Trip Report: Jalan Naik TGV di Eropa tahun 1999
**finance.dir.groups.yahoo.com
Pada awal tahun 1999, tepatnya sekitar seminggu setelah lebaran, saya
pergi ke Eropa untuk menjenguk kakak saya yang waktu itu lagi kuliah
di Swiss.
Bagi saya ini adalah kesempatan emas yang tidak boleh dilewatkan,
karena saya tidak pernah ke Eropa sebelumnya (dan hingga kini saya
tidak pernah ke Eropa lagi). Dan yang cukup menyenangkan, sebagian
besar perjalanan berlibur di Eropa dilewatkan dengan naik KA untuk
menghemat waktu. Walaupun waktu itu saya belumlah menjadi penggemar KA
seserius sekarang ini (saya "di-convert" jadi penggemar KA oleh teman
saya yang orang Australia sekitar tahun 2001 yang lalu).
Saya terbang ke Eropa melalui Kuala Lumpur, naik Malaysian Airlines.
Di bandara Sepang, Kuala Lumpur, terminal penerbangan Asia Tenggara
dan Bandara Internasional dihubungkan oleh KA otomatis yang luar biasa
canggih!
Sekitar tengah malam, pesawat yang membawa saya dan keluarga saya
bertolak ke Zurich dan tiba di Zurich, Swiss waktu subuh. Waktu itu
sedang puncak musim dingin, tapi herannya selama di Eropa, saya tidak
pernah menyentuh salju sama sekali, dan hanya bisa melihatnya dari
dalam kereta!!!
Kami dijemput oleh kakak saya di bandara Zurich, dan kami langsung
bertolak ke kota Zurich...naik Kereta!!!
Wah itulah pertama kali saya mencicipi kereta di Eropa. Cuman
keretanya waktu itu adalah kereta metro biasa. Interiornya mungkin
mirip KA Bisnis kita, hanya ada sentuhan modern gaya Eropa, dan ber-AC
(berpenghangat tepatnya).
Yang unik, mayoritas jalurnya melewati terowongan (bukan subway).
Mungkin untuk menghemat waktu dan mengurangi jarak, karena daerah
sekitar Zurich memang cukup bergunung-gunung.
Kami sampai di Stasiun Zurich, sekitar 20 menit kemudian.
Saya cukup terkesan sewaktu melihat kota Zurich, dan suasana kota
Zurich yang jalannya didominasi trem. Mungkin inilah pertama kalinya
saya meilhat trem, karena trem di Surabaya berhenti beroperasi pada
waktu saya lahir. Dan di jalur KAnya ada beberapa KA terkenal seperti
Cisalpino dan TGV. Semuanya di sana waktu itu.
Dan bangunan Stasiun Zurich sendiri cukup unik. Kayaknya peron
(stasiun Zurich adalah Stasiun buntu kaya Stasiun Jakarta Kota) dan
bangunan stasiun adalah bangunan terpisah, sehingga orang bisa mudah
keluar masuk peron. Dan peron itu sendiri termasuk bagian dari "Plaza"
yang ada di kota Zurich, sehingga orang yang lalu lalang di situ
sebagian tidak berniat untuk naik KA.
Setelah menitipkan tas, kami berjalan-jalan keliling kota Zurich dan
berkeliling Zurich naik tram. Yang membuat saya terkesan, ada satu
jalan yang merupakan distrik shopping elit di Zurich yang mayoritas
kendaraan yang lewat adalah tram. Jadi mobil di sini mengalah.
Kemudian sekitar tengah hari, kami bertolak menuju Luzern...naik KA
tentunya!
Di Luzern, suasananya agak berbeda dengan Zurich. Di sini tidak ada
trem. Yang ada malah bus trolley (bus bertenaga listrik yang mengambil
tenaga lewat pantograf di atas bis). Jadi di jakarta ada KRL di Luzern
ada BJL (bis jalur listrik) he.he.he..!
Setelah acara wisuda Kakak saya pada malam hari, besoknya, kami
mengunjungi museum transport di Luzern. Cuman sayang waktu itu saya
tidak melihat bagian keretanya. Padahal di situ ada lokomotif uap
terkenal: der Adler!
Tapi saya juga sempat melihat jalur KA mini yang mengelilingi kompleks
museum, dan ada jalur cabang yang masuk ke dalam museum.
Besoknya, kami bertolak ke Frankfurt naik kereta. Rencananya hari itu,
kami akan naik kereta biasa dari Luzern ke Olten, dan di Oten kami
akan naik ICE ke Frankfurt.
Mendengar itu saya langsung gembira!!! Saya sudah berulangkali melihat
modelnya KA ICE, tapi belum pernah melihatnya apalagi menaikinya. Hari
itu adalah satu-satunya kesempatan untuk naik!
Sebelum berangkat ke Luzern, saya sempat melihat sebuah plakat (dalam
bahasa Jerman) yang menjelaskan kalau bangunan stasiun Luzern yang
sekarang itu baru, sedangkan yang lama sudah dibongkar karena
kebakaran.
Di Luzern, saya sempat melihat beberapa KRL yang aneh: hidungnya
mancung/streamlined dan tidak ada pantograf di atapnya. Ternyata yang
saya lihat adalah cab-unit, karena di belakang rangkaiannya ternyata
ada lokonya!
Kami bertolak dari Luzern ke Olten naik KA penumpang reguler.
Interiornya cukup menarik, tapi bisa dibilang tidak ada pernak-pernik
teknologi seperti pada KA kita, tapi kereta ini unggul dalam dua hal:
desain interior yang sangat bagus (tidak hambar seperti pada KA
Eksekutif kita) dan kabin yang kedap suara.
Mayoritas perjalanannya melewati dataran yang dikelilingi pegunungan,
dan di perjalanan, banyak sekali jalur-jalur cabang yang masuk ke
dalam pabrik.
Barangkali ini bisa menjadi gambaran seperti apa jalur cabang di tanah
air pada jaman Belanda dahulu.
Setelah 90 menit perjalanan, kami sampai di Olten, dimana kami pindah
kereta. Kami sempat menunggu lama di Olten. Namun momen yang ditunggu
akhirnya datang juga: ICE melesat datang! Inilah pertama kali saya
naik kereta ini, dan tidak itu saja, saya juga ikut menaikinya!
Kami naik ke dalam kereta, dan saya cukup terkesan dengan interiornya
yang canggih (bukan mewah). Kursinya besar-besar dan di dekat pintu
ada speedometer penunjuk kecepatan.
Perjalanan belangsung dengan luar biasa mulusnya, tapi bisa dibilang
lambat untuk KA ICE. Kereta sempat berhenti di Basle dimana kondektur
Swiss diganti oleh kondektur Jerman dan kereta berganti posisi (karena
stasiun Basle adalah stasiun buntu).
Saya tidak begitu ingat bagaimana detail perjalanan ke Jerman, tapi
selama perjalanan, kereta hanya berjalan pada kecepatan sekitar
110-150 km/jam, karena walaupun Jerman punya KA cepat seperti ICE,
mereka tidak punya banyak jalur KA cepat pada waktu itu. Dan pada
dasarnya kami masuk ke Jerman tanpa diperiksa paspornya!! Rupanya
petugas imigrasi Jerman agak teledor!
Namun selepas Mannheim, kereta mulai berjalan cepat dan melesat pada
kecepatan sekitar 200 km/jam. Rupanya kereta masuk ke jalur cepat.
Bahkan yang aneh, jalur masuk ke jalur cepat itu mirip seperti jalur
masuk ke jalan tol: melewati fly-over. Hanya sayangnya, sebagian jalur
cepat itu tertutup oleh tembok, khususnya yang melewati tengah kota.
Kami sampai di Frankfurt pada sore hari, dan cukup terkejut dengan
hawa Frankfurt yang sangat dingin (-8 derajat Celcius pada tengah
hari). Di stasiun Frankfurt, dan kota Frankfurt, kami sering bertemu
dan menyapa orang-orang Indonesia yang tinggal di Frankfurt, dan kami
cukup tertolong oleh mereka.
Di Frankfurt, tremnya tampak sedikit lebih modern, hanya sayangnya
kota Frankfurt tampak agak kumuh jika dibandingkan dengan kota-kota di
Swiss.
Saya juga sempat mengicipi naik trem di Frankfurt, dimana jarak yang
jauh bisa terasa dekat! Tapi pada dasarnya tidak banyak yang bisa
diceritakan mengenai Frankfurt.
Besoknya, kami berangkat untuk melihat-lihat alam pedesaan Jerman.
Waktu itu tujuan kami adalah Rhine Valley yang terkenal itu.
Sebelum sampai di Rhine Valley, saya sempat curiga dengan rel KA di
sebelah bis saya, kok terus mengikuti jalan raya, dan yang
mengherankan, di kejauhan juga tampak jalur KA yang searah.
Kami sempat berhenti untuk makan di satu desa di pinggir rel. DI
restoran itu, saya juga sempat melihat ada sungai besar yang diapit
oleh kedua jalur KA tadi. (Belakangan, saya tahu kalau jalur-jalur itu
menghubungkan kota Frankfurt dan Cologne).
Selepas makan, kami bertolak untuk melihat lembah sungai Rhein. Dan
saya cukup takjub melihat sungai yang diapit oleh gunung-gunung
tinggi. Dan jangan lupa, dibawahnya ada jalur KA yang cukup sibuk! Dan
diatas gunung-gunung tersebut ada kastil-kastil yang menambah
keindahan lembah sungai Rhein. Menurut saya, naik KA di jalur itu
pasti enak sekali.
Setelah puas, kami pulang ke hotel untuk beristirahat, karena besoknya
kami akan pergi ke Paris. Sebelum ke sana, kami tidak punya gambaran
mengenai Paris, jadi kami ke sana hanya berbekal dengkul saja!!
Besok subuhnya, kami check out dari hotel dan berjalan kaki ke Stasiun
Frankfurt (karena stasiun ini persis di depan hotel). Di sana, kami
sempat terbingung-bingung mencari kereta kami, karena besarnya
Stasiun. Tapi akhirnya kami menemukannya juga, karena di gerbongnya
ada tulisan "SNCF", perusahaan KA milik Prancis.
Tapi sebelum berangkat, kami juga sempat melihat-lihat dan membeli
oleh-oleh, serta mencoba mengoperasikan miniatur model KA (barangkali
Marklin) yang dioperasikan pakai koin.
Kami bertolak menuju Paris sebelum matahari terbit, naik kereta tadi.
Interior KA ini bisa dibilang kuno. Gerbong kami adalah gerbong
kompartemen, dan tidak ada sentuhan teknologi sama sekali. Bahkan
kabinnya relatif tidak bertekanan, karena setiap kereta memasuki
terowongan, telinga kami terasa nyeri. Tapi pemandangan desa di Jerman
cukup bagus dan teduh juga, dan rata-rata didominasi oleh hutan dan
kota-kota kecil di tengah hutan.
Di Forbach, di Prancis, loko milik Jerman ditukar dengan loko milik
Prancis. Loko yang dipakai adalah loko yang dulu diapaki untuk KA
Mistral Express, yang jendela dan hidungnya condong ke bawah.
Pemandangan di Prancis agak berbeda dengan yang ada di Jerman, karena
di Prancis banyak padang rumput dan persawahan. Dan alamnya datar.
Juga kalau saya lihat kayaknya perekonomian Prancis ditopang oleh
hasil pertanian ini. Tapi yang pasti, alam pedesaan Prancis tampak
romantis sekali!
Kereta kami masuk ke kota Paris sekitar tengah hari, dan kami sampai
di Stasiun Gare de L'est. Sayangnya, di stasiun ini kami cukup kecewa
dengan pelayanan para petugas Prancis yang sangat egois dengan
bahasanya. Kami berulang kali diping-pong pada waktu menanyakan hotel
kami, yang ternyata dekat sekali dengan Stasiun. Suasana di dekat
stasiun juga terkesan kumuh.
PAda akhirnya, kami memutuskan untuk naik KA bawah tanah Metro. Dan
waktu saya lihat, keretanya tampak kumuh sekali, dan sistem penjualan
tiketnya tampak sangat tidak praktis.
Tapi ada beberapa hal yang cukup menarik tentang Paris, khususnya dari
segi perkereta apian, karena di situ saya ketemu dengan cewek tercakep
yang berangkali pernah saya lihat, di Metro, cuman sayang saya tidak
pernah melihat dia lagi...
Dan di stasiun suasana fashionnya terasa kental sekali. Banyak
penumpang metro yang berpakaian modis, dan banyak poster fashion yang
menampilkan wajah cewek-cewek cakep.
Tidak itu saja, saya bahkan melihat stasiun kereta api tercantik yang
pernah saya lihat: Gare d'Orsay. Cuman stasiun itu sekarang sudah
berubah fungsi menjadi museum seni. Hanya saja keberadaan tentara di
fasilitas perkereta apian Prancis cukup ketat juga. Karena ancaman
teroris barangali? Padahal itu adlaah tahun 1999, lama sebelum
ancaman-ancaman teroris menjadi trend.
Saya juga menyempatkan mengunjungi EuroDisney naik KA ke sana, dan
melihat suasana di Euro Disney. Di Euro disney saya sempat naik KA Uap
yang mengelilingi kompleks taman ria itu, dan juga melihat jalur trem
di jalan-jalan di dalam EuroDisney. Gauge tram tersebut kira-kira
700mm, tapi saya tidak pernah sempat melihat tremnya (belakangan saya
ketahui ternyata tremnya adalah kereta yang ditarik kuda) .
Stasiun KA Euro Disney, ternyata bukan sembarang stasiun. Bangunan
utamanya ternyata dibangun tepat diatas jalur KA super cepat TGV.
Biasanya jalur ini dipakai untuk KA TGV yang tidak berhenti di Paris,
atau KA Eurostar yang pergi ke selatan Prancis.
Malamnya, kami kembali ke hotel untuk beristirahat, karena besoknya
momen yang ditunggu-tunggu akan tiba: perjalanan naik TGV!!
Setelah melihat-lihat kota Paris, kami pergi ke Stasiun Gare de Lyon
untuk naik TGV. Cuman sial- seribu-sial, kami kehilangan sebagian
kopor kami di sini. Kopor tersebut hilang pada saat dititipkan, dan
rupanya kopor kami ditilep oleh petugas yang menjaga! Dan pada saat
kami minta tolong, lagi-lagi kami dipersulit dengan sifat egois ala
Prancis seperti yang kami temui di Stasiun Gare de L'est.
Akhirnya kami tidak punya pilihan selain merelakan kopor kami lenyap,
dan kami langsung pergi ke peron stasiun. Peron stasiun Gare de Lyon
waktu itu penuh sesak dengan berbagai macam tipe TGV yang melayani
selatan Prancis, seperti TGV Duplex, TGV Paris Sud-est, dan ada juga
TGV Atlantique.
Waktu saya lihat kereta di peron yang kami tuju, saya lihat ada TGV
Atlantique. Saya pikir kami akan naik KA ini, ternyata tidak (karena
KA ini pergi ke Milan,Italia). Kereta kami ternyata ada di depan
rangkaian Atlantique tadi, yaitu TGV PSE yang berwarna oranye. Ini
pertama dan terakhir kali saya melihat TGV PSE berwarna oranya, karena
tahun 2001 yang lalu, TGV PSE terakhir yang berwarna oranye dicat
dengan warna biru-perak.
Interior TGV yang saya naiki boleh dikatakan cukup tradisional. Tidak
ada pernak-pernik teknologi, dan terkesan agak tua. Beda dengan TGV
Duplex yang interiornya canggih.
Tidak lama kemudian, kereta kami berangkat menuju ke Dijon.
Pertama-tama perjalanan terasa lambat. Namun lama-lama mulai cepat.
Sesaat setelah meninggalkan Stasiun, saya sempat melihat Depo
Villeneuve St.George, dan di dalamnya banyak sekali KA TGV yang
diparkir. bahkan saya juga sempat melihat TGV La Poste diparkir.
Tidak terasa, kereta sudah berada di luar kota, dan berada di jalur
cepat. Pemandangan di luar tampak luar biasa. Walaupun tidak ada bunyi
dan getaran, pemandangan di luar tidak ubahnya seperti film yang
dicepatkan. Banyak sekali jalan-jalan dan jalur KA lokal yang
dilintasi oleh jalur KA ini. Jadi kesannya seperti kita naik KA VIP
yang diistimewakan.
Dua jam kemudian kereta kami sampai di Dijon. Di sini banyak penumpang
yang turun. Dan di sini TGV Atlantique tadi dipisah dari rangkaian TGV
kami. Sebagai catatan, jarak Paris-Dijon hampir sama dengan jarak
Jakarta-Solo. Hanya kalau kita naik KA Argo Lawu butuh waktu paling
cepat 7 jam untuk sampai ke Solo, TGV cuman perlu waktu 2 jam dengan
kecepatan "normal".
Pada waktu kami berangkat dari Dijon, kereta masih berjalan di jalur
khusus. Namun tidak terasa jalur KA makin lama makin berliku, pertanda
kalau kereta kami sudah dekat Swiss.
Pada saat TGV kami masuk ke kota Frasne, saya takjub melihat stasiun
tersebut diselimuti salju. Bahkan papan nama dan atap peron stasiun
itu dipenuhi oleh kerucut es yang menggantung. Saya mau keluar untuk
melihat, tapi dicegah oleh orang tua saya, karena mereka kuatir saya
kena demam dan ketinggalan kereta.
Selepas Frasne, jalur kereta kami terasa cukup berkelok-kelok. Bahkan
kereta saya juga melewati beberapa persilangan, suatu hal yang aneh
buat KA super cepat seperti TGV untuk melewati perlintasan dengan
jalan raya.
Yang aneh, di Olten (tempat saya naik ICE) ada beberapa komuter yang
menggunakan KA TGV seperti halnya KA komuter, untuk pergi ke Zurich.
Sekitar satu jam setelah Olten kereta kami sampai di Zurich. Setelah
turun, kami menyempatkan diri untuk berfoto bersama di depan TGV yang
kami naiki. Cuman sayang, foto ini rupanya hangus!
Hari-hari terakhir saya di Eropa saya habiskan di Swiss. Dan di Swiss
saya sempat naik KA tercanggih yang pernah saya tahu, antara Luzern
dengan Zurich.
Kereta ini adalah kereta double decker, dan punya inerior yang sangat
modis, dan punya pernak-pernik teknologi yang banyak. Bahkan toilet
kereta ini juga serba otomatis. Kerannya saja pakai tombol!
Cuman inilah terakhir kali saya naik KA di Eropa. Besoknya kami pulang
kembali ke Indonesia (minus kakak saya yang harus kerja praktek), naik
taxi ke Airport.
Bagi saya ini adalah pengalaman yang sulit dilupakan. Saya bersyukur
karena saya sempat menaiki kereta-kereta yang terkenal dalam sejarah
perkereta apian, dan bisa memiliki kenangan bagus tentangnya.
Hanya sayang saja, saya tidak sempat mengambil gambar-gambar kereta
ini, karena rol film saya yang tidak banyak, dan waktu itu saya belum
menjadi penggemar KA.
Menurut saa, jika kita ingin memperkenalkan KA-KA semacam ini di
Indonesia, kita harus punya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar