Jumat, 26 Juli 2013

Obat merk Vesperum (antimual) Domperidone (generik)



http://epin7.blogspot.com
Pasien juga kebanyakan lebih terpaku pada merek tertentu obat. Contoh kasusnya adalah seorang ibu yang mencari obat Vesperum (antimual) namun karena tidak ada Vesperum, ditawarkan obat yang kandungannya sama dengan Vesperum. Kandungan zat aktif pada Vesperum adalah domperidone. Lantas ditawarkanlah Dom (paten) atau Domperidone (generik) yang kandungannya sama dengan Vesperum. Namun pasien biasanya tidak mau diganti sekalipun telah dijelaskan efeknya sama saja. Akhirnya saya dipanggil ke depan untuk menjelaskan. Sebelum menjelaskan, saya perhatikan, bahasa yang digunakan petugas di depan untuk menjelaskan terlalu rumit, seperti, "Ibu, obat ini sama saja komposisinya dengan obat yang ibu cari."

Sebenarnya yang pasien butuhkan adalah keyakinan bahwa efek yang dihasilkan dari Vesperum sama saja dengan efek Dom atau Domperidone. Akhirnya saya memiliki ide untuk menjelaskan. Saya langsung berbicara dengan ibu tersebut.

E: "Bu, Vesperum yang ibu cari nggak ada di sini, tapi dua obat ini sama fungsinya dengan Vesperum yang ibu cari."
I: "Beneran sama? Soalnya saya biasa pake Vesperum..."
E: "Sama, Bu. Isinya juga sama kok, Bu. Mereknya aja yang beda karena pabrik yang bikinnya beda."
I: "Bisa tahu isinya sama dari mana, Neng?"
E: "Di bungkus obatnya kan suka ada tulisan kecil di bawahnya, Bu. Kayak ini (saya menunjukkan kemasan Dom). Mereknya kan Dom, nah di bawahnya ada tulisannya domperidone. Domperidone itu kandungan obatnya, Bu. Maksudnya yang memberi efek antimual buat Ibu. Jadi merek obatnya itu bisa beda tapi isinya sama-sama domperidone. Mama saya juga pake Vesperum, Bu waktu sakit dulu. Nah, kalau nanti Ibu punya Vesperum lagi, ibu bisa lihat di bawah tulisan Vesperum itu ada tulisan domperidone juga. Hehehe."
I: "Aduh, Neng meni tau sampe kayak gitu."
E: "Hahahaha, udah seharusnya, Bu kalau itu. Jadi kalau ibu ragu, lihat aja kandungannya, Bu. Kalau sama, berarti efeknya juga sama. Hehehe. Jelas nggak, Bu maksud saya?"
I: "Muhun, Neng. Hahahaha. Untung si Eneng ngomong. Tadinya ibu gak akan jadi beli da takut salah. Hahahaha. Eneng anak yang punya apotek, Neng?"
E: "Oh, bukan, Bu. Saya magang sambil bantu-bantu aja di sini. Hehehe."

Namun tidak semua pasien mau beralih pilihan seperti ibu di atas. Ada yang bersikukuh ingin mendapatkan obat dengan merek yang dicarinya. Padahal ada obat generik yang jauh lebih murah puluhan kali lipat ketimbang obat yang dicarinya. Itu memang hak pasien namun farmasis pun sudah seharusnya memberi pencerdasan kepada pasien, terlepas dari ngototnya pasien terhadap obat tertentu. Farmasis selayaknya tidak hanya memikirkan laba namun juga memikirkan aspek kemanusiaan.

Sampai jumpa di edisi 3 :)