link: Mananging Consultant

Cari Blog Ini

Senin, 22 Juli 2013

Visi, misi, leadership skill dan karakter


Karena ketika Anda bekerja, berpikir dan bertindak layaknya seorang pemilik perusahaan, Anda akan berpikir dan mengambil keputusan yang selalu memprioritaskan kepentingan perusahaan, di atas kepentingan Anda sebagai seorang karyawan. Jadi, mana yang lebih baik: karyawan atau pengusaha? Menurut saya, pertanyaan ini tidak perlu dijawab karena sesungguhnya, yang terpenting adalah untuk kita selalu melakukan yang terbaik dari kapasitas diri kita sendiri, apakah kita memilih untuk berkarier di jalur profesional atau sebagai pengusaha.
I Deliver Happiness,
Dwika




Mana Lebih Baik Karyawan atau Pengusaha


billy






SEJAK pemerintah benar-benar serius menggalakkan spirit entrepreneurship di Indonesia, minat anak-anak muda untuk menjadi pengusaha menjadi semakin besar.
Saya ingat betul sebuah angka yang menggambarkan jumlah pengusaha di Indonesia pada 2010 adalah 0,24 persen. Ya, setengah persen aja ngga sampe! Itulah jumlah pengusaha di Indonesia beberapa tahun yang lalu. Ketika saya membaca berbagai media dan mencoba mencari tahu apakah program pemerintah yang juga didukung banyak kampus dan berbagai organisasi benar-benar berhasil, saya mendapatkan angka yang cukup fantastis: 1,56 persen per Januari 2012.
Berarti ada lebih dari 3,75 juta orang pengusaha di Indonesia. Apakah kita boleh berbangga? Tunggu dulu, angka ini masih jauh apabila dibandingkan dengan Malaysia (5 persen) dan Singapura (7 persen). Kenapa pemerintah “akhirnya” sadar akan pentingnya menaikkan jumlah pengusaha di Indonesia? Suatu negara tidak bisa terus-menerus menggantungkan nasibnya kepada sumber daya alam (SDA).
Bagaimanapun kita semua tahu bahwa SDA suatu hari akan habis. Suatu negara akan maju apabila tidak menggantungkan nasibnya kepada SDA, melainkan kepada sumberdaya manusianya (SDM). Singapura contoh negara yang sangat mengandalkan sumber daya manusianya. Singapura adalah negara “termaju” di Asia Tenggara.
Sebelum saya masuk ke topik tulisan ini, saya ingin sedikit memberikan analisis saya tentang, kenapa kok jumlah pengusaha di Indonesia begitu sedikit? Mungkin apa yang saya alami dari kecil dapat mewakili analisis ini.
Begini.. Saya berasal dari keluarga di mana kedua orang tua saya adalah karyawan. Ayah saya seorang pimpinan di berbagai perusahaan, sementara ibu saya bekerja di perpustakaan sebuah perusahaan besar. Dari kecil, saya selalu dinasihati, “Billy, kamu sekolah yang baik, terus kuliah sampai lulus ya.
Jadi, nanti kamu bisa kerja di perusahaan yang bagus.” Apakah Anda juga pernah dinasihati oleh kedua orang tua Anda seperti orang tua saya menasihati saya? Kemungkinan besar jawabannya, “Iya”. Untuk yang menjawab “Tidak” kemungkinan besar karena orang tuanya seorang pengusaha. Saya bisa mengerti kenapa mereka yang lahir di tahun 40- an hingga 50-an menasihati anaknya demikian.
Waktu itu masih zaman perang. Untuk sekolah saja susah. Apalagi untuk bisa lulus kuliah. Pada era 70-an, jumlah yang lulus kuliah jauh lebih sedikit daripada lowongan kerja yang ada. Efeknya, mereka yang lulus kuliah akan langsung direkrut oleh perusahaan. Nah, kalau kenyataannya seperti ini, tidak salah untuk mereka berpikir, “Ah, ngapain saya menjadi pengusaha yang pendapatannya pun belum pasti? Mendingan langsung kerja di perusahaan dan dapat gaji dari bulan pertama sejak saya lulus kuliah.
Karena kedua hal inilah, kenapa orang tua kita sering memberikan nasihat agar kita sekolah yang baik, kuliah hingga lulus, dan cari kerja di perusahaan yang bagus. Karena nasihat ini dicetuskan hampir di seluruh rumah di Indonesia, jangan heranlah kenapa saya dan kebanyakan penduduk Indonesia berpikir untuk melamar kerja setelah lulus. Seperti yang saya katakan di atas, program pemerintah untuk menaikkan jumlah pengusaha di Indonesia cukup berhasil.
Selain dari angka yang memang signifikan naiknya, saya sangat merasakan hal tersebut ketika saya berkunjung ke puluhan universitas. Anak-anak muda sekarang banyak sekali yang ingin jadi pengusaha. Alasannya pun beraneka ragam. Ada yang ingin jadi pengusaha karena mulia. Mereka ingin dapat menciptakan lapangan kerja untuk orang lain. Ada juga yang bilang ingin jadi pengusaha karena keren.
Nah loh? Ketika lulus, saya tidak langsung menjadi seorang pengusaha. Saya menuruti nasihat kedua orang tua saya dengan melamar kerja. Sebelum akhirnya membanting setir dan menjadi seorang pengusaha, saya sempat menjadi karyawan selama delapan tahun. Karena saya pernah menjadi karyawan, hingga detik ini saya tidak pernah sekalipun meremehkan profesi karyawan sekalipun saya sedang berbicara di seminar kewirausahaan.
Saya begitu kesal ketika mendengar pendapat para pengusaha, terutama pengusaha muda, yang seringkali bilang betapa kerennya atau betapa mulianya kita kalau jadi pengusaha. Mereka juga sering bilang kalau jadi karyawan itu enggak keren. Seringkali saya bantah pernyataan seperti itu. Ingat, tidak ada seorang pengusaha pun yang bisa sukses tanpa dibantu karyawannya.
Tidak ada! Di lain sisi, saya juga sering bertemu CEO (karyawan) perusahaan besar yang menganggap remeh para pengusaha UKM. Ini juga jelas tidak baik. Lalu, mana yang lebih baik: menjadi karyawan atau menjadi pengusaha? Menurut saya, kedua profesi ini sama baiknya. Iya, betul bahwa menjadi pengusaha itu mulia karena dapat memberikan lapangan kerja bagi banyak orang.
Tapi, menjadi CEO (karyawan) juga baik loh, karena harus menjalankan perusahaan tempatnya bekerja sehingga terus dapat memberikan nafkah bagi seluruh karyawan, termasuk dirinya. Apa pun yang Anda pilih, pastikan bahwa Anda memiliki visi dan misi yang jelas. Anda menjadi pengusaha, apa alasannya? Anda terus berkiprah di dunia profesional, kenapa? Kalau Anda memiliki visi dan misi yang jelas, saya cukup yakin Anda akan melakukan pekerjaan Anda sebaik mungkin.
Selain visi dan misi, Anda harus memiliki leadership skill dan karakter yang baik karena kedua hal inilah yang akan menentukan kesuksesan Anda, baik sebagai seorang pengusaha atau sebagai seorang karyawan. Satu pesan saya, kalau Anda memilih untuk menjadi seorang karyawan, berpikir dan bertindaklah seolah Anda adalah pemilik perusahaan. Ini yang masih seringkali tidak dilakukan oleh para karyawan.
Kenapa ini penting? Karena ketika Anda bekerja, berpikir dan bertindak layaknya seorang pemilik perusahaan, Anda akan berpikir dan mengambil keputusan yang selalu memprioritaskan kepentingan perusahaan, di atas kepentingan Anda sebagai seorang karyawan. Jadi, mana yang lebih baik: karyawan atau pengusaha? Menurut saya, pertanyaan ini tidak perlu dijawab karena sesungguhnya, yang terpenting adalah untuk kita selalu melakukan yang terbaik dari kapasitas diri kita sendiri, apakah kita memilih untuk berkarier di jalur profesional atau sebagai pengusaha. Apakah Anda siap menjadi karyawan yang sukses? Apakah Anda siap menjadi pengusaha sukses? Anda sendiri yang tahu jawabannya. See you ON TOP!.

Tidak ada komentar: