Jumat, 19 April 2013

Anak Kita


Thu Apr 18, 2013 6:40 pm (PDT) . Posted by:

"Gandhi Vyatranto" gandhi_octaro

Nice share bang Dwika,

Coba dipikir berapa banyak waktu yang kita luangkan buat anak? Apalagi di kota metropolitan macam Jakarta, ditambah bila kedua orangtua bekerja. Katanya temen nih: ada 24 jam dalam satu hari, 8 jam buat istirahat, 8 jam buat kerja, 8 jam buat keluarga, tapi dari ketiga itu yang buat kerja kadang ngerampok porsi yang lain. Di Jakarta, bisa jadi 4 jam hanya buat jalan ke kantor hehe...


Klo kedua orangtua kerja, kadang anak2 ditinggal ama pembantu atau kakek/neneknya atau keluarga lain bahkan tetangga. Berangkat kerja, anak2 belum bangun; pulang dah malem, anak2 kadang dah tidur. Ketemuan cuma sabtu-minggu. Itupun kadang kedua orangtua udah punya jadwal lain, misal jagongan manten, golf, klub otomotif, dlsb.


Ini realita. Bukan sekedar cerita...

Makanya saya SALUT banget ama para ibu rumah tangga yang mendedikasikan hidupnya untuk keluarga, meski mereka juga sempat bekerja. Gak heran Rasulullah SAW bersabda klo surga itu dibawah telapak kaki ibu... Bukan semua kaum perempuan lho, tapi "ibu" . belum tentu ibu kandung, tapi juga "ibu" dalam arti yang mengasuh meski bukan yang ngelahirin (Rasulullah SAW juga punya ibu susuan, Halimah RA). Jika seorang pria tukar fungsi dengan seorang perempuan untuk jadi bapak rumah tangga (ada juga lho), bisa jadi surganya ada di telapak kaki bapak. Meski cuma sebagian karena bapak enggak ngelahirin hehe... :)

Pendidikan anak2 sangatlah penting. Bukan cuma pendidikan formal, namun juga pendidikan moral. Sehebat apapun si orangtua, seberapa banyakpun gelar yang dipunyai, anak2 akan lebih dominan ke ibu jika ternyata si ibu lebih sering di rumah. Coba pikirkan lagi jika ternyata yang lebih banyak di rumah dan berinteraksi dengan anak2 adalah... pembantu/asisten rumah tangga :)



SELAMAT HARI KARTINI !!! Teriring doa tulus untuk SEMUA ibu rumah tangga (termasuk istri saya, ibu saya, ibu mertua saya, almarhum nenek2 saya, dsb), apalagi yang berpendidikan tinggi. Merekalah "KARTINI" yang sebenarnya. Sempatkanlah waktu untuk berkunjung ke (para) ibu kita pada hari Kartini esok lusa (mumpung hari libur). Meski hanya lewat telpon/skype, meski hanya tinggal pusaranya sekalipun, meski hanya lewat doa... Yang masih beruntung punya ibu/mertua yang masih sehat wal afiat, sempatkanlah waktu untuk bertemu karena kesempatan belum tentu akan datang di lain waktu.



Kepada mereka yang belum dikaruniai anak, janganlah gundah. Jadilah orangtua dengan mengadopsi anak. Itu juga salah satu sunnah Rasulullah SAW kok. Bahkan salah satu yang dilakukan Rasulullah SAW sebelum Islam turun. Bahkan ketika Rasulullah SAW saat itu sudah punya anak. Kenapa harus ambil istri baru (poligami) jika ternyata ada sunnah lain yang lebih baik? lnsya Allah :)

Manusia mati hanya meninggalkan: amal soleh, ilmu yang bermanfaat, anak2 yang soleh/shalihah. Harta yang berlimpah ruah tujuh turunan tidak ada artinya. Bahkan banyak kasus, harta ludes setelah generasi berikutnya. Punya anak perempuan yang shalihah pahalanya berlipat-lipat kali daripada anak laki2 yang soleh lho. Insya Allah doa anak perempuan yang shalihah juga lebih mabrur daripada anak laki2 yang soleh. Amin :)



Wallahu a'lam bishawab - dan hanya Allah swt yang Maha Mengetahui.. .

Wassalam,

Sent from my GT-N7105T on the Telstra 4G network

-------- Original message --------
From: Dwika Sudrajat <dwikasudrajat@ yahoo.com>
Date: 19/04/2013 10:04 (GMT+10:00)
To: IME <ime-alumni@yahoogro ups.com>
Subject: [alumni_ftui] Anak Kita

Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin.
Hari esok harus lebih baik dari hari ini.
Generasi yang akan datang harus lebih baik dari kita….
Orang tua ebagai busur kokoh yang dapat melesatkan anak-anak dalam menapaki jalan masa depannya.
I Deliver Happiness,
Dwika

Anak Kita, Bagaimana Kita...

http://sylviehoneyb ee.blogspot. com/
Sahabat, anak-anak adalah persepsi dari kita. Mata mereka akan selalu mengamati, telinga mereka akan selalu menyimak, dan pikiran mereka akan selalu mencerna setiap hal yang kita lakukan.

Mereka adalah peniru. Jika mereka melihat kita memperlakukan orang lain dengan sopan, hal itu pula yang akan dilakukan oleh mereka saat dewasa kelak. Orangtua yang bijak, akan selalu menyadari, setiap bangunan jiwa   yang disusun, adalah pondasi yang kekal buat masa depan anak-anak.

Mari, susunlah bangunan itu dengan bijak. Untuk anak-anak kita, untuk masa depan kita, untuk semuanya. Sebab, untuk merekalah kita akan selalu belajar, bahwa berbuat baik pada orang lain, adalah sama halnya dengan tabungan masa depan.

Jika anak hidup dalam kritik, ia belajar mengutuk.
Jika anak hidup dalam kekerasan, ia belajar berkelahi.
Jika anak hidup dalam pembodohan, ia belajar jadi pemalu.
Jika anak hidup dalam rasa dipermalukan, ia belajar terus merasa bersalah.
Jika anak hidup dalam toleransi, ia belajar menjadi sabar.
Jika anak hidup dalam dorongan, ia belajar menjadi percaya diri.
Jika anak hidup dalam penghargaan, ia belajar mengapresiasi.
Jika anak hidup dalam rasa adil, ia belajar keadilan.
Jika anak hidup dalam rasa aman, ia belajar yakin.
Jika anak hidup dalam persetujuan, ia belajar menghargai diri sendiri.
Jika anak hidup dalam rasa diterima dan persahabatan, ia belajar mencari cinta di seluruh dunia.

Betapa terlihat di sini peran orang tua sangat penting karena mereka diistilahkan oleh Khalil Gibran sebagai busur kokoh yang dapat melesatkan anak-anak dalam menapaki jalan masa depannya. Tentu hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan esok harus lebih baik dari hari ini dan tentu kita selalu berharap generasi yang akan datang harus lebih baik dari kita