Kamis, 16 April 2009

NGN

NGN-Jaringan Telekomunikasi Masa Depan

Source: Kompas-Rabu, 11 Februari 2004
Oleh: Anton Timur

TEKNOLOGI informasi dan komunikasi (infokom) berkembang semakin pesat didorong oleh Internet protocol (IP) dengan berbagai aplikasi baru dan beragam layanan multimedia. Infrastruktur infokom terdiri dari public switched data network (PSDN) dan public switched telephone network (PSTN), namun hingga kini tulang punggung infokom masih banyak berpijak pada jaringan PSTN.
Kondisi ini kurang menguntungkan karena PSTN eksisting umumnya lebih menekankan pada layanan suara dan berpita sempit (narrow band). Untuk mempercepat penyediaan layanan pita lebar (broadband) pada jaringan eksisting tersebut maka PSTN dan PSDN harus segera "melebur" menjadi satu jaringan tunggal multilayanan yang disebut dengan jaringan telekomunikasi masa depan atau next generation network (NGN).
Ada tiga faktor utama pendorong evolusi jaringan PSTN tradisional menuju NGN. Pertama, keterbatasan arsitektur sentral PSTN eksisting. Operator telekomunikasi akan kesulitan untuk meningkatkan kemampuan PSTN untuk melayani layanan multimedia jika hanya mengandalkan upgrade versi perangkat lunak dan hardware pada sentral eksisting.
Infrastruktur sentral eksisting kebanyakan merupakan propietary atau teknologinya bersifat tertutup dan dikuasai vendor tertentu saja. Hal ini jelas menimbulkan ketergantungan operator telekomunikasi kepada pemasok perangkat tersebut.
Operator juga sulit untuk berinovasi dan membuat fitur baru. Selain itu, biaya upgrade dan pengembangannya pun menjadi mahal dan membutuhkan waktu yang lama. Karena sifatnya yang tertutup pula, maka biaya operasi dan pemeliharaan juga semakin besar.
Kedua, tren konvergensi jaringan dan layanan. Saat ini perbedaan teknik antara PSTN dan PSDN menyebabkan terjadinya pemisahan antara keduanya. PSTN yang berbasis sirkuit switch merupakan jaringan kompleks dengan ukuran yang besar, tersentralisir, dan tertutup. Sedangkan PSDN berbasis paket switch, lebih sederhana dan terdistribusi. PSDN tumbuh dengan pesat dengan adanya Internet, ekstranet, virtual private network (VPN), serta teknologi berbasis paket lainnya.
Bahwa suatu saat nanti paket switch akan menggantikan sirkuit switch, bisa dilihat dari semakin meningkatnya penggunaan voice over Internet protocol (VoIP). Namun hingga kini PSTN masih menduduki posisi terdepan untuk menyalurkan data, terutama layanan dial up analog modem.
Investasi sentral PSTN eksisting yang sangat besar juga tidak bisa diabaikan begitu saja. Pilihannya adalah konvergensi antara PSDN dan PSTN menjadi satu jaringan tunggal multilayanan, dengan melakukan evolusi secara bertahap pada jaringan PSTN agar mampu mengakomodasi paket switch.
Ketiga, regulasi telekomunikasi telah memunculkan operator-operator baru. Persaingan yang semakin ketat antaroperator menyebabkan pelanggan akan berpindah ke kompetitor jika operator tersebut tak mampu memberikan layanan yang beragam, broadband, dan murah.
Arsitektur NGN
Menurut tren perkembangan jaringan telekomunikasi saat ini, jaringan masa depan akan menjadi jaringan terintegrasi pita lebar, terdiri dari bermacam-macam akses edge dengan hierarki fungsional jaringan makin jelas dan mudah dipahami. Secara umum, hierarki NGN terbagi menjadi beberapa lapisan (layer), yaitu: network service & application, network control, core switching, dan edge access layer.
Lapisan network service & application bertugas untuk memproses logika layanan, meliputi logika layanan intelligent network (IN), AAA (addressing, authentication, authorization) dan address resolution, serta mengembangkan aplikasi layanan dengan mengadopsi protokol standar dan application program interface (API). Komponennya meliputi server AAA, network management system (NMS), billing, network database, serta server aplikasi (application server).
Dengan adanya server aplikasi ini maka aplikasi-aplikasi layanan atau fitur-fitur baru lebih mudah dan murah dikembangkan karena platformnya terbuka (open platform) tanpa harus terikat oleh platform dari vendor/developer tertentu (propietary). Contoh aplikasi yang bisa dikembangkan adalah number portability, yaitu layanan yang memungkinkan nomor telepon pelanggan asal tidak berubah apabila pelanggan tersebut berpindah lokasi atau operator.
Lapisan kedua, network control, bertugas mengatur logika panggilan, memproses permintaan panggilan, dan memberi tahu lapisan core switching untuk membentuk hubungan yang sesuai. Di sinilah letak softswitch yang terdiri dari server panggilan (call server), pengendali rute (route controller), dan gerbang pensinyalan (signalling gateway). Secara hierarkis softswitch dapat dibagi menjadi dua tingkatan, yaitu class 4 dan class 5.
Softswitch class 4 merupakan pengendali hubungan antarsentral tandem regional (trunk) dalam backbone nasional. Sedangkan softswitch class 5 merupakan tipe softswitch yang mengendalikan hubungan pada sentral lokal yang terhubung langsung dengan pelanggan.
Lapisan ketiga NGN adalah lapisan core switching untuk mengatur pembangunan dan pengelolaan hubungan serta melakukan penyambungan dan pengaturan jalur komunikasi untuk merespons perintah control layer. Komponennya meliputi sentral broadband multi- service, sentral utama ATM dan router IP berkapasitas besar, dan lain-lain.
Lapisan paling bawah adalah lapisan akses ujung (edge access layer) yang mendukung akses dari berbagai macam tipe media gateway, yaitu trunk gateway dan access gateway. Berbagai tipe perangkat konsentrasi akses multi-service, remote access server (RAS), analog gateway, maupun wireless gateway bisa diimplementasikan pada lapisan ini (Lihat gambar).
Kendala
Ada sejumlah kendala yang menghadang migrasi NGN pada infrastruktur telekomunikasi di Indonesia. Meskipun sejumlah vendor global dan nasional telah berhasil mengembangkan teknologi ini, namun kematangan softswitch masih dipertanyakan mengingat teknologi ini belum secara luas digunakan untuk kepentingan komersial oleh operator-operator telekomunikasi dunia.
Kondisi infrastruktur eksisting juga bisa menjadi penghambat laju menuju NGN. Hampir seluruh sentral dan perangkat telekomunikasi di Indonesia masih memakai spesifikasi teknis atau protokol lama yang bersifat propietary. Di lain pihak softswitch memberikan persyaratan standar dan protokol yang paling mutakhir dan terbuka sehingga hal ini dapat menyulitkan persyaratan kesesuaian protokol, interoperability dan interworking antara perangkat eksisting dengan perangkat NGN.
Faktor lainnya adalah masalah biaya investasi perangkat NGN dan penyediaan jaringan akses yang masih terasa mahal dan kurang kompetitif jika dibandingkan dengan meng-upgrade sentral eksisting. Diperkirakan investasi untuk menyediakan jaringan akses yang kompatibel dengan NGN bisa mencapai 65 persen dari total investasi untuk menggelar NGN.
Dan yang terakhir namun sering membuat runyam adalah masalah regulasi. Penerapan NGN bisa menimbulkan konsekuensi perubahan peta bisnis telekomunikasi sehingga regulator dituntut untuk segera memahami dan membuat aturan main tentang teknologi ini. Sasarannya, agar tidak menimbulkan dispute antar- operator dan kebingungan masyarakat saat nantinya teknologi ini telah dikomersialkan.
Meskipun masih banyak kendala yang dihadapi operator telekomunikasi untuk menerapkan teknologi softswitch, tetapi langkah perencanaan untuk melakukan migrasi (roadmap) menuju NGN harus segera dilaksanakan. Tanpa melakukan migrasi menuju NGN, jaringan PSTN yang masih menjadi tulang punggung infrastruktur telekomunikasi lambat laun tak akan optimal lagi mengakomodasi layanan multimedia.

Anton Timur Spesialis Penelitian dan Pengembangan Telekomunikasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar