube menuju kota Pest, kembali kubaca perlahan kisah jembatan permanen pertama yang menyatukan kota Óbuda, kota Buda dengan kota Pest.
Dulu, selama berabad-abad kota-kota yang terpisahkan oleh sungai Danube dihubungkan dengan jembatan gantung (pontoon) belaka. Hingga pada bulan Desember 1820, Count István Széchenyi (1791-1860) politikus Hungaria saat itu, menerima kabar kematian ayahnya yang berada di Wina.
Musim dingin yang ganas membekukan jembatan gantung, berbahaya untuk diseberangi. Terdampar di sisi Pest tanpa bisa menatap wajah ayahnya untuk terakhir kali, Count István Széchenyi bersumpah untuk membiayai pembangunan jembatan permanen dari kocek pribadinya sendiri, berapapun harganya!
Dibutuhkan waktu selama hampir 50 tahun untuk membuat jembatan tersebut. Sayangnya, Count István Széchenyi meninggal di tahun 1848 sebelum ia sempat melihat impiannya berdiri megah pada tahun 1873.
Count István Széchenyi terkenal sebagai seorang politikus yang tidak segan-segan "mengorbankan" kocek pribadi demi kepentingan negara. Saat negara dalam masa Era Reformasi, Count István Széchenyi rela menyumbangkan seluruh penghasilannya selama 1 tahun untuk membangun Magyar Tudományos Akadémia, MTA (The Hungarian Academy of Sciences). Kepandaian Count István Széchenyi dalam berdiplomasi serta "keberaniannya" mengocek kantong pribadi untuk negara (bukan sebaliknya) membuat ia didaulat sebagai "The Greatest Hungarian".
Jembatan yang kini menyandang nama Count István Széchenyi dikenal dengan nama Széchenyi - Lánczhíd (Jembatan Rantai Széchenyi). Dirancang oleh insinyur Inggris William Clark pada tahun 1836 dan selesai pada 1873. Sempat hancur dibom pada tahun 1945 saat Jerman menduduki Hungaria, jembatan tersebut dibangun kembali pada tahun 1947 hingga 1949, dengan bentuk sama seperti sebelum kehancurannya.


Rupanya, jerih payah Count István Széchenyi dalam mencetuskan jembatan permanen pertama menumbuhkan lahirnya jembatan-jembatan lainnya satu persatu. Salah satu jembatan yang cukup penting menghubungkan kota-kota di bagian selatan adalah Szabadság híd (Liberty Bridge). Jembatan ini dibangun pada tahun 1894-1896 dengan struktur material yang sangat berbeda dengan jembatan Széchenyi - Lánczhíd, namun secara garis besar model jembatan meniru model jembatan perintis.


Setelah kota-kota Óbuda, Buda, dan Pest dipersatukan dengan jembatan-jembatan permanen, kota Pest tumbuh dan berkembang dengan pesat. Hungaria memasuki masa keemasan pada tahun 1873-1914. Untuk merayakan ulang tahun milenium bermukimnya bangsa Magyars di Hungaria, maka dibangunlah bangunan-bangunan megah pada tahun 1896, yang diantaranya adalah:
  • Országház Gedung Parlemen Hungaria, "House of a Motherland".
  • Monumen Millennium di H?sök tere (Heroes' Square).

Országház Gedung Parlemen Hungaria, "House of a Motherland"
Gedung Parlemen bergaya neo-gothic dibangun pada masa Kekaisaran Habsburg tahun 1884 dan dibuka pada tahun 1902. Dengan panjang 268 meter dan lebar 123 meter, menempati lahan sebesar 18.000 m2 menjadikan gedung ini sebagai gedung parlemen nomer tiga terbesar di dunia!


Monumen Millennium di H?sök tere (Heroes' Square)
Memasuki "alun-alun" pahlawan, kedua mataku menengadah, menghormat ke arah patung malaikat Gabriel yang berdiri tegak, menjulang ditengah-tengah lapangan H?sök tere, menatap lurus bentangan tanah Hungaria. Tangan kanannya memegang mahkota raja pertama Hungaria Raja István dan di tangan kiri ia menggenggam salib dua garis (two barred apostolic cross) yang diberikan oleh Paus Paulus kepada Raja István.


Dibangun sekitar tahun 1896 dan selesai pada tahun 1900, di tengah alun-alun pahlawan ini diisi oleh tujuh patung pemimpin suku Magyars yang membangun Hungaria di abad ke 9.

           The seven chieftains of the Magyars
Sedangkan pada bagian belakang, terdapat dua bangunan bertopangkan pilar-pilar. Masing-masing terisi dengan tujuh patung tokoh-tokoh utama yang terlibat dalam sejarah pembentukkan Hungaria.

            The 7 great figures of Hungarian history
Diatas pilar bangunan sebelah kiri luar, patung seorang laki membawa arit/sabit dan patung seorang perempuan sedang menebar benih melambangkan Labor & Wealth. Patung ini menggambarkan bagaimana para pria dan wanita Hungaria bahu-membahu bekerja keras untuk menghasilkan kesejahteraan bersama.

Sedangkan pada bangunan kedua sebelah kanan, di atas pilar sebelah kanan luar, patung seorang pria yang memegang patung kecil seperti suatu piala dan patung seorang wanita dengan daun palem melambangkan pengetahuan dan kemenangan (Knowledge & Glory).

Kembali pada bangunan sebelah, di sisi sebelah kiri dalam terukir patung seorang lelaki yang dengan gagah berdiri di atas kereta kuda dengan memegang ular sebagai cambuk, simbol dari lambang peperangan (War).

Berhadapan dengan kegagahan patung lelaki yang melambangkan peperangan, di atas pilar sebelah kanan dalam bangunan sebelah kanan sesosok wanita terukir indah berdiri dengan elegan diatas kereta kuda sambil membawa sehelai daun palem besar yang mewakili lambang kedamaian (Peace).

Labor and Wealth”, “Knowledge and Glory”, “War and Peace”, sudah terpampang terukir indah di lapangan alun-alun H?sök tere. Tapi, bagaimana dengan "Food and The Gank"?
Lagu keroncong "keroncongan" mengalun buas non-stop sejak satu jam, menagih janji "sehidup semati" meneriakkan syair "berikan aku makanan, kuberikan kau kehidupan". Dengan tergesa-gesa, kupaksa privat guide di sampingku mencari rumah makan khas Hungaria yang dikonsumsi oleh kebanyakan orang lokal dan sedikit turis.
Mau makan makanan khas Hungaria? Ya kudu baca menu dalam bahasa Hungaria karena memang menu yang tertulis hanya ditujukan untuk orang lokal. Jadi, judulnya, alamaakkk...!

Makan apa ya??? Jangan khawatir... Karena ternyata orang Hungaria mempunyai persamaan dengan orang Indonesia. Kedua bangsa ini sama-sama mengkonsumsi NASI! Et voila... Nasi putih lengkap dengan lauk ikan goreng (Pontyfillé rántva rizzsel) yang rasanya rada-rada mirip dengan rasa ikan gurame goreng menghampiri dengan penuh kasih sayang, menenangkan kebuasan lagu keroncong berjudul "Keroncongan".


Atau mungkin, mau mencoba ikan goreng disambangi dengan karbohidrat ala western? Pasta saus jamur (Pontyfillé magyarosan) juga bisa menenangkan goyangan keroncong perut.

           Pontyfillé magyarosan

Selain lauk ikan, lauk ayam, hati ayam, kacang polong, dan bawang bombay terkait bersama dalam bentuk kroket (Sertésszüz Budapest mòdra) juga dapat memberikan pencerahan bagi perut yang bermuram durja.


           Sertésszüz Budapest mòdra
Masih kelaparan juga? Atau mungkin dalam beberapa jam mendatang, kembali perut menyanyikan lagu "colak-colek" minta cemilan? Ahaa... ini dia musuh berat program diet.
Gorengan tepung terigu berminyak bercampur dengan potongan bawang putih dan berlimpah dengan tawuran parutan keju serta cream kecut, siap menyerahkan diri sepenuhnya bulat-bulat. Bagaimana cara makan gorengan yang bernama Langos ini? Tidak ada sendok, pisau dan garpu di kedai cemilan "LANGOS". Ya siap-siap saja melumurkan tangan, mulut dan baju, dengan minyak dan keju hehehehe...

            Langos

Kini, otak sudah sarat dengan pengetahuan. Perut sudah penuh dengan ikan goreng, ayam, dan gorengan raksasa Langos. Saatnya menenangkan diri menyambut malam dengan jalan-jalan malam di kawasan "Opera" yang lumayan romantis diguyur lampu kuning redup.




Malampun semakin dalam. Rasanya tidak rela menghabiskan hari minggu terakhir di Budapest. Kulangkahkan kaki menuju satu area pejalan kaki dekat Szent Istvàn-bazilika (St. Stephen's Basilica), memesan minuman terakhir di hari minggu terakhir, "Cocktail Virgin Mojito" (cocktail mochito non alcohol), di sebuah Café yang bernama ala Italiano "Non Lo So", yang artinya: "Saya Tidak Tahu"...
Touché...!

...
Under the blossoming trees it will be my last journey
My eyes will be open, so that I could see you for a last time
Don't be afraid of my eyes, I'm blessing you even in my death...

The last Sunday...
"Szomorú Vasárnap", by László Jávor



Arita-CH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar